Selain itu, pertunjukan menyanyi sembari menaiki balon udara, dan pertunjukan drone berhasil disorot dengan baik dan membuat kagum para penonton.
Melalui film ini, penonton diajak menjelajahi setiap sudut stadion, merasakan kehangatan tatkala penonton ikut bernyanyi, dan mendengar tepukan dan sorakan penuh semangat dari penonton.
Selain itu, "IU Concert: The Golden Hour" juga menampilkan clip video yang menjadi medium IU dalam bercerita. Menontonnya bak melihat perjalanan IU sebagai musisi, semangat dan mimpi-mimpinya, beserta kekhawatirannya dalam hidup. Clip video yang tampil di tiap bagian membuat saya merasa lebih emosional tatkala lagu-nya mulai dinyanyikan.
Hal tersebut tentu tidak dapat kita lihat jika kita menonton konsernya secara langsung. Versi cinematic cut ini memberikan pengalaman menonton konser yang lebih intens dan emosional.
Hadirnya Lagu-Lagu Baru dan LamaÂ
Salah satu daya tarik utama konser ini adalah setlist lagunya yang terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menampilkan lagu-lagu terbaru IU, seperti "Eight" dan "LILAC," sementara bagian kedua membawakan kembali lagu-lagu klasiknya seperti "Good Day" dan "Hold My Hand." Bagian ketiga adalah momen di mana IU menyajikan lagu-lagu yang relate dengan dirinya.
Dengan dibaginya setlist menjadi tiga bagian, saya merasa seperti sedang diajak untuk menyanyikan kembali karya-karya IU sejak awalnya debut hingga sekarang.Â
Perpisahan Untuk Lagu Pallete dan Good Day
Dalam konser spektakuler ini, "IU Concert: The Golden Hour" juga menjadi momen terakhir IU menyanyikan kedua lagu favoritnya, yakni Pallete dan Good Day. Kedua lagu tersebut juga merupakan favorit saya dikarenakan liriknya yang relate dengan masa-masa remaja.
Dalam konser The Golden Hour ini, IU menjelaskan bahwasannya lagu Pallete dan Good Day sejatinya menggambarkan masa-masa ketika ia masih dengan semangat yang membara di umur 20-an.Â
Pallete bercerita mengenai kehidupannya di umur 25, sedangkan Good Day bercerita mengenai masa-masa remaja yang penuh cinta.