Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendesain PKBM Pendidikan Nonformal di Bumi Papua

13 Juli 2024   09:17 Diperbarui: 13 Juli 2024   13:51 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada salah satu bagian video tersebut, ada guru Sekolah Dasar asli Papua yang diwawancarai disana mengatakan bahwa sebagian anak-anak Papua yang bersekolah itu lebih senang bermain-main bersama dengan teman-temannya ketika tiba di sekolah. Mereka tetap belajar seperti biasa, tapi fokus mereka tetap suka bermain berlarian kesana kemari bersama temannya.

Pada video tersebut juga diwawancarai seorang kakek asli Papua yang merupakan pensiunan guru, juga memiliki cucu yang sudah menginjak kelas 6 SD namun belum bisa membaca lancar. Ketika diwawancarai, sang kakek juga berujar bahwa cucunya memang masih suka bermain bersama dengan temannya.

Pada bagian video lainnya, anak-anak Papua justru beramai-ramai mendatangi rumah baca yang didirikan oleh gerakan Buku Untuk Papua, hal tersebut menunjukkan sebenarnya anak Papua mempunyai minat belajar yang tinggi pula, mungkin inilah yang membuat mas Dayu agak sedikit khawatir, dimana justru anak Papua lebih 'prefer' pendidikan non formal ketimbang pendidikan formal di sekolah.

Melihat cuplikan video tersebut dan mempelajari falsafah hidup orang Papua, saya sedikit menyimpulkan bahwa masyarakat di sana sebenarnya tetap menganggap penting tentang pendidikan, namun mungkin format standar pendidikan formal yang diberikan Pemerintah agak 'kurang menarik'.

Saya tidak menyalahkan dinas pendidikan dan memang saya belum pernah kesana, tetapi saya melihat bahwa orang Papua memang memiliki falsafah hidup yang sedikit berbeda dengan kebanyakan suku-suku yang ada di Nusantara lainnya.

Falsafah orang Papua memang mereka adalah orang-orang yang pandai bersyukur serta sangat cinta damai. Mereka sangat menekankan arti damai dalam menjalani hidup, kebanyakan mereka adalah pribadi yang tidak terlalu 'hustle' dalam mengejar duniawi, mereka benar-benar menikmati hidupnya di tanah yang menyediakan segalanya bagi mereka.

Falsafah ini tercermin dalam filosofi Noken, yaitu sebuah tas khas Papua yang terbuat dari bahan-bahan alami dan khusus dibuat hanya oleh 'mama-mama' asli Papua dan cara memakainya di kepala. Orang Papua mengatakan filosofi Noken menekankan pada arti kedamaian dan kesuburan.

Arti damai pada Noken berarti pada dimana tas khas Papua tersebut biasa digunakan dalam konteks perdamaian, seperti alat tukar yang berisi hasil bumi antar suku agar saling damai bahkan juga dalam praktik politik yang sederhana, sebagaimana kita ketahui dalam kontestasi pemilu, ada beberapa suku yang masih memakai sistem Noken dalam menentukan hak pilihnya, mereka tak mempermasalahkan siapa presidennya, seperti kata Kaka Slank, "asal ada ubi untuk dibakar, asal ada babi untuk dipanggang, aku tetap senang".

Sepenggal lirik dari lagu "Lembah Baliem" tersebut memang menggambarkan betapa orang Papua sudah bahagia dengan kehidupannya disana, mungkin jika disurvey tingkat kebahagiaan di Indonesia, saya yakin orang Papua adalah kelompok masyarakat yang paling bahagia di Nusantara. Mereka suka menari, menyanyi dan mereka bahagia dari apa yang mereka punya.

Walau bagaimanapun mereka juga sadar bahwa mereka juga butuh kemajuan pendidikan, bukan untuk gagah-gagahan titel sarjana, bukan untuk bersaing di dunia kerja, bukan untuk bangun jalan tol, tetapi untuk melindungi kekayaan alam Papua dari tangan-tangan orang yang mau merampasnya melalui senjata yang bernama 'pendidikan'. Mereka tak mau lagi gunung mereka diambil asing, mereka tak mau lagi gerakan separatis memecah belah kedamaiannya, mereka hanya ingin hidup damai saja. Titik.

Maka karena itu konsep pendidikan formal kita yang masih agak berorientasi pada pencapaian akademik ketimbang memunculkan minat para peserta didik masih kurang menarik perhatian bocah-bocah Papua yang senang kebebasan dalam pembelajaran, walau kurikulum kita memakai embel-embel kurikulum merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun