Sinar mentari mulai menampakkan dirinya, menyinari bumi dengan cahayanya. Awan-awan putih nan indah yang menghiasi pagi ini membuat orang-orang tersenyum lebar. Nampaknya hari ini tidak akan hujan.
Aku perlahan membuka mataku dan terbangun dari khayalan-khayalan semu semalam yang membuat tidurku berantakan. Aku membuka jendela, udara yang sejuk langsung membelai kulitku dan menenangkan jiwaku yang tengah bergelut dengan diri sendiri.
"Indah juga ya pagi ini."
Aku terdiam menatap awan-awan dan matahari yang mulai bersinar terang. "Andai kubisa seperti matahari, yang menerangi orang-orang dari gelapnya malam. Membuat para pekerja semangat memulai hari, membuat anak-anak senang karena bisa bermain dengan nyaman."
Tapi, matahari hanya bersinar hingga petang. Kata hatiku menolak.
Aku membalik badanku dan berjalan menuju kaca. Aku menatap diriku dibalik cermin, sembari bergumam pelan. "Mungkin, matahari tidak menyinari setiap saat karena dia tahu bahwa akan ada lampu atau cahaya api yang membantunya. Mungkin juga, matahari sengaja tidak menyinari tiap waktu agar manusia bisa merasakan dinginnya malam dan rasa kesepian. Bukankah hal itu yang membuat manusia jadi lebih manusiawi?"
Aku berfokus melihat mataku yang terlihat bengkak di dalam cermin. Mungkin karena tangisan semalam.Â
"Hei, kenapa kamu begitu memaksakan diri untuk melindungi orang-orang?" tanyaku pada diri sendiri.
"Aku tidak ingin mereka terluka dan merasa sendirian di dunia yang penuh sandiwara ini."Â
"Namun, bukankah kau terlalu memaksakan diri?"
"Kebahagiaanku adalah ketika melihat orang lain bahagia."
Mungkin, jika ibuku membuka pintu kamar, dia akan merasa aneh dengan tingkahku yang berbicara sendiri di depan cermin. Aku kembali berdebat dengan diriku sendiri.
"Jika begitu, kenapa kau masih haus akan pengakuan?"
"Haus bagaimana?"
"Engkau berbuat baik hanya untuk dihargai oleh orang lain. Engkau ingin dirimu menjadi sosok pelindung mereka karena dirimu sendiri tidak punya orang tersayang. Bagaimana bisa kau melindungi orang-orang jika kau sendiri tidak melindungi dirimu sendiri?"
"Apa maksudmu?"
"Tidak perlu memaksakan diri. Jika kau benar-benar tulus membantu dan melindungi, engkau seharusnya tidak terpengaruh oleh respon mereka. Jika kau ditolak atau dianggap aneh, jangan kau benci dirimu sendiri."
"Aku hanya kesal, juga kecewa. Kenapa diri yang bodoh ini selalu gagal untuk melindungi orang-orang, termasuk teman sendiri?"
"Tidak semua harus berubah sekarang. Yang penting kau sudah berusaha. Apapun respon mereka, jangan pernah berhenti melindungi. Namun juga jangan memaksakan diri. Biarlah mereka berubah menjadi lebih baik dengan sendirinya. Jangan menyakiti dirimu, jaga dirimu sendiri."
Aku tersenyum, pantulan diriku di cermin juga ikut tersenyum.
Baiklah, mari memulai hari dengan bahagia, dengan cara mengapresiasi segala hal yang telah dilakukan diri ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI