Hampir setiap hari saya menemukan di jalan raya para pelajar yang kedapatan terkena tilang dari pak polisi, saat mereka membawa kendaraan sepeda motor.
Kebanyakan mereka ditilang karena tidak menggunakan helm, knalpot "ngebrong", bahkan saya sering melihat mereka menggunakan plat kendaraan yang justru bukan berisi nomor kendaraan, tetapi tulisan-tulisan ekspresif mereka.
Sudah jelas apabila si pelajar masih duduk di bangku SMP, pasti belum memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM), bahkan ada video viral seorang pelajar SMP yang ditilang di jalan raya oleh polantas, dan ketika orangtuanya dikonfirmasi kenapa mengijinkan anaknya sudah mengendarai sepeda motor di jalan raya untuk berangkat sekolah, dengan lugunya sang ibu menjawab sang anak sudah cukup umur berkendara dengan sepeda motor, padahal anaknya masih berusia 15 tahun.
Secara umum, para pelanggar lalu lintas yang masih di bawah umur sebenarnya mereka sangat tahu bahwa mereka melanggar lalu lintas, namun entah apa motifnya mereka tetap melabraknya dan melakukannya, inilah yang menjadi disebut perilaku delinkuensi.
Sarlito Sarwono dalam karya tulisnya Upaya Menanggulangi Juvenile Delequensi (2001) memberikan pengertian perilaku delinkuensi sebagai tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
Artinya perilaku delinkuensi bisa dikatakan bentuk dari kenakalan remaja di bawah umur yang kiranya hal tersebut perbuatan melanggar hukum, namun mereka tetap melakukanya, seperti vandalisme, tawuran dan termasuk di dalamnya melanggar aturan lalu lintas jalan raya.
Pada artikel kali ini akan berfokus pada perilaku delinkuensi pelajar yang kerap melanggar aturan lalu lintas jalan raya.
Dikutip dari statistik good stats yang dikutip dari kementerian perhubungan dan Korlantas Polri, Dari data yang dihimpun selama periode 2020-2023, terlihat angka kecelakaan di Indonesia terus mengalami kenaikan.
Angka kecelakaan di jalan pada 2020 mencapai 100.028 kasus. Dari angka tersebut, 73% kecelakaan melibatkan kendaraan sepeda motor. Untuk rentang usia pelajar, khususnya tingkat SMA menjadi kasus kecelakaan sepeda motor terbanyak, yakni lebih dari 80 ribu orang. Angka tersebut disusul oleh kasus kecelakaan oleh pelajar SMP sebanyak 17 ribu dan pelajar SD sebanyak 12 ribu orang. Sungguh data yang sangat miris bagi kita.
Lalu pada tahun 2023, kecelakaan yang terjadi di jalan telah mencapai 155 ribu kasus. Dari angka tersebut lagi-lagi didominasi pelajar sebanyak 66.602 dengan jenis transportasi yang sama, yakni sepeda motor.
Data dan informasi yang dihimpun Korlantas Polri menyebutkan setiap tahun angka kecelakaan yang melibatkan Gen Z atau pelajar selalu menempati posisi teratas.
Lalu jika demikian, bagaimanakah cara menekan delinkuensi di kalangan pelajar dalam berlalu lintas jalan raya, berikut beberapa hal yang bisa dijadikan perhatian kita bersama untuk menanggulanginya.
Mata Pelajaran Lalu Lintas
Pada bulan Februari 2024 lalu, PT Jasa Raharja meresmikan Mata Pelajaran Lalu Lintas melalui Direktur Hubungan Kelembagaan Jasa Raharja Munadi Herlambang berujar pihaknya mulai merealisasikan dan membangun kesadaran tertib lalu lintas di kalangan pelajar sejak 2023 lalu.
Ini (mata pelajaran lalu lintas) mulai tingkat SD atau MI, SMP atau MTs, sampai SMA atau SMK," kata Munadi saat meresmikan Mata Pelajaran Lalu Lintas bersama Korlantas Polri di Hotel Bumi Surabaya, Kamis (1/2/2024).
