Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Belajar Memanusiakan Tenaga Kependidikan dalam Film Budi Pekerti

21 Maret 2024   21:35 Diperbarui: 22 Maret 2024   18:51 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budi Pekerti berhasil memperlihatkan fenomena media sosial dengan sangat nyata. Bagaimana orang-orang memanfaatkan momentum kesalahan orang lain untuk menjadikannya viral di sosial media dan dijadikan momentum untuk mencari popularitas dengan berbagai cara. 

Konten clickbait, reaction video, hingga framing media jurnalistik (contoh dalam film ini adalah Gaung Tinta) pun berperan dalam perlombaan menggapai jumlah views yang menggiurkan.

Hal inilah yang membuat para influencer, konten kreator, hingga lembaga masyarakat pun turut berperan dalam membangun framing media. Mereka hanya akan membuat netizen percaya dengan apa yang mereka ingin percaya, bukan pada kebenaran yang sesungguhnya. Mereka membelokkan secara halus, menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan hanya menonjolkan sebagian realita. 

Menurut Alex Sobur pada Analisis Teks Media (2015), framing merupakan teknik penyajian realitas yang tidak dimanipulasi seluruhnya, namun hanya dibelokkan secara halus, dengan menonjolkan sebagian realita atau selektif terhadap realita lainnya.

Fenomena mem-'framing' seseorang yang dilakukan oleh netizen, media, maupun para ahli berhasil dihadirkan oleh Gunnar Nimpuno selaku sinematografer melalui sorotan pada objek yang memiliki 2 garis maupun 4 garis yang membentuk bingkai. Karakter diletakkan di tengahnya, menandakan bahwa mereka sedang di-'framing' oleh netizen maupun karakter lain.

Tak hanya itu, sudut pencahayaan juga turut diperhatikan. Bagian dalam frame dibuat lebih terang dibanding di luar frame. Sebagaimana kita ketika melihat layar handphone yang terlihat lebih terang, membuat fokus kita pada suasana sekitar menjadi lebih gelap.

Bu Prani (Ine Febriyanti) dalam film Budi Pekerti. Sumber foto: (Instagram/@filmbudipekerti) 
Bu Prani (Ine Febriyanti) dalam film Budi Pekerti. Sumber foto: (Instagram/@filmbudipekerti) 

Itulah beberapa hal yang menjadikan Budi Pekerti yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja ini wajib untuk ditonton oleh kamu minimal sekali seumur hidup. Dengan menonton film ini, kamu akan lebih mudah memahami dan menghindari sifat menghakimi terhadap sesuatu yang belum kamu ketahui kebenarannya. 

Film Budi Pekerti memberikan pelajaran penting tentang pentingnya memanusiakan tenaga kependidikan. Guru adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan patut dihargai atas dedikasi mereka. Kita harus memahami bahwa guru juga bisa melakukan kesalahan dan bersedia untuk belajar dari kesalahan tersebut.

Budi Pekerti tayang di Netflix pada 21 Maret 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun