"Kebahagiaanku adalah ketika melihat orang lain bahagia."
Mungkin, jika ibuku membuka pintu kamar, dia akan merasa aneh dengan tingkahku yang berbicara sendiri di depan cermin. Aku kembali berdebat dengan diriku sendiri.
"Jika begitu, kenapa kau masih haus akan pengakuan?"
"Haus bagaimana?"
"Engkau berbuat baik hanya untuk dihargai oleh orang lain. Engkau ingin dirimu menjadi sosok pelindung mereka karena dirimu sendiri tidak punya orang tersayang. Bagaimana bisa kau melindungi orang-orang jika kau sendiri tidak melindungi dirimu sendiri?"
"Apa maksudmu?"
"Tidak perlu memaksakan diri. Jika kau benar-benar tulus membantu dan melindungi, engkau seharusnya tidak terpengaruh oleh respon mereka. Jika kau ditolak atau dianggap aneh, jangan kau benci dirimu sendiri."
"Aku hanya kesal, juga kecewa. Kenapa diri yang bodoh ini selalu gagal untuk melindungi orang-orang, termasuk teman sendiri?"
"Tidak semua harus berubah sekarang. Yang penting kau sudah berusaha. Apapun respon mereka, jangan pernah berhenti melindungi. Namun juga jangan memaksakan diri. Biarlah mereka berubah menjadi lebih baik dengan sendirinya. Jangan menyakiti dirimu, jaga dirimu sendiri."
Aku tersenyum, pantulan diriku di cermin juga ikut tersenyum.
Baiklah, mari memulai hari dengan bahagia, dengan cara mengapresiasi segala hal yang telah dilakukan diri ini.Â