Menonton film, serial, hingga miniseri kini sudah menjadi kebutuhan di masa pandemi.
Hampir setiap orang membutuhkan hiburan. Mulai dari remaja yang lelah setelah sekolah online, hingga orang dewasa yang lelah setelah pulang dari kantor. Menonton film, serial, dan miniseri menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk melepas penat.Â
Apalagi, di masa pandemi ini, kita tak bisa bertemu dengan teman-teman terutama teman sekolah. Setiap orang pastinya akan merasa kesepian dengan hal tersebut. Namun, dengan menonton film, serial, ataupun miniseri, kita tak akan lagi merasa sendiri karena dengan menontonnya, kita seakan-akan mendapat kawan baru yang mempunyai berbagai pengalaman hidup.
Salah satu platform yang menyajikan berbagai film dan serial menarik adalah Genflix. Saya baru mencobanya kemarin dan saya kagum ketika membaca bahwa Genflix adalah karya asli anak bangsa Indonesia. Patut diapresiasi bangsa kita sudah mampu membuat platform film tersendiri.
Hal yang menjadi daya tarik utama di genflix adalah biaya berlangganannya yang terjangkau. Dengan uang Rp 5.000, kita sudah bisa menikmati berbagai macam film dan serial dalam satu hari. Ada berbagai paket yang ditawarkan, mulai dari paket sehari, seminggu, hingga sebulan. Pembayarannya juga dapat dilakukan menggunakan googleplay atau pulsa.
Apa yang membedakan platform ini dari platform streaming lainnya?
Di Genflix, kita bisa menemukan banyak film dan serial lokal yang jarang kita temui di aplikasi platform streaming lainnya. Ada berbagai genre yang bisa kita tonton, mulai dari comedy, romance, hingga thriller. Ada anime, drakor, dan juga konten original genflix.
Genflix juga menyediakan konten original berupa film dan serial baik yang diproduksi secara eksklusif oleh Genflix maupun bekerja sama dengan rumah produksi lokal dan komunitas-komunitas film.Â
Saya membeli paket seminggu seharga Rp. 10.000, dan memutuskan untuk menonton "Asya Story", salah satu serial original genflix yang mengangkat isu kekerasan seksual di kalangan remaja, khususnya di sekolah menengah atas.Â
"Asya Story" bercerita tentang Asya yang menjadi korban kekerasan seksual oleh Alex. Asya menjadi depresi dan situasi di rumahnya pun jadi tak terkendali. Walau begitu, ia menemukan pangeran penolongnya : Fano. Masalah menjadi rumit karena Alex merupakan sahabat dari Fano.
Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Fano? Akankah Alex bertanggung jawab? Apakah Asya mampu menghadapi depresinya?
"Asya Story" adalah miniseri original Genflix yang berjumlah 6 episode. Miniseri ini merupakan adaptasi dari novel aslinya karya Sabrina Febrianti yang telah dibaca lebih dari 27 juta kali di wattpad.
Penasaran, apa yang membuat miniseri ini wajib untuk kamu tonton? Yuk simak, ini ulasannya.
Mengangkat isu kekerasan seksual yang tengah ramai di Indonesia
Miniseri "Asya Story" mengangkat tema kekerasan seksual yang terjadi di kalangan remaja, khususnya di Sekolah Menengah Atas. Asya yang tadinya ceria, berubah jadi depresi dan selalu sedih setiap hari dikarenakan ia menjadi korban kekerasan seksual.
Dilansir suara.com, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau KemenPPPA mencatat hampir 2 ribu anak menjadi korban kekerasan seksual selama pandemi Covid-19.Â
Tepatnya, 1.962 anak menjadi korban kekerasan seksual. Angka ini menunjukkan kekerasan seksual mendominasi dari semua kasus kekerasan pada anak dengan total 3.297 kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual masih menjadi masalah yang belum usai di negeri ini.
Miniseri ini mampu mengangkat tema realitas remaja korban kekerasan seksual dengan baik dan detail. Walau ada adegan perkosaan, tak ditampilkan secara keseluruhan dan hanya ditampilkan gambarannya saja. Asya Story mampu menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual patut dilindungi, bukannya disalahkan dan dijauhi.Â
Suasana yang depresif
Miniseri ini cenderung menampilkan adegan-adegan yang depresif. Terutama ketika menyorot adegan Asya, suasana dibuat sedepresif dan sesedih mungkin, sehingga penonton bisa merasakan emosi yang tergambar dalam diri Asya.Â
Hal tersebut didukung dengan cinematography dan tone warna yang gelap dan menunjukkan suasana depresif. Hal tersebut menjadi nilai tambah dalam miniseri ini.
Durasi yang terlalu cepat
Miniseri yang berjumlah 6 episode ini berdurasi 11 menit di setiap episodenya. Menurut saya pribadi, hal tersebut adalah hal yang wajar dikarenakan ini adalah miniseries, yang durasinya tak sepanjang serial.
Namun, sayangnya, karena durasinya yang terlalu cepat, miniseri ini kurang mampu menyampaikan ceritanya dengan baik sehingga menimbulkan kejanggalan di beberapa bagian. Seperti, bagaimana latar belakang Asya sebelum peristiwa ini terjadi, mengapa Fano mau melindungi Asya, dan berbagai hal lain yang menyisakan berbagai pertanyaan bagi para penontonnya.
Ada baiknya jika kamu juga membaca novelnya di wattpad ataupun membeli bukunya. Mengapa? Karena nantinya pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal di miniseri ini akan terjawab di bukunya.
Latar Belakang yang disampaikan dengan jelas
Walau durasinya terlalu cepat, miniseri ini tetap mampu memberikan latar belakang para tokohnya dengan baik. Karakter Asya, Fano, dan Alex diberikan gambaran latar belakang keluarga dan masa lalunya dengan tepat walau tidak terlalu dalam.Â
Tokoh Alex, yang tadinya membuat penonton geram ketika melihatnya, diberikan latar belakang yang membuatnya melakukan pelanggaran tersebut. Ternyata Alex berasal dari keluarga yang broken home, yang membuatnya tak bisa merasakan kebahagiaan sehingga ia mencari kebahagiaan dengan cara yang salah.
Bagaimana kondisi keluarga Asya dan Fano juga digambarkan dengan baik, kita sebagai penonton akan merasa relate dengan keluarga kita saat ini. Orangtua Asya dikenal sebagai orang tua yang tegas, sedangkan orang tua Fano cenderung santai namun bertanggung jawab. Hal tersebut membuat suasana di miniseri ini terasa real dan tidak dilebih-lebihkan.
Akting para pemainnya yang natural
Akting para pemain disini patut diapresiasi karena mampu memberikan emosi yang baik untuk para penontonnya. Brigitta Cynthia yang berperan sebagai Asya mampu menyampaikan emosinya secara depresif sehingga penonton bisa merasakan kesedihan yang dialami oleh Asya.Â
Sani Fahreza yang berperan sebagai Alex juga mampu menunjukkan karakter anak-anak yang sering melanggar aturan di sekolah, bagaimana perasaan seorang anak yang broken home. Begitu juga dengan Firsan Abdullah yang berperan sebagai Fano, ia mampu menunjukkan karakternya yang tenang dan bertanggung jawab.
Akting para pemeran pendukung disini juga terlihat natural dan maksimal, terutama akting dari keluarga Asya dan Fano itu sendiri. Keluarga mereka yang membuat suasana film ini diisi oleh ketegangan dan kesedihan yang dialami oleh masing-masing keluarga.
Pentingnya Menjaga Diri dan Memberikan Sex Education terhadap anak
Miniseri ini mengajarkan bahwa pentingnya keluarga sebagai pelindung bagi anak. Orang tua harus bisa memberikan sex education kepada anak sedari dini, apa saja bahaya jika berhubungan di luar nikah, dan lainnya.Â
Miniseri ini juga menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual seharusnya diindungi, bukan disalahkan. Pelaku kekerasan seksual juga harus bisa bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukannya.Â
Itulah ulasan saya mengenai miniseri "Asya Story" original Genflix. Apakah kamu tertarik untuk menontonnya?
Overall, miniseri ini cocok ditonton khususnya bagi para remaja. Miniseri ini sukses menggambarkan realitas remaja korban kekerasan seksual. Cinematography dan alur ceritanya juga membuat suasana di film ini semakin depresif. Di ending, kita akan merasakan kebahagaiaan yang dialami Asya karena ia berhasil bangkit dari keterpurukannya.
Miniseri ini bisa ditonton di Genflix. Dengan biaya berlangganan yang murah, kamu bisa menikmati berbagai film dan serial lokal dengan mudah. Kualitas video yang ditampilkan juga jernih, tak kalah dengan platform lainnya. Yuk dukung industri perfilman Indonesia dengan menonton film dan serialnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H