Munadi menjabarkan diseminasi pendidikan lalin itu bertujuan untuk membangun kesadaran tertib lalu lintas di kalangan pelajar. Maka dari itu, para guru mulai tingkat SD sampai SMA diberikan bekal berupa pelatihan, arahan, dan materi secara bertahap dan kontinyu.
"Kami sadar kami memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keselamatan masyarakat saat berkendara di jalan raya, sehingga konsen kami juga difokuskan terhadap ketertiban berlalulintas di jalan raya, apalagi keselamatan dalam berkendara adalah yang ingin kami sasar, tapi menciptakan tertib lalu lintas ini menjadi tanggung jawab kita bersama," ungkapnya.
Hal serupa diungkapkan Direktur Utama PT Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono. Menurutnya, para remaja dan Gen Z menempati posisi teratas korban kecelakaan.
Maka dari itu, beliau ingin ilmu dan mata pelajaran baru ini benar-benar tepat sasaran. Menurutnya, tak hanya memberi bekal ilmu, tapi juga mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari saat berkendara di jalanan.
"Harapannya para guru mampu memberikan pembekalan wawasan dan pengetahuan di sekolah masing-masing, sehingga Gen Z mampu menjadi pelopor keselamatan dalam usaha mencapai target zero accident. Apalagi guru dapat memberikan materi pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas di kelas sekolah mereka masing-masing," jelasnya.
"Dalam kurikulum baru ini, target kita menciptakan tertib lalu lintas fan dapat kita capai, supaya angka laka lantas termasuk di Jatim yang termasuk paling besar di Indonesia bisa ditekan," ungkapnya.
PT Jasa Raharja sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam memberikan santunan korban kecelakaan lalu lintas, juga memiliki tanggung jawab untuk menekan jumlah korban kecelakaan.
Semoga dengan adanya Mata Pelajaran Lalu Lintas dapat memunculkan kesadaran berlalu lintas di kalangan pelajar, dan bisa segera diimplementasikan dalam kurikulum pembelajaran di sekolah.
Sosialisasi Keselamatan Lalu Lintas memang kerap dilaksanakan oleh PT Jasa Raharja, Polri maupun Dishub ke sekolah-sekolah, namun dirasakan belum begitu besar pengaruhnya dalam menekan angka kecelakaan di kalangan pelajar, maka diharapkan dengan adanya Mata Pelajaran Lalu Lintas dapat menyadarkan para pelajar secara komprehensif.
Brainstroming Bersama Orangtua Wali
PR utama adalah memunculkan kesadaran para orangtua untuk bijaksana dalam memberikan ijin kepada anaknya untuk membawa kendaraan bermotor pergi sekolah, sekalipun sang anak sudah cukup usia dan memiliki SIM, karena ketika berkendara bukan sekedar "bisa", namun juga harus memiliki kematangan emosional.
Sudah banyak kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pelajar yang menggunakan kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua. Jika sudah demikian, yang patut disalahkan tidak bisa sepenuhnya pada sang pelajar, namun justru sang orangtuanya yang memberikan ijin.
Maka dari itu, untuk itu pihak sekolah, khususnya jenjang SMP dan SMA harus rutin mengadakan brainstroming tentang transportasi para pelajar yang hendak pulang pergi ke sekolah.
Pada rembugan tersebut diharapkan sebagian besar pelajar bisa diarahkan untuk bisa menggunakan alat transportasi angkutan umum, untuk menekan jumlah korban kecelakaan lalu lintas di kalangan pelajar yang menggunakan kendaraan sepeda motor.
Sementara apabila memang cukup banyak pelajar yang menggunakan kendaraan bermotor roda dua untuk pergi sekolah, diharapkan para orangtua untuk selalu memantau ketertiban dan kepatuhan para pelajar dalam berlalu lintas.
Kembali lagi kepada kesadaran dari para orangtua untuk bertanggung jawab akan delinkuensi para pelajar dalam berlalu lintas di jalan raya. Karena kepatuhan para pelajar itu dimulai dari lingkungan keluarga, jika ayah ibunya tertib, maka sang anak pun tumbuh jadi pribadi yang tertib pula. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H