Sebagai penggemar sinema, terkadang saya membayangkan bagaimana jadinya jika kisah cinta saya dijadikan dalam bentuk film. Akankah semanis dan semenyenangkan film-film romansa?
Karya terbaru dari Yandy Laurens berjudul "Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" mengingatkan saya pada keinginan tersebut. Mengambil background story dari dunia perfilman, karya ini terasa dekat di mata para penikmat film. Ia didesain sebagai tontonan meta, dengan menggunakan nama karakter yang sama dengan pemain aslinya.Â
Alkisah, Bagus (Ringgo Agus Rahman) tengah mengusulkan ide naskah original pertamanya kepada Pak Yoram (Alex Abbad), yakni sebuah film hitam putih yang bercerita soal penulis naskah yang hendak menjadikan kisah cintanya ke dalam bentuk film. Pada kenyataannya, itulah yang ia rasakan sekarang.Â
Ia jatuh cinta dengan Hana (Nirina Zubir), teman lamanya sejak SMA yang belum lama menjanda. Bagus berharap film yang ia buat dapat menjadi hadiah untuk Hana.Â
Akankah Bagus berhasil mendapatkan hati Hana, atau ia justru akan kehilangannya?
Jatuh Cinta Seperti di Film-Film merupakan film yang ditulis dan disutradarai oleh Yandy Laurens. Dibintangi oleh Ringgo Agus, Nirina Zubir, Sheila Dara, Dion Wiyoko, Julie Estelle, dan Alex Abbad. Berdurasi 1 jam 58 menit, film ini akan mengajak kamu untuk kembali merasakan jatuh cinta, baik pada seseorang maupun pada sinema.
Film dalam Film yang Dibuat Hitam Putih
"Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" menggunakan alur 'film dalam film' yang menjadi keunikan dalam filmnya. Yandy menggunakan gaya bercerita yang disesuaikan dengan penulisan naskah film, yakni menjadikannya delapan sequences (bagian). Dimulai dari perkenalan hingga resolusi, membuat penonton juga ikut memahami bagaimana cara menulis script film itu sendiri.
Konsep 'film dalam film' yang dihadirkan Yandy tak menjadi gimmick saja, melainkan juga berpengaruh pada aspek penceritaan. Dengan konsep ini, Yandy mampu memperluas prespektif, sehingga dapat menguatkan narasi ia bangun dalam filmnya.
Penggunaan warna hitam putih dalam filmnya menggambarkan perihal duka. Ketika kita mengalami kehilangan, perlahan warna dalam hidup kita pun akan memudar.
Bagus menggunakan konsep ini dalam film original pertamanya yang ia ajukan pada Pak Yoram (Alex Abbad), berharap bahwa film yang ia buat dapat menjadi proses dalam memahami duka yang Hana rasakan.
Bagus merasa bahwa Hana sedang mengalami fase false belief sepeninggal suaminya. Ia yakin bahwa Hana dapat membuka hati dan dapat menerima cintanya. Ia merasa naskah yang ia buat adalah cara dia untuk lebih memahami duka yang Hana rasakan. Ia merasa bahwa naskahnya tak perlu diketahui Hana hingga hari Gala Premiere tiba, agar hubungannya dengan Hana tetap baik-baik saja.
Bagus menyimpulkan duka yang sedang dirasakan dan dialami oleh Hana hanya berdasarkan isi kepalanya semata, tanpa berdiskusi dengan Hana terlebih dahulu. Apalagi, Bagus menggunakan nama asli Hana dalam naskahnya, dan Cheline (Sheila Dara) sudah mengingatkan Bagus untuk izin terlebih dahulu kepada Hana.
Hal tersebut tentu akan relate dengan penonton. Bukankah kita semua pernah merasakan hal yang sama? Menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan asumsi semata, lantas luput menanyakan langsung maupun melibatkan orang yang yang tengah kita bicarakan.
Maka tatkala filmnya kembali ke warna aslinya, saya seperti diajak kembali ke realita. Bahwa banyak hal yang sejatinya dapat diutarakan secara jujur, hanya saja tertahan karena riuhnya angan-angan dalam kepala kita yang seringkali mudah menyimpulkan 'hitam putih' nya kehidupan seseorang.
