Eit, inget! Penyebutan nama Roger Stone ini tidak ada hubungannya dengan nama-nama Capres yang sedang bertanding Di Indonesia sat ini. Ini hanyalah contoh, jika kebohongan adalah suatu celah demokrasi yang berharga dalam kegiatan politik.
Stone disebut sebagai konsultan politik yang menggunakan cara Rasis dan menyemburkan Hoak dalam pemilihan Presiden USA beberapa tahun silam.
Rumus tak-tik politik Stone adalah serang, serang, serang jangan pernah bertahan. Lalu ada juga, jangan mengaku, sangkal semua dan luncurkan serangan balik.
Dalam praktiknya, Stone meramu isu atau hoax yang sempurna seperti, menyatakan cincin kawin Obama terselip ayat-ayat Al-quran, lalu juga kriminalitas berkaitan erat dengan warga kulit hitam, dan Bill Clinton punya anak laki-laki kulit hitam bernama Denny Williams hasil hubungannya dengan pelacur.
Wah ngeri-ngeri sedap semburan hoax dan kebohongannya itu kepada lawan politiknya. Hingga akhirnya dengan narasi atas dasar kebohongan itu, dia dianggap berhasil membantu Trump dalam merebut kursi Presiden USA, dengan simpatisan suara yang mendominasi.
Dalam politik, apa saja menjadi halal-kan? Dan kesuksesan Trump dengan tak-tik ini sudah menjadi model yang juga diperjuangkan dalam peralihan kekuasaan di banyak negara. Dan menjadi tantangan tersendiri dalam kompetisi politik di negara demokrasi, termasuk di Indonesia.
Poinnya adalah, saya tidak bermaksud menunjuk, pihak mana dari 01 atau 02 yang menjiplak tak-tik mereka itu, saat sekarang.
Namun poinnya, Â pertama adalah, ada satu hal yang bergeser dari kemauan kita untuk bisa menegakkan Demokrasi ini dengan pondasi kejujuran. Lewat apa, tentu saja hal yang sederhana, perdebatan yang solutif diantara kedua kontestansi ini.
Dan yang kedua, agar kita menjadi paham jika, politik akan menggunakan segala macam cara yang menjadi celah dalam meraih kesuksesan politik.
Dan jika kita sudah mengerti kedua hal itu, kita kemudian menjadi sadar, dan segera dapat mengidentifikasi dan mencari tahu mana hal yang berbau kebohongan dan tidak dalam selipan opini di setiap kontestan politik yang bertanding saat ini.
Karena kita juga tidak bisa jua menyalahkan jika pilihan kita masih atas dasar pada  selera suka atau tidak suka pada kandidat calon, bukan layak atau tidak.