Institusi Pendidikan Indonesia Sebagai Pencetak Buruh Terbaik ?
Bagi generasi Milineals, yang baru saja merayakan kelulusan di jenjang SMA/SMK, ataupun jenjang sarjana pun, pasti telah merasakan buasnya hidup kan? Apalagi kalau bukan, sana-sini mencari pekerjaan yang layak dan sesuai spesifikasi bidangnya.
Dengan sempitnya lapangan kerja ditambah lagi kompetisi pasar bebas tentu saja, harapan tidak sepenuhnya digantungkan kepada Pemerintah. Apalagi harapan itu terus digantungkan dalam ajang Pilpres 5 tahunan. Yah ujungnya menggantungkan pada harapan bertambahnya formasi CPNS.
Harusnya ada inisiasi untuk belajar apa saja agar bisa mengkoleksi kemampuan dan ketrampilan lainnya untuk berkompetisi mencari pekerjaan, bahkan peluang mencipta pekerjaan.
Melihat data lagi, pada range agustus 2016-2017, institusi pendidikan SMK menjadi lumbung pengangguran tertinggi di Indoneisa. Apa yang salah dari sistem pendidikan kita ya? Padahal, SMK merupakan institusi pendidikan dengan karakter pendidikan yang kuat dalam pencitpaan tenaga kerja siap pakai.
Coba tengok beberapa CEO yang berlatar belakang humaniora seperti Jack Ma (Alibaba) dan pendidikan bahasa Inggris, Susan Wojcicki (Youtube) yang mengambil studi sejarah dan sastra, serta Brian Chesky (Airbnb) yang meraih gelar Bachelor of Fine Arts.
Namun akhirnya, mereka tak jua bekerja sesuai latarbelakang pendidikannya kan? Terlebih mau menjadi buruh pengusaha. Mak-jleb kak..
Apa Mungkin Ada Yang Salah Dari Sistem pendidikan Kita Ya?
Mengawali semua dari proses belajar apa saja memang nampak terasa berat ya. Namun jika dilakukan secara spontan dan senang. Semuanya akan baik-baik saja.
 Semisal nih, tidak ada salahnya anak jurusan sastra bahasa Inggris belajar tentang tekhnisi komputer. Atau anak kedokteran belajar banyak hal tentang masak-memasak. Semua keterampilan tadi bisa menjadi added value untuk menukarkan waktu yang belum didapat dalam mencari pekerjaan sesuai latar belakang. Dan malahan bisa memberikan ide dalam usaha yang nyata.Â