Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Kenali Selective Mutism, Ketika Anak Tak Bisa Bicara di Sekolah

21 Agustus 2024   19:17 Diperbarui: 21 Agustus 2024   19:21 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak Enggan Berbicara dengan temannya di sekolah (sumber : School Nutrition Association )

Bagi para penggemar animasi negeri Jiran yaitu serial kartun "Upin-Upin", pasti mengenal beberapa teman dari tokoh utama Upin dan Ipin. Apakah para pembaca sekalian memperhatikan salah satu teman mereka ada yang cara bicaranya "gagu" atau lidahnya kelu, dia adalah "Ijat", salah satu tokoh dalam animasi tersebut yang sangat minim dialognya.

Mungkin banyak para penonton serial tersebut beranggapan bahwa Ijat adalah seorang yang tuna wicara atau bahasa lainnya "gagu", karena jika sedang berdialog dengan teman lainnya, dia sering menggunakan kode bahasa tubuh dan minim suara vokal.

Namun, pada episode lain, teman-temannya sempat kaget, ketika Ijat sempat bisa berkata beberapa kata. Berdasarkan hal tersebut, Ijat bukanlah seorang tuna wicara dan juga bukan speech delay, tetapi ia mengidap gangguan kecemasan yang disebut "Selective Mutism".

Selective mutism merupakan kondisi ketika seseorang mendadak tidak mampu berbicara pada situasi tertentu yang tak nyaman baginya, sebagai contoh di depan banyak orang atau dengan orang yang jarang ditemui. Kondisi ini secara umum berkaitan dengan gangguan kecemasan pada anak.

Selective mutism atau bisu selektif bisa terjadi pada siapa saja, namun hal tersebut paling sering dialami oleh anak pada usia balita, seperti hanya berlindung di balik tubuh orangtuanya jika bertemu orang lain atau menghindari keramaian, awalnya memang tampak normal saja, karena mungkin aspek dimana si anak memang punya sifat pemalu.

Namun gangguan kecemasan ini biasanya baru benar-benar pertama kali diketahui ketika anak mulai berinteraksi secara intens dengan orang-orang di luar keluarganya, seperti saat masuk taman kanak-kanak (TK) atau sekolah dasar, jika kecemasan ini hanya berlangsung pada minggu awal saja mungkin itu hal yang normal, tetapi akan menjadi perhatian apabila berlangsung cukup lama.

Anak yang berkarakter seperti tokoh "Ijat" memang selalu ada pada setiap jenjang kelas awal, mereka tidak bisu, namun hanya cemas lidahnya kelu hendak berkata pada lingkungan yang banyak orang. Tentunya hal ini sangat menganggu pembelajarannya.

Secara umum Selective Mutism adalah kondisi dimana sang anak kesulitan berkata-kata secara konsisten dalam situasi atau waktu tertentu, meski anak memiliki kemampuan untuk berbicara dalam situasi lainnya, seperti di rumahnya sendiri.

Ketidakmampuannya  berbicara bukanlah aspek karena kurangnya pengetahuan, tetapi lebih kepada aspek psikologis sang anak, sehingga ia memilih berbicara hanya pada situasi dimana ia merasa nyaman saja.

Kondisi dimana  seseorang dengan bisu selektif berada dalam situasi yang membuatnya sangat sulit berkata-kata, mereka mungkin akan berkomunikasi dengan cara berbisik, membuat tulisan atau membuat gerakan isyarat.

Dalam kasus anak-anak, kecemasan sosial ini dapat membuatnya bersembunyi atau melarikan diri, menggelayuti orangtua atau pengasuh, menangis, bahkan mengamuk. Biasanya hal ini terjadi apabila ada seseorang meminta mereka untuk berbicara.

Lalu bagaimanakah penanganan bagi anak-anak yang dirasa agak kesulitan dalam berkomunikasi ketika pembelajaran di sekolah, berikut beberapa hal yang kiranya yang dapat dilakukan jika sang anak mengalami gejala-gejala Selective Mutism.

Membiasakan Rumah Ramai

Pada banyak kasus, seorang anak yang sulit berbicara di sekolah adalah kondisi di rumahnya memang hanya ada orangtuanya saja, dan jarang bergaul dengan lingkungannya atau mungkin ia tinggal di tempat yang minim interaksi sosial.

Pada mulanya kebanyakan orang tua tidak menggubrisnya, namun baru merasakan kesulitan, ketika sang anak sudah mulai bersekolah, dimana ia sangat sulit melakukan komunikasi dengan guru serta teman-temannya.

Jika duduk perkaranya seperti ini, solusi yang diberikan cukup mudah, hanya perlu membuat kondisi rumah lebih ramai, seperti terkadang mengundang sanak keluarga ke rumah atau secara rutin pergi silaturahmi ke tempat kerabat atau tetangga.

Awalnya memang sulit bagi sang anak untuk beradaptasi, namun untuk kasus ini biasanya tidak berlangsung lama, intinya hanya pembiasaan interaksi saja.

Terapi Psikologi

Agak berbeda kasusnya jika sang anak ternyata memiliki ada kecenderungan spektrum autis atau speech delay. Maka dalam hal ini solusi terbaik adalah membawanya ke tempat terapi psikologi anak atau terapi wicara, karena ada banyak kasus jika ada kecenderungan spektrum autis

Terapis atau Psikolog anak tentunya akan mendiagnosis dan meng-assesment tentang apa saja yang menjadi sumber kecemasan sang anak, jika sudah mengetahui hal-hal yang membuatnya trauma, maka kita pun akan mengetahui perihal untuk mengurangi kecemasannya.

Memang ada beberapa kasus anak autis yang cenderung pendiam saat di kelas, namun di saat tertentu berbicara sendiri, namun ketika diajak berkomunikasi, dia tampak menghindar, walau sebenarnya dia paham maksudnya.

Pada kasus tokoh animasi "Ijat", dikisahkan dalam satu episode, dia menjadi Selective Mutism, dikarenakan trauma pasca kecelakaan jatuh dari sepeda. Dalam beberapa episode Ijat kadang suka tegang atau takut sehingga sulit berbicara ketika ditunjuk oleh gurunya ketika disuruh menjawab, bahkan dia bisa menjadi pingsan jika ada yang membuatnya trauma. Maka dari itu, dalam kasus ini perlu diketahui secara pasti penyebab utama kecemasannya.

Keterbukaan Orang Tua

Kasus lainnya, penyebab utama Selective Mutism pada anak adalah kondisi keluarga yang "broken home" seperti ayah ibunya bercerai, penuh kekerasan atau penelantaran. Memang cukup sulit untuk kasus ini.

Biasanya sang anak tampak memojok, merenung serta sering melamun dan sulit sekali diajak berbicara. Jika sudah demikian, pihak sekolah berhak "memaksa" kepada orang tuanya untuk menjelaskan kondisi sebenarnya di rumah.

Tentunya hal ini perlu dibatasi pihak sekolah yang bisa mengetahui duduk perkaranya, untuk menghormati hak privasi orang tua, cukup Kepala Sekolah, Guru Wali Kelas dan Guru Bimbingan Konseling saja yang berhak mendalami kasus tersebut kepada pihak orang tua wali.

Maka jika pihak sekolah sudah mengetahui persis duduk permasalahannya, maka perlu dibangun komitmen bersama antara kedua belah pihak untuk menumbuhkan kemampuan berkomunikasi sang anak, sehingga akan mendukung pembelajarannya di sekolah.

Support System di Sekolah

Semangat inklusif harus menggema di setiap sekolah-sekolah, para guru dan segenap warga sekolah harus memiliki kesadaran bersama bahwa semua peserta didik pasti memiliki latar belakang yang berbeda-beda, maka jika ada diantara mereka ada yang memiliki kecenderungan berbeda pada umumnya, maka jangan di-framing sebagai anak nakal atau anak misterius.

Termasuk juga dalam kasus anak yang memiliki gejala Selective Mutism, dimana para guru dan segenap tenaga kependidikan perlu peka terhadap beberapa peserta didik yang mengalami gejala yang demikian.

Maka dari itu perlu dibangun support System di sekolah untuk mengakomodasi murid yang mengalami hambatan komunikasi seperti Selective Mutism, sebagai contoh sang guru memperingatkan murid-murid lainnya untuk tidak boleh membully temannya yang masih enggan untuk bicara banyak.

Anak yang memiliki kecenderungan Selective Mutism masih sanggup berkomunikasi secara terbatas, maka teman-temannya pun bisa saling komunikasi dengan cara yang dirasa nyaman bagi anak Selective Mutism, seperti dengan kode bahasa tubuh, bisikan atau menulis di kertas.

Hal yang paling terpenting adalah bagaimana mengkondisikan sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi setiap peserta didik, termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus, setiap sekolah harus mempunyai semangat inklusif.

Keengganan berkomunikasi jamak terjadi pada murid-murid yang baru beradaptasi dengan sekolah baru, namun akan berbeda halnya jika ternyata berlangsung lama, maka disinilah perlu komitmen bersama antara pihak sekolah dan orang tua wali untuk membersamai anak-anak untuk tumbuh kembang menjadi pribadi yang sehat mentalnya. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun