Detail-detail yang ditunjukkan tentunya membuat film ini juga terlihat realistis. Bagaimana ia membuka banyak tab dalam satu layar, membuka spotify, tiktok, instagram, dan berbagai platform lainnya membuatnya benar-benar terlihat seperti generasi Z ketika sedang menggunakan laptop.
Terlalu banyak kejutan yang membuat filmnya terasa penuh
Sebagai sekuel, Missing jelas berambisi untuk jadi lebih superior dibanding film pendahulunya. Film ini ingin tampil lebih mengejutkan, lebih menegangkan, dan memperbanyak unsur-unsur baru di dalam filmnya.
Sayangnya, hal tersebut membuat Missing terasa terlalu penuh dan melelahkan. Babak paruh awal berjalan penuh kejutan yang diambil dari berbagai prespektif, dan masih memberikan ruang untuk penontonnya ikut berpikir dan menebak-nebak siapa pelakunya. Namun di paruh kedua, naskah buatan Nick Johnson dan Will Merrick tampak terlalu penuh, terlalu berambisi untuk memberikan kejutan berlapis pada penontonnya.
Kita bukanlah June yang gesit mencatat seluruh informasi yang ia dapatkan. Namun film ini tak memberikan kita ruang untuk bernapas sejenak dan berpikir. Misterinya rumit, dengan twist yang berlapis dan berjalan cepat. Jika kita tidak benar-benar fokus, maka kita akan dengan mudah melewatkan banyak detail-detail penting.
Seperti metode apa yang digunakannya dalam penyelidikan, mengapa karakter A tiba-tiba melakukan hal aneh, dan kejutan-kejutan lain akan terasa membingungkan jika kita tak benar-benar memperhatikan. Alhasil, saya merasa cukup lelah ketika menontonnya.
Berbeda dengan Searching yang fokus pada satu twist besar di endingnya, Missing justru seperti lupa akan tujuan utamanya di babak akhir. Ia malah berubah bak film crime yang ingin terlihat sadis dan menegangkan.Â
Menyindir isu sosial dan kita yang kerap menggunakan medsos
Di balik filmnya yang penuh kejutan, Missing tetap berhasil menyelipkan isu-isu sosial, terutama yang berkaitan dengan media sosial. Bagaimana respon orang yang begitu cepat 'menyimpulkan' ketika melihat kasus tertentu, juga bagaimana para influencer serta orang-orang yang memanfaatkan momentum kasus dengan tujuan 'numpang viral'.
Respon orang-orang tersebut ditunjukkan dengan beragam. Ada yang dengan membuat podcast di Youtube, berkomentar pedas di Twitter, membuat teori di Tiktok, dan di media lain membuat filmnya semakin terlihat realistis dan benar-benar terjadi di sekeliling kita.
Kurangnya perasaan emosional dan kekeluargaan