Mohon tunggu...
Muhammad Satria
Muhammad Satria Mohon Tunggu... Penulis - Menambah Pengalaman dengan Menulis

Saya menulis apa saja yang saya harap bisa berguna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Saya Rasa Tidak

3 Agustus 2019   20:17 Diperbarui: 16 April 2020   16:41 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo credit: pexels.com

Sebenarnya sejak kelas 1 SMA, mereka memang, entah kenapa, tidak pernah ditempatkan di kelas yang sama. Namun ketika Faisal belum disibukkan oleh beasiswa, ia sering, bahkan sangat sering berkunjung ke kelas Noviza. Saat ini tentu sudah tidak. Terlebih di saat yang bersamaan, Noviza lebih memilih jalan lain ketika pulang dari sekolah. Ia tidak mau lagi melewati jalan tempat Faisal berjualan, entah kenapa, enggan saja.

Noviza yang kira-kira 2,5 tahun lamanya merasa terganggu oleh perhatian Faisal, sekarang justru merasa kehilangan. Noviza menduga-duga apakah Faisal merajuk karena sikap tak acuhnya, atau memang sudah lelah selalu diabaikan, atau jangan-jangan ada gadis lain yang, entah secara sengaja atau tidak, sudah berhasil mengambil Faisal dari dirinya. Sial, perubahan sikap penjual kue itu ternyata sampai membuat gadis ini merana. Namun sebenarnya, Faisal sama sekali tidak berniat mengabaikan Noviza, semua terjadi secara alami begitu saja.

Lama Noviza menimbang. Sebagai seorang yang selalu mendapatkan perhatian, cukup berat baginya untuk datang kepada Faisal. Gengsi pasti ada. Namun rasa rindu akan pujian dan candaan Faisal yang sudah sebulan penuh tidak lagi diterimanya, juga tidak kalah besar.

"Sudahlah, saya yakin dia tulus pada saya. Tidak patut bagi saya untuk terus menerus bersikap tak acuh padanya. Masalah harga diri, apalah arti harga diri? Memangnya selama ini dia mempermalukan saya? Dia justru selalu memuji saya." Gumam Noviza dalam hati. "Saya harus bicara dengan dia!" tambah Noviza lebih mantap lagi.

Niat tersebut akhirnya diwujudkan Noviza pada hari wisuda. Ia mencari celah bagaimana caranya ia bisa berbicara empat mata dengan Faisal. Agak sulit sebenarnya, karena laki-laki biasa tergabung dengan kawanannya, begitu pun wanita. Dua-tiga jam belum juga Noviza menemukan momen yang tepat. Sampai akhirnya, momen itu didapat juga kala waktu makan siang tiba. 

Noviza mendapati Faisal sedang makan sendirian di bangku belakang, kawanannya entah pergi ke mana, mungkin mereka ada di lantai bawah karena di sana ada tempat untuk berfoto ria. Sebenarnya agak berat langkah Noviza, khawatir Faisal benar-benar akan menolak berbicara dengannya.

"Dekat sekolah ada toko HP murah, pernah ke sana?" tanya Noviza saat sudah duduk tepat di samping Faisal.

"Eh, Noviza?!" Faisal yang sedang asyik makan terkejut akan kehadiran Noviza. "Apa? Maaf tadi saya tidak dengar."

"Ada toko HP murah dekat sekolah, kamu pernah ke sana, tidak?" Noviza mengulangi pertanyaan sembari tersenyum dengan manisnya.

"Oh, belum sih. Tapi... kenapa pula saya harus ke sana?" Faisal kembali mengorek-ngorek nasi dalam kotak dengan sendok plastik yang digenggamnya.

"Loh, saya pikir HP-mu rusak." Noviza pura-pura salah menduga.

"Tidak, ini HP saya." Faisal sedikit memiringkan badan lalu menunjuk kantong sebelah kanan celananya.

"Lalu... kalau HP-mu baik-baik saja, kenapa beberapa bulan ke belakang ini kamu jarang, dan bahkan tidak pernah lagi menghubungi saya? Kamu marah pada saya?" tanya gadis itu sembari menggeser duduknya semakin dekat ke arah Faisal.

"Oh itu, maaf, mungkin karena saya terlalu sibuk. Saat ini saya sedang fokus pada beasiswa. Waktu saya habis untuk mempelajari dan melengkapi berkas-berkas persyaratannya." Faisal berterus terang.

"Ah, syukurlah, saya kira kamu marah pada saya." Noviza menghela napas lega.

"Hahaha, kenapa pula saya marah? Memangnya kamu ada salah?"

"Mungkin saja, selama ini kan kamu perhatian betul pada saya, tapi saya-nya cuek saja." Faisal hanya menyimak. "Tapi kalau boleh tau, kenapa sih kamu begitu perhatian dengan saya?" Noviza melempar tanya.

"Sederhana saja. Bicaramu bagus, suaramu merdu, wajahmu cantik, kamu cerdas, bagaimana mungkin saya tidak terpesona?" jawab Faisal meyakinkan.

"Sebatas itu saja?" tanya Noviza lebih dalam lagi.

"Saya pikir, sudah saya sebutkan semua alasan saya." Timpal Faisal sembari menunjukkan ekspresi wajah berpikir, kalau-kalau memang masih ada alasan lainnya.

"Maksud saya..." agak ragu Noviza melanjutkan, "...bukan karena kamu menyukai saya?"

"Suka? suka yang seperti apa?"

"Entahlah. Yang saya tau, di mana ada suka, di situ ada cinta." Faisal terdiam. "Kamu mencintai saya?" Faisal semakin terdiam. Dalam hati ia bergumam, "Aduh, apa pula kamu membicarakan hal seperti itu di sini, di mana banyak orang bisa mendengar?"

"Jujur saja, kamu cinta dengan saya?" Faisal semakin tertekan.

"Aduh, bagaimana ya? Tapi kamu jangan semakin mejauhi saya setelah tau jawabannya, ya?!" Noviza mengangguk pelan dan semakin menatap tajam Faisal.

"Sejujurnya, saya rasa... tidak." Jawab Faisal lirih sembari sedikit menggelengkan kepala. "Tidak ada rasa cinta dalam diri saya padamu, Noviza. Semua yang saya lakukan hanya sebatas kekaguman".

Betapa terpukul Noviza mendengar jawaban itu. Ia tertunduk. Kedua tangannya secara perlahan mulai sibuk merapikan lipatan-lipatan kebaya yang dikenakannya. Sebenarnya tidak ada yang perlu dirapikan, ia berbuat demikian agar Faisal tidak menyadari bahwa dirinya sedang berusaha menahan air mata. Di sisi lain, Faisal juga tidak salah. Semuanya tulus ia katakan. Memang apa lagi?

Pertama, sedari awal ia sudah sadar bahwa ia tidak akan pernah memiliki Noviza. Ia, entah kenapa, merasa senang saja 'menggoda' Noviza. Kedua, saat ini ia sedang fokus pada masa depan pendidikannya. Ketiga, ia sudah berusaha mencari paling tidak seberkas cinta untuk Noviza dalam hatinya, namun tetap saja tidak ada!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun