Mohon tunggu...
Alfian Arbi
Alfian Arbi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aquaqulture Engineer

Aquaqulture Engineer I Narablog

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Buzzer, Perjuangan Ideologi atau Malah Profesi?

8 Oktober 2019   09:16 Diperbarui: 10 Oktober 2019   07:16 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah membaca sejenak Timeline kawan di berbagai platform media sosial, kita bisa saja terbius oleh kesukaan atau kebencian terhadap kebenaran atau  kebohongan informasi yang berhamburan di sana.

Jika kita atau teman merasa suka atau benar -menurut kita saja- atas informasi tadi, ya sudah share saja, minimal dikasi jempol sebagai penanda jika kita iyes atas info benar-salah tadi.

Ini aktifitas jemari yang remeh-temeh sih, tapi bisa saja kebiasaan yang berulang tadi itu adalah keinginan Real-Buzzer untuk membuat viral dan menggiring opini yang mengangkat suatu isu yang lagi hits.

Ya isu berupa informasi apa saja, yang sengaja dihamburkan di time-line media sosial tadi. Jika itu terjadi, wah betapa senang sekali para Real-buzzer, karena dia sudah sukses tuh!

Duh artinya, otomatis kita bagian dari Buzzer dong, meski ya tidak sadar atau sengaja.

Tapi, pastilah  kita agak gak terima jika kita dikatakan Buzzer oleh orang lain, yang berlainan sudut pandang tentang yes or no terhadap suatu isu politik misalnya.

Namun panggilan Buzzer seakan sudah menjadi justifikasi, untuk menunjukkan adanya tanda perbedaan kita terhadap apa saja yang kawan sebarkan di timeline kan?

Iya, teman yang berbeda padangan politik bisa saja menyebut kita buzzer dan sebaliknya, sampai kiamat nanti -bahkan!-

Kamu buzzer?

Ingat tidak dahulu ketika Pilkada Jakarta 2012? Istilah Buzzer mulai marak dirasakan. Banyak sekali pasukan siber atau Buzzer salah satu Paslon Pilkada Jakrata yang melancarkan isu propaganda politis lewat media sosial, dan akhirnya berhasil.

Padahal sebenarnya muasal terciptanya pasukan siber atau buzzer itu marak untuk membuzz atau mendorong strategi marketing produk, dan sangat efektif ketika flatform Twitter diperkenalkan di tahun 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun