Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendesain PKBM Pendidikan Nonformal di Bumi Papua

13 Juli 2024   09:17 Diperbarui: 13 Juli 2024   13:51 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan Bali, bukan Italia atau bahkan bukan Amerika, negeri yang ingin sekali saya kunjungi sekali seumur hidup selain tanah suci Mekkah-Madinah, nama negeri itu adalah Papua. Walaupun hanya mengetahuinya lewat buku ensiklopedia, buku populer, artikel, tayangan di televisi atau video-video di YouTube.

Saya pertama kali jatuh cinta pada tanah Papua, saat melihat buku fotografi karya dari om saya Ensadi Joko Santoso, beliau adalah seorang dosen di IKJ, yang semasa mudanya aktif di bidang fotografi, dan salah satu karyanya adalah buku kumpulan fotografi berkualitas tinggi yang mengambil objek suku pedalaman Asmat di Papua.

Saya yang waktu itu masih SMP terkesima dengan foto-foto hasil jepretan om saya, utamanya dapat menangkap kehidupan masyarakat Papua pedalaman serta landscapenya yang bagaikan surga.

Sejak saat itu, saya selalu bermimpi untuk bisa berkunjung kesana. Namun seiring perjalanan waktu hingga kini belum ada kesempatan untuk bisa singgah di bumi Cendrawasih.

Topik artikel ini mengambil tema pendidikan non formal yang merupakan ide tantangan dari Kompasioner mas Dayu Rifanto, seorang aktivis Buku Untuk Papua, dimana tantangan ini bermula kegelisahannya melihat geliat pendidikan di Papua yang masih perlu banyak perbaikan, maka dari Itu artikel ini akan banyak membahas pendidikan non formal di Papua.

Setelah membaca artikel "challenge" tentang pendidikan non formal dari mas Dayu Rifanto, saya mencari tahu kiprah dari beliau, saya akui bahwa kita harus memberi applaus standing ovation dan acungan jempol untuknya atas perjuangan literasinya di Bumi Cendrawasih. Dimana beliau menginisiasi mendirikan banyak taman baca di Papua dengan gerakan Buku Untuk Papua yang menggalang sumbangan buku untuk bocah-bocah Papua.

Kegelisahan yang mas Dayu khawatirkan adalah dimana anak-anak Papua justru menyenangi mendatangi taman baca ketimbang rajin datang ke Sekolah, artinya disana ada kecenderungan dimana anak-anaknya lebih antusias pada format pendidikan non formal ketimbang pendidikan formal.

Mengetahui hal tersebut, membuat saya penasaran sebenarnya ada apa sih dengan kondisi riil di Papua, saya pun mencoba meriset dengan melihat beberapa video yang berkaitan gerakan Buku Untuk Papua di YouTube. Ada salah satu yang menarik perhatian saya dari sekian banyak video adalah ternyata banyak peserta didik di Papua yang belum bisa membaca lancar padahal mereka sudah menginjak kelas 6 SD.

Suasana anak-anak belajar di Taman Baca Pinjam Pustaka (sumber: Instagram Pinjam Pustaka)
Suasana anak-anak belajar di Taman Baca Pinjam Pustaka (sumber: Instagram Pinjam Pustaka)

Sepintas terlihat apakah ada masalah serius disana, apakah kualitas gurunya ? apakah infrastrukturnya ? apakah salah pola asuhnya ? apakah anak-anaknya malas belajar ?, ternyata bukan karena kesemua faktor tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun