Program makan bergizi gratis untuk para pelajar yang rencananya akan segera diluncurkan pada awal pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto tampaknya masih simpang siur mekanisme pelaksanaannya. Mulai dari anggarannya yang dinilai berbagai pihak sangat fantatis nilainya hingga metode pelaksanaannya yang juga diamati tidak bisa seragam di berbagai tempat.
Hal ini terlihat dari kampanye program makan bergizi gratis yang sudah berlangsung waktu lalu, dimana sebenarnya mendapat respon positif dari pihak sekolah dan para pelajar, namun pada pihak pemerintah ternyata masih belum bisa menentukan secara pasti berapa anggaran per porsi untuk makan bergizi gratis, begitu pula mekanismenya yang ternyata kendalanya bisa berbeda-beda di lain tempat.
Sejak masa kampanye pilpres, dimana presiden terpilih, Prabowo Subianto menggunakan program makan bergizi gratis sebagai senjata utamanya dalam meraih suara, dan hal tersebut sangat terlihat, dimana semenjak beliau terpilih, konsolidasi pada kementerian terkait tentang program ini ternyata sudah "OTW" untuk mematangkannya.
Tentunya kita semua berharap, apa yang sudah dijanjikan pada masa kampanye, semoga akhirnya dapat terealisasi dengan baik. Namun, apabila seandainya pada pelaksanaannya ternyata ada kendala, sehingga mungkin tak dapat diaplikasikan setiap hari berkaitan anggaran, maka sebenarnya dari para pelaku dunia pendidikan pun tak mempermasalahkannya, karena masalah utama pendidikan pada bangsa ini, utamanya bagi pelajar bukanlah perihal perut semata, namun justru yang harus diperhatikan adalah permasalahan darurat literasi.
Jika masalah perut, saya yakin setiap orang tua pasti setiap hari mengusahakan anaknya untuk bisa sarapan bergizi dan mengenyangkan, karena apabila tak bisa memberikan hal tersebut, maka untuk apa dia menjadi orang tua, jika masalah dasar bagi anaknya perihal makan saja mereka tak mampu menyediakannya.
Justru pada keluarga miskin, problem utama bagi pendidikan anaknya, bukanlah pada hal memberinya bekal atau uang jajan, tetapi ketidakmampuan untuk membelikannya buku-buku berkualitas bagi perkembangan kognitif anaknya. Pada keluarga kelas menengah atau kaya pun banyak mengabaikan masalah perkembangan literasi anaknya, dimana kebanyakan mereka justru lebih memanjakan anaknya dengan paket data game mobile pada smartphone atau membelikannya game konsol keluaran terbaru ketimbang membelikannya buku-buku berkualitas secara rutin, untuk masalah makan sehari-hari, sudah dijamin kenyang serta bergizi plus susu formula.
Salah satu elemen utama dalam pendidikan adalah kemampuan literasi, dan hal inilah yang harusnya menjadi perhatian kita bersama. Dapat kita lihat pada pada peringkat Programme for International Student Assessment atau PISA tahun 2022 untuk kategori literasi, dimana Indonesia mendapatkan skor literasi membaca sebesar 359 dan menempati peringkat 70 dari 80 negara, bahkan Indonesia masih kalah rangkingnya dengan negara tetangga seperti Singapura, Thailand, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Kondisi tersebut sudah cukup menjelaskan bahwa pelajar kita sedang mengalami darurat literasi bukan darurat kelaparan. Kemampuan literasi adalah pembuka kotak pandora bagi setiap pelajar untuk mengembangkan kognitif serta afektifnya dalam sebuah pembelajaran yang utuh.
Maka dengan demikian, jika bisa mengusulkan apabila program makan bergizi gratis masih sedang dirancang pelaksanaannya, mungkin Menteri Pendidikan yang baru nantinya bisa mencoba terobosan untuk membuat program "tandingan" yang sifatnya "gratisan" yaitu "Program Buku Gratis".
Program Buku Gratis dinilai jauh lebih bermanfaat bagi para pelajar dan orang tua wali murid, karena tentunya akan membantu meningkatkan literasi di masyarakat. Menumbuhkan minat baca bukan sekedar menghimbau belaka, tetapi juga harus memberikan kail, umpan beserta jorannya, agar para pelajar terbiasa melahap buku-buku berkualitas. Lalu bagaimanakah implementasinya kelak, berikut ulasannya.