Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pro dan Kontra Soal Animasi Nussa, Memangnya Ada Apa?

13 Januari 2021   05:27 Diperbarui: 13 Januari 2021   05:48 3280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin pagi saya iseng melihat trending topic twitter. #Nussa menjadi trending nomor 1. Saya memang sudah tahu beberapa permasalahannya, hanya saja saya tidak menyangka jika permasalah tersebut bisa sampai trending di twitter.

Saya tidak menyangka ketika ada yang memberi tuduhan dan komentar kebencian terhadap animasi pertama Indonesia yang akan dijadikan film ini. Siapa yang memulai semua ini? Tanya saya dalam hati.

Ternyata, siapa lagi kalau bukan Denny Siregar, salah satu orang yang seringkali nyinyir dan menyindir segala hal yang tidak sependapat dengannya. Salah satu yang disindirnya adalah animasi Nussa, ia berasumsi bahwa Nussa itu tidak nusantara juga punya pesan terselubung dari HTI. 

Ingin rasanya berkata kasar, namun apalah daya, percuma jika opini dibalas dengan kata-kata kasar. Lebih baik kita bahas satu persatu permasalahannya, balas tuduhan dengan fakta juga data, bukan dengan sekedar kata-kata. Maka dari itu, saya ingin menuliskan keresahan saya dalam artikel ini, agar nantinya semoga saja bisa mencerahkan dan menyudahi masalah ini.

Ada beberapa poin utama yang menjadi permasalahan yang dibahas oleh Denny Siregar. Daripada kita sibuk saling berdebat, yuk kita diskusi Bersama-sama.

Kenapa Nussa harus memakai gamis? Bukan Sarung?

"Kalau memang Nussa ini animasi buatan Indonesia, seharusnya angkat budaya Indonesia dong. Bukan malah pakai gamis kayak kadrun. Seharusnya pakai sarung biar terlihat lebih Indonesia." Itulah kesimpulan komentar-komentar yang mempermasalahkan animasi Nussa.

Baik, saya akan sedikit menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama, Sarung bukanlah berasal dari Indonesia. Menurut sumber sejarah, sarung berasal dari Yaman. Di negeri itu sarung biasa disebut futah. Sarung juga dikenal dengan nama izaar, wazaar atau ma'awis. Masyarakat di negara Oman menyebut sarung dengan nama wizaar. Jadi, jangan berlebihan mengangkat derajat sarung sebagai warisan Indonesia.

Kedua, setiap orang bebas menentukan pakaiannya tersendiri. Ketika orang memakai celana jeans misalkan, apa kamu akan berkata "Jangan pakai celana jeans, itu kan bukan budaya Indonesia!"? Pastinya kamu akan menghargai dan membiarkan orang tersebut berpakaian apapun asal sopan.

Ketiga, pembuatan animasinya jadi lebih mudah. Dibanding menggunakan sarung, gamis/jubah lebih memudahkan animator dalam membuat animasi karena hanya akan menjadi satu pakaian dengan warna yang sama. Jadi, ketika ada gerakan berlari atau lainnya, menganimasikannya akan lebih mudah.

Keempat, para pahlawan juga pernah memakai gamis. Kalau kamu bilang gamis itu nggak Indonesia, buatan kadrun, apa kamu berani berbicara seperti itu dihadapan para pahlawan? Coba lihat Tuanku Imam Bonjol dan pahlawan lainnya, mereka melawan penjajah dengan pakaian khas mereka yakni gamis. Jadi, masih mau bilang kalau gamis itu tidak sesuai Indonesia?

Tuanku Imam Bonjol, sumber : Tirto.id
Tuanku Imam Bonjol, sumber : Tirto.id

Kalau begitu, kenapa bajunya nggak ganti-ganti? Masa di rumah pakai gamis dan hijab?

Mungkin, orang yang berbicara seperti ini tidak paham dengan konsep film animasi. Berbeda dengan film yang direkam secara nyata, film animasi cenderung lebih sering menggunakan satu pakaian khas. Contohnya Upin & Ipin, apa mereka sering berganti baju? Kalau dilihat di tv, sepertinya baju mereka hanya itu-itu saja dan tidak pernah ganti.

Upin Ipin yang bajunya itu-itu saja, sumber : youtube.com
Upin Ipin yang bajunya itu-itu saja, sumber : youtube.com

Begitu juga dengan Nussa, akan sulit jika animator terus mengganti baju karakter animasinya. Lagipula, gamis Nussa dan Rarra yang memakai hijab sudah jadi ciri khas dalam film dan serial tersebut.

Tapi, bukankah berlebihan jika masih kecil sudah berhijab? Itu sama saja kayak didoktrin sejak dini!

Haduh, apa kita masih belum paham dengan Batasan-batasan agama? Atau mungkin kita yang tak pernah belajar agama? Di setiap agama, pasti punya ajaran tersendiri yang wajib dilakukan oleh para pemeluknya. Islam mewajibkan perempuan untuk menutup aurat sejak baligh, namun bukan berarti tidak boleh melakukannya sedari dini.

Pembiasaan kepada anak dalam mengamalkan ajaran agama itu penting dilakukan sejak dini. Bukan hanya agama Islam saja, bahkan agama lain pun seperti itu. Jika Islam mengajarkan perempuan untuk menutup aurat, lantas bukankah itu baik dilakukan sedari dini? Masa iya, kita mengajarkan anak kita untuk memakai pakaian terbuka sejak dini?

Lagipula, bukankah di Indonesia ini ada hak kebebasan dalam berpakaian? Secara formal, pengakuan Indonesia akan kebebasan berekspresi ini termaktub jelas dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 amandemen keempat.

Jika yang berpakaian terbuka saja masih dibolehkan, sangat aneh jika yang berpakaian tertutup malah dilarang. Memakai gamis, memakai hijab, cadar, kopiah, atau bahkan pakaian terbuka sekalipun adalah hak masing-masing orang. Tapi, itu kan atribut organisasi terlarang? Ah, mungkin kamu belum lihat Ip-Man pakai gamis/jubah.

Ipman pakai gamis, sumber : https://id.pinterest.com/mngalice/chinese-architecture/
Ipman pakai gamis, sumber : https://id.pinterest.com/mngalice/chinese-architecture/

Tapi, salah satu pembuatnya kan dari HTI, itu organisasi terlarang! Kalau anak-anak terpengaruh bagaimana?

Seperti yang dijelaskan Mas Angga Dwimas Sasongko dalam twitternya, ia berkata bahwa proses produksi film Nussa tidak mengundang dan mengajak tokoh agama manapun, termasuk Felix Siauw. Ia pun berkata bahwa

Masih bilang film ini punya pesan terselubung dengan HTI? Sudah nonton trailernya belum? Kalau belum, coba lihat dulu di bawah ini.


Bisa kita lihat dengan jelas dalam trailer di atas, bahwa film ini mengangkat tema kehidupan anak-anak sehari-hari. Iri dengan teman, ingin menjadi nomor satu, konflik dengan orangtua, memang relate dengan kondisi anak-anak saat ini. Jelas-jelas film ini berbeda dengan serialnya yang berfokus pada tema agama, film ini bahkan lebih kompleks dan bisa relate dengan siapapun dan agama apapun.

Jadi, kamu, Denny Siregar dan para pengikutnya, sudahi berbicara tanpa data dan fakta. Filmnya saja belum tayang, kok sudah nyinyir duluan. Apa sudah kehabisan bahan akibat tak ada lagi topik yang menarik untuk dibicarakan?

Baiklah, itu beberapa bantahan saya terhadap tuduhan yang menyerang animasi Nussa. Semoga kelak, pandemi ini bisa cepat berlalu, dan film Nussa bisa segera tayang sebagai film animasi Indonesia berkualitas seperti pixar yang akan menginspirasi keluarga-keluarga di luar sana.

Stop saling menghujat dan saling membenci, mari saling merangkul dan menghargai. Sesungguhnya film Nussa mengajarkan hal tersebut, Nussa yang termasuk orang difabel dikuatkan dengan orang-orang di sekitarnya, sehingga Nussa mampu bangkit dan mengubah kekurangannya menjadi suatu kelebihan. Merangkul yang lemah, menghargai pendapat orang-lain, adalah poin penting yang ada dalam animasi Nussa ini.

Terakhir, untuk kamu yang seringkali berkomentar asal di sosial media, Ingat ya, biasakan berbicara dengan data dan fakta, bukan sekedar opini belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun