Lalu bagaimanakah cara mengkritik pemain Timnas, utamanya para pemain muda agar tidak menjurus ke arah bully, berikut kiranya rambu-rambu dalam memberikan kritik untuk kemajuan sepakbola kita.
Kritik Komprehensif
Seperti yang saya utarakan di atas, format komentar atau pundit sepakbola itu minimal seperti Bung Kusnaeni, jika bicara runut, komprehensif, detail serta melampirkan data-data serta informasi yang jarang pemirsa ketahui, jadi seolah seperti membaca tabloid olahraga yang sajikan artikel komprehensif.
Saya rasa komentator atau pundit tanah air di jaman kekinian harus kembali ke "khitahnya" yaitu ketika memberikan analisanya harus dipenuhi argumen komprehensif yang di dasarkan data dan fakta, bukan faktor like and dislike.
Saya suka dengan pundit yang detail menjelaskan data-data berapa kali pemain itu melakukan tackle, percobaan, passing dan lainnya, sehingga kesimpulan yang ia buat pasti sangat komprehensif dan bisa dijadikan pegangan.
Kritik Bermartabat
Saya masih ingat, Coach Justin pernah menghina Son Heung Min sebagai "pemain badminton", atau membuat perumpamaan merendahkan Piala AFF sebagai piala Chiki, faktanya Son Heung Min adalah contoh pemain Asia yang luar biasa prestasinya di Eropa sementara fans kita pun juga senang kita beberapa kali juara AFF walau masih tingkat umur, intinya prestasi itu penting apapun levelnya.
Saya rasa itu ranahnya sudah ke arah opini pribadi, dan tidak layak diungkapkan ke publik, kalau bicaranya di warung kopi atau angkringan mungkin tak masalah. Seorang komentator bola atau Pundit harus bisa memberikan edukasi sepakbola yang obyektif kepada pemirsa, bukan malah menggiring opini sesuka dia.
Inilah yang namanya menciptakan kritik yang bermartabat, yaitu ketika menyampaikan tanggapan haruslah tetap menggunakan kata-kata santun wajar berdasarkan data dan fakta, bukan didasarkan pada selera opini belaka.
Kritik Membangun
Saya masih ingat pada tahun 2022, pelatih Persis Solo, Jacksen F. Tiago pernah mengalami paceklik kemenangan, entah bagaimana para supporter malah menyerang rumah keluarganya di Solo, sontak tak lama kemudian, Jacksen langsung mengundurkan diri, karena ia ingin melindungi keluarganya dari anarkisme para supporter.
Hal tersebut adalah gambaran para penikmat sepakbola sekarang yang kelewat FOMO, kita harus memahami bahwa sepakbola tak lebih dari senda gurau belaka, kalah dan menang adalah hal biasa, namun sekarang para fans seolah kadang lupa sebelumnya sang bintang lapangan pernah bermain bagus, namun di lain pertandingan bermain kurang sesuai harapan, maka langsung dibully dirujak oleh para netizen.
Tak hanya Arkhan Kaka, pemain muda lain seperti Marselino dan lainnya kerap menjadi korban bully, padahal sebelumnya mereka sempat dielu-elukan karena bermain apik, namun ketika bermain kurang bagus, langsung dihujat bahkan dimaki-maki di sosial media.
Budayakan kritik membangun, fans yang baik adalah memberi selamat kepada pemain ketika berprestasi, dan memberi semangat ketika pemain atau timnya mengalami kekalahan, sesederhana itu.