Kritik Pada Penulis Naskah Perfilman
Ada satu adegan yang menarik perhatian saya, yang memperlihatkan Hana tengah berduka dan tenggelam dalam tangisan, dan secara bersamaan muncul voice over Pak Yoram dengan Bagus yang dengan santai membicarakan dukanya. Apa yang Hana rasakan sebagai duka, justru hanya menjadi bahan cerita oleh Bagus. Â
Adegan ini bak mengkritisi para penulis naskah di luar sana. Benarkah ketika seorang menulis tentang isu maupun sosok tertentu, ia benar-benar menaruh kepedulian? Atau ia hanya menjadikannya sarana untuk memuaskan ego pribadi (baik untuk meraih pencapaian maupun cuan)?
Dinamika Emosi yang Hadir dengan Komposisi Drama dan Komedi yang Seimbang
"Jatuh Cinta Seperti di Film-film" merupakan film yang banyak menyorot dialog, dan lebih memilih keheningan sebagai metode efektif untuk membangun atmosfer filmnya. Yandy piawai meramu adegan, menghadirkan dinamika emosi dengan komposisi drama dan komedi yang sesuai takaran.Â
Komedi yang dihadirkan Yandy secara efektif memancing tawa lepas dari penonton. Ia kerap menyentil industri perfilman Indonesia dan berbagai dilema yang dihadapinya. Masyarakat yang masih minim pengetahuan tentang larangan film bajakan (jokes lebah ganteng membuat saya tertawa miris), PH yang lebih memilih membuat film horor dan adaptasi sinetron, lip service ketika Gala Premiere, hingga tingkah laku pelaku industri di balik layar.
Chemistry yang Kuat antara Para Pemain
Para pemain dalam film ini benar-benar berpengaruh besar dalam menyampaikan rasa kepada para penonton. Nirina Zubir (berperan sebagai Hana) berhasil memperluas range akting-nya dan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Ia mampu berbicara lewat tatapan, membuat penonton langsung bersimpati tatkala melihat wajahnya.
Ringgo Agus (berperan sebagai Bagus) mengemban peran tersulit. Karakternya yang kesulitan dalam membedakan egoisme dan cinta perlahan mampu belajar dari proses yang ia alami. Ringgo Agus mampu menampilkan kompleksitas karakternya secara berimbang, membuat penonton dapat memahami dan memaafkan keegoisan karakternya di paruh awal.
Chemistry keduanya berhasil dijalin dengan baik dan menjadi penggerak rasa dalam film ini.
Para pemain pendukung, Sheila Dara (berperan sebagai Cheline) dan Dion Wiyoko (berperan sebagai dirinya sendiri) menjadi sepasang suami istri yang menghibur sepanjang film. Julie Estelle dan Alex Abbad (berperan sebagai Pak Yoram), berhasil menjadi penyegar film ini. Jokes-jokes yang dikeluarkan mampu membuat penonton seisi studio tertawa lepas.
Surat Cinta Untuk Penggemar dan Pelaku Industri Perfilman
"Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" juga tampil sebagai surat cinta untuk para penggemar dan pelaku industri perfilman. Selain menghadirkan jokes yang dekat dengan dunia perfilman, film ini juga membuka mata para penonton mengenai proses panjang dalam membuat sebuah film. Tahapan-tahapan diperlihatkan, mulai dari penulisan naskah, reading, syuting, hingga proses editing.Â
Adegan favorit saya adalah ketika Cheline (Sheila Dara) menjelaskan teknik pengambilan gambar dalam membuat film ketika sedang menemani karakter Bagus dalam suatu perjalanan. Penjelasannya yang dikemas dengan menghibur membuat saya dapat memahami dan tahu mengenai ilmu sinematografi. Melalui karyanya ini, Yandy berhasil membuat saya semakin jatuh cinta dengan sinema.
Overall, "Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" merupakan film romansa komedi yang unik dan jarang diangkat dalam industri perfilman kita. Menggunakan format hitam putih dan gaya bercerita penulisan skenario, film ini membicarakan perihal duka, cinta, dan sinema. Mengajak penontonnya untuk kembali merasakan indahnya jatuh cinta, dan membuat para penggemar film semakin mencintai sinema.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HRating pribadi: 9/10