Mohon tunggu...
Alfian Arbi
Alfian Arbi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aquaqulture Engineer

Aquaqulture Engineer I Narablog

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Buzzer, Perjuangan Ideologi atau Malah Profesi?

8 Oktober 2019   09:16 Diperbarui: 10 Oktober 2019   07:16 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun politik juga dimasukkan ke dalam komoditas yang sangat seksi ketimbang produk sehari-hari untuk di-improve kedalam bentuk propaganda di media sosial.

Isu politik inilah yang menjadi ibu kandung dan akar kuat yang memperuncing perbedaan yang sudah tertanam bagi setiap user medsos -- ya user juga manusiakan?- 

Dan seterusnya sampai sekarang, politik akan selalu dikaitkan dengan perbedaan SARA yang tidak ada habisnya diperdebatkan.

Dan dari sinilah istilah buzzer menjadi seksi dan populer. Meskipun ada juga alasan buzzer, jika mereka adalah relawan yang berjuang tanpa pamrih karena terikat perjuangan ideologi yang mungkin hanya menginginkan surga versi mereka saja, untuk melakukannya.

Namun dibalik faktanya, menjadikan profesi buzzer saat ini, ya cukup juga menjajikan. Cukup modal Hp dan kuota, dan permainan kata, serta kebencian yang memuncak, ya jadi-lah itu 'barang'.

Tapi apakah salah menjadi seorang Buzzer? 

Dengan kedua alasan di atas baik tanpa materi dan juga materi, ya tetap juga diri kita adalah Buzzer kan?

Dan lihatlah, salah satu turunan negatif yang ditimbulkan, adalah kasus Ninoy Karundeng, yang terlibat bentrok dengan lawan Buzzernya.

Dalam video beredar menyebut dirinya adalah adalah Buzzer --salah satu kubu- yang katanya juga bersifat independen dan bergaji jutaan rupiah sebulannya.

BACA JUGA : MERINDUKAN KERAMAHAN INDUSTRI SAWIT

Nah jadi, untuk membelah tujuan diri pribadi kita utamanya, apakah  seorang Buzzer --yang sengaja atau tidak- harus memiliki tujuan ideologi atau dijadikan profesi. Sepertinya kita akan terus bersikap malu-malu kucing untuk mengatakannya yes am buzzer? Ih, kenapa maluk ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun