Penggunaan warna hitam putih dalam filmnya menggambarkan perihal duka. Ketika kita mengalami kehilangan, perlahan warna dalam hidup kita pun akan memudar.
Bagus menggunakan konsep ini dalam film original pertamanya yang ia ajukan pada Pak Yoram (Alex Abbad), berharap bahwa film yang ia buat dapat menjadi proses dalam memahami duka yang Hana rasakan.
Bagus merasa bahwa Hana sedang mengalami fase false belief sepeninggal suaminya. Ia yakin bahwa Hana dapat membuka hati dan dapat menerima cintanya. Ia merasa naskah yang ia buat adalah cara dia untuk lebih memahami duka yang Hana rasakan. Ia merasa bahwa naskahnya tak perlu diketahui Hana hingga hari Gala Premiere tiba, agar hubungannya dengan Hana tetap baik-baik saja.
Bagus menyimpulkan duka yang sedang dirasakan dan dialami oleh Hana hanya berdasarkan isi kepalanya semata, tanpa berdiskusi dengan Hana terlebih dahulu. Apalagi, Bagus menggunakan nama asli Hana dalam naskahnya, dan Cheline (Sheila Dara) sudah mengingatkan Bagus untuk izin terlebih dahulu kepada Hana.
Hal tersebut tentu akan relate dengan penonton. Bukankah kita semua pernah merasakan hal yang sama? Menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan asumsi semata, lantas luput menanyakan langsung maupun melibatkan orang yang yang tengah kita bicarakan.
Maka tatkala filmnya kembali ke warna aslinya, saya seperti diajak kembali ke realita. Bahwa banyak hal yang sejatinya dapat diutarakan secara jujur, hanya saja tertahan karena riuhnya angan-angan dalam kepala kita yang seringkali mudah menyimpulkan 'hitam putih' nya kehidupan seseorang.
Kritik Pada Penulis Naskah Perfilman
Ada satu adegan yang menarik perhatian saya, yang memperlihatkan Hana tengah berduka dan tenggelam dalam tangisan, dan secara bersamaan muncul voice over Pak Yoram dengan Bagus yang dengan santai membicarakan dukanya. Apa yang Hana rasakan sebagai duka, justru hanya menjadi bahan cerita oleh Bagus. Â
Adegan ini bak mengkritisi para penulis naskah di luar sana. Benarkah ketika seorang menulis tentang isu maupun sosok tertentu, ia benar-benar menaruh kepedulian? Atau ia hanya menjadikannya sarana untuk memuaskan ego pribadi (baik untuk meraih pencapaian maupun cuan)?
Dinamika Emosi yang Hadir dengan Komposisi Drama dan Komedi yang Seimbang
"Jatuh Cinta Seperti di Film-film" merupakan film yang banyak menyorot dialog, dan lebih memilih keheningan sebagai metode efektif untuk membangun atmosfer filmnya. Yandy piawai meramu adegan, menghadirkan dinamika emosi dengan komposisi drama dan komedi yang sesuai takaran.Â