Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Penolakan Dakwah Nabi Nuh, Ketika Manusia Lebih Mendahulukan Akal Dibanding Iman Mereka

3 Mei 2021   22:53 Diperbarui: 4 Mei 2021   07:55 4072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal yang menyelamatkan Nabi Nuh bersama pengikutnya dari banjir besar yang menenggelamkan kaumnya. Foto ilustrasi: Getty Images

Allah menurunkan Al-Qur'an dan mengutus para nabi bukan hanya untuk sekedar diambil dan didengar saja. Kita juga bisa belajar dari pengalaman para nabi ketika ia diberikan ujian, ketika berdakwah, ataupun ketika diberikan nikmat yang begitu besar oleh Allah.

Ketika mendengar kisahnya, kita bisa mengambil hikmah dan meneladaninya. Dengan hal tersebut, kita bisa mengetahui bagaimana cara kita bersabar ketika menghadapi ujian, berdakwah, ataupun diberi kenikmatan.

Kali ini saya akan membahas mengenai kisah Nabi Nuh 'Alaihissalam. Kisah ini menceritakan tentang bagaimana perjuangannya dalam berdakwah. Serta banyak pelajaran yang dapat kita teladani dalam kehidupan sehari-hari.

Setelah Nabi Idris wafat, manusia mulai membuat patung dan menyembahnya, seperti menyembah kepada Allah. Manusia mulai melupakan Allah, mereka kini menyembah pada pada patung dan berhala. 

Pada saat itu, Allah mengangkat Nabi Nuh sebagai nabi yang memberikan petunjuk jalan yang benar bagi manusia. Nabi Nuh berdakwah, agar kaumnya kembali beriman pada Allah. Namun, seruan Nabi Nuh tidak dihiraukan, termasuk oleh istri dan anaknya sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam surah Nuh ayat 5-9 :

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam."

Hanya sedikit dari mereka yang mau bertaubat. Nabi Nuh kemudian berdoa pada Allah, agar diberi petunjuk dalam membimbing umatnya. Allah berfirman :

"Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku perihal orang-orang yang zalim itu. Sesungguhnya mereka nanti akan ditenggelamkan." (QS. Hud: 37)

Allah menyuruh Nabi Nuh agar membuat kapal yang sangat besar. Kapal itu nantinya akan menyelamatkan manusia dari banjir bandang yang akan segera datang. Nabi Nuh mengingatkan umatnya, bahwa banjir besar akan datang, dan hanya Allah yang bisa menyelamatkan mereka semua. Sayangnya, umat Nabi Nuh tetap tidak percaya.

Ketika kapal telah selesai dibuat, Nabi Nuh dan pengikutnya telah selesai bersiap-siap sesuai dengan perintah Allah. Nabi Nuh membawa hewan masing-masing sepasang, jantan dan betina. 

Hukuman datang dari Allah bagi orang yang tidak mau beriman. Di tengah cuaca yang panas, hujan badai datang dengan cepat, banjir besar menghancurkan dan menenggelamkan semua yang ada.

Setelah badai berhenti, Nabi Nuh dan para pengikutnya membangun sebuah pemukiman. Nabi Nuh terus berjuang untuk berdakwah hingga usia 950 tahun. Kisah ini diambil dari surah Al-Ankabut ayat 14 dan 15.

Berdakwah membutuhkan kesabaran dan keteguhan hati.

Dari kisah di atas, kita dapat belajar dari Nabi Nuh bahwasannya dalam berdakwah, kita harus mempunyai rasa sabar dan hati yang kuat. Bayangkan saja, beliau telah berdakwah beratus-ratus tahun, menyampaikan kebenaran, namun hanya sedikit orang yang mau percaya. Apakah ia menyerah?

Tidak, ia sama sekali tidak menyerah. Ia tetap berdakwah hingga akhir hayatnya.

Nah, bagaimana dengan kita?

Keika teman melakukan kesalahan, ataupun kita melihat suatu kemungkaran, dan melihat manusia terjebak dalam kesesatan. Kita seringkali langsung pesimis, merasa bahwa mereka tidak bisa berubah, dan takut ketika ingin berdakwah kepada mereka. Kita takut kehilangan teman dan takut dakwah kita ditolak begitu saja.

Makna dakwah sendiri adalah menyampaikan kebenaran. Misalnya, temanmu sedang bergunjing membicarakan keburukan orang, lalu kamu mengingatkannya bahwa bergunjing termasuk perbuatan yang buruk. Maka kamu telah berdakwah kepada temanmu sendiri.

Ketahuilah, teman. Hakikat dari dakwah bukanlah untuk menyenangkan semua orang. Ketika kita berdakwah, tujuan kita bukanlah ingin jadi pusat perhatian atau didengar oleh semua. Tujuan kita adalah untuk menyebarkan kebenaran. 

Seringkali kita melihat ada orang yang berdakwah dengan paksaan. Ketika ada orang yang menolaknya, ia langsung menuduhnya kafir. Ia langsung menyalahkan orang tersebut, menganggapnya sebagai ahli neraka.

Padahal, dakwah tak butuh penerimaan. Ketika Allah menyuruh kita untuk berdakwah, kita hanya disuruh untuk menyampaikan, bukan memaksakan. Allah berfirman pada surat Al Baqarah ayat 256, 

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat." (QS. Al Baqarah: 256).

Kenapa nabi Nuh bisa sekuat itu? Mengapa ia tidak kesal karena dakwahnya ditolak?

Jawabannya sederhana, selain karena ia punya kesabaran yang tinggi, Nabi Nuh juga paham bahwa berdakwah adalah sebuah proses yang panjang. Tugas utamanya hanyalah menyampaikan. Urusan diterima atau tidaknya, biarlah mereka yang memilihnya. Intinya, jangan pernah berhenti berdakwah, walau ditolak berkali-kali.

Ketika manusia lebih mendahulukan akal dibanding iman mereka

Mengapa Allah menyuruh Nabi Nuh untuk membuat kapal yang begitu besar, dan menurunkan hujan badai yang membuat banjir bandang? Apakah itu adalah bentuk hukuman?

Bisa saja begitu. Namun jika kita ingin melihat dari sisi lain, bahwasannya Allah sesungguhnya menguji umat Nabi Nuh, apakah mereka akan lebih mendahulukan akal mereka dibanding iman mereka?

Secara logika, aneh rasanya jika ada yang membuat kapal di sebuah gurun. Seandainya ada di zaman ini, pasti juga orang akan menertawakan dan menganggap orang yang membuat kapal tersebut adalah orang yang aneh.

Namun, dengan itu, Allah menguji mereka, bahwa terkadang hal-hal yang kita anggap mustahil, bisa saja terjadi seketika.

Kalau di zaman ini, mungkin kita pernah mendengar ada orang yang bangkrut seketika, kehilangan anak dan keluarga padahal baru bertemu tadi pagi, ataupun menghadapi peristiwa yang tak terduga. Beberapa kejadian memang tak bisa diterima oleh akal. 

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih mendahulukan iman. Ketahuilah bahwa Allah selalu punya cara yang tak terduga untuk para hambanya. 

Yuk, belajar dari kisah Nabi Nuh. Bahwa berdakwah butuh kesabaran dan proses yang panjang, serta tak boleh dilakukan dengan paksaan. Terkadang, Allah punya cara yang tidak terduga, yang seringkali tidak bisa diterima oleh akal. Kita harus lebih mengutamakan iman dibanding akal dan pemikiran kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun