Jawabannya sederhana, selain karena ia punya kesabaran yang tinggi, Nabi Nuh juga paham bahwa berdakwah adalah sebuah proses yang panjang. Tugas utamanya hanyalah menyampaikan. Urusan diterima atau tidaknya, biarlah mereka yang memilihnya. Intinya, jangan pernah berhenti berdakwah, walau ditolak berkali-kali.
Ketika manusia lebih mendahulukan akal dibanding iman mereka
Mengapa Allah menyuruh Nabi Nuh untuk membuat kapal yang begitu besar, dan menurunkan hujan badai yang membuat banjir bandang? Apakah itu adalah bentuk hukuman?
Bisa saja begitu. Namun jika kita ingin melihat dari sisi lain, bahwasannya Allah sesungguhnya menguji umat Nabi Nuh, apakah mereka akan lebih mendahulukan akal mereka dibanding iman mereka?
Secara logika, aneh rasanya jika ada yang membuat kapal di sebuah gurun. Seandainya ada di zaman ini, pasti juga orang akan menertawakan dan menganggap orang yang membuat kapal tersebut adalah orang yang aneh.
Namun, dengan itu, Allah menguji mereka, bahwa terkadang hal-hal yang kita anggap mustahil, bisa saja terjadi seketika.
Kalau di zaman ini, mungkin kita pernah mendengar ada orang yang bangkrut seketika, kehilangan anak dan keluarga padahal baru bertemu tadi pagi, ataupun menghadapi peristiwa yang tak terduga. Beberapa kejadian memang tak bisa diterima oleh akal.Â
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih mendahulukan iman. Ketahuilah bahwa Allah selalu punya cara yang tak terduga untuk para hambanya.Â
Yuk, belajar dari kisah Nabi Nuh. Bahwa berdakwah butuh kesabaran dan proses yang panjang, serta tak boleh dilakukan dengan paksaan. Terkadang, Allah punya cara yang tidak terduga, yang seringkali tidak bisa diterima oleh akal. Kita harus lebih mengutamakan iman dibanding akal dan pemikiran kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H