Udara sejuk menyeruak ke dalam relung nafas ini, pemandangan Cemara hijau perbukitan memanjakan mata di sepanjang perjalanan menuju Bumi Perkemahan Pleseran, Nglurah Tawangmangu, Karanganyar.
Sekitar akhir tahun lalu, sekolah kami mengadakan perjalanan trip gathering untuk para guru dan tenaga kependidikan ke Bumi Perkemahan Pleseran, Tawangmangu, lokasinya terletak tepat di kaki gunung Lawu, tentunya menambah keseruan acara gathering ini karena tempatnya yang berhawa sejuk dan pemandangan gunung yang elok.
Pada saat itu, kebetulan jalan dari jalur utama menuju bumi perkemahan sedang ditutup dikarenakan ada perbaikan jembatan menuju kesana, hingga perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki yang menempuh jarak sekitar 2 km.
Setelah melewati jembatan yang sedang diperbaiki melalui ‘kreteg’ alias jembatan bambu darurat. Sebagian peserta gathering memilih menggunakan pickup yang disediakan panitia, sementara saya dan anak saya yang kebetulan ikut, memutuskan untuk berjalan kaki untuk lanjutkan perjalanan walau jalur yang dijalani naik turun lumayan menguras energi.
Saya dan anak saya bersemangat berjalan kaki, sambil menikmati keindahan kampung Nglurah yang dimana rumah-rumahnya merupakan sentra budidaya tanaman hias. Sebagian besar masyarakat di sini memang bermata pencaharian sebagai pembudidaya tanaman hias yang menyuplai ke berbagai tempat.
Ada sekitar 100 meter kami berjalan agak mendaki, dan kami pun memutuskan untuk rehat sejenak, namun ada yang menarik perhatian saya yaitu terdapat plang nama “Cagar Budaya Situs Menggung” yang dilatarbelakangi punden berundak dan pohon beringin yang sangat besar.
Tak berlama-lama kami pun memutuskan untuk mengunjungi situs bersejarah tersebut. Tampak sekilas Situs Menggung ini terdiri dari tiga teras. Di teras pertama kita akan disambut empat buah patung dwarapala yang menjaga tangga menuju teras kedua.
Kemudian berlanjut pada teras kedua yang terlihat lebih luas. Pada teras ini terdapat bebatuan yang disusun tumpuk dan membentuk bidang persegi di beberapa tempat. Sekilas mirip pola situs jaman megalitikum ketimbang bangunan jaman Hindu.
Pada bidang-bidang tersebut dapat terlihat beberapa batu dengan bagian atas yang datar seperti umpak, bisa jadi kemungkinan dulu terdapat struktur rumah panggung yang berumpak.
Kemudian kita menuju teras ketiga, yang merupakan bagian inti situs ini. Ketika memasukinya kita akan disambut sepasang arca dwarapala di kaki tangga. Di tengahnya terdapat pohon beringin sangat besar terkesan angker yang ditutupi kain bermotif kotak serta kain kuning. Di sela-sela akarnya kita dapat menemukan sebuah arca kecil yang tampak rusak dan tak berbentuk.
Pada ujungnya ada tembok yang mengelilingi dua arca yang tampak sangat disucikan warga setempat. Secara fisik, kedua arca ini bisa dikatakan paling utuh dibanding arca-arca lainnya.
Oleh warga setempat arca yang lebih pendek disebut Kyai Menggung dan arca yang lebih tinggi juga disebut Nyi Rasa Putih. Di bawah arca Nyi Rasa Putih kita dapat melihat sebuah batu relief, namun tak jelas relief tersebut menceritakan perihal apa.
Menurut informasi teman saya yang tinggal tak jauh dari situ, mengutarakan hingga saat ini masih ada tradisi “Dhukutan” di situs Menggung. Tradisi diadakan tahunan pada saat wuku Dhukut, acaranya cukup semarak dan mengundang turis cukup banyak, karena selain ada upacara adat persembahan, acara ini juga disemarakkan acara pertunjukan wayang semalam suntuk.
Sekilas saya mengamati ada beberapa hal yang bisa disimpulkan sementara, bahwa situs bersejarah ini bisa dikatakan masih cukup ‘misteri’, dikarenakan sebagaimana situs-situs yang hampir serupa juga kadang masih misterius untuk diungkap masa lalunya, berikut ulasannya.
Jenis Bangunan
Ketika saya memasuki situs ini, saya menjadi terheran-heran, karena sekilas situs ini sepintas ada unsur bangunan jaman Megalitikum yaitu dengan adanya undakan teras dengan susunan batu bertumpuk membentuk persegi, pola ini sangat khas bangunan jaman perunggu (1000-100 SM), jadi mungkinkah situs ini lebih tua dari Candi Borobudur ?. Mengingat ada beberapa titik di Kabupaten Karanganyar utamanya sekitaran kaki gunung Lawu ditemukan beberapa situs Megalitikum, namun yang menarik, Situs Menggung terletak paling tinggi diantara lainnya.
Namun di sisi lain, situs ini juga kental unsur Hindu, dimana kita dapat menemukan Yoni diantara bebatuan tersebut, lalu arca-arcanya yang bergaya Hindu. Maka dari itu situs ini bisa dikatakan cukup unik, dimana terdapat elemen megalitikum dan juga unsur Hindu dalam polanya, tentunya hal ini mengundang rasa misterius kepada orang yang menelitinya lebih lanjut.
Masa Pendirian
Sebagaimana masih misterinya jenis bangunannya dari jaman apa, tentunya akan sangat sulit menentukan siapa pendirinya.
Menurut versi beberapa warga setempat frase Menggung diperoleh dari Kyai Menggung yang diyakini merupakan sebutan dari Narotama, seorang Ksatria Bali yang pernah menjadi pengikut Raja Airlangga.
Dikisahkan ia mengembara ke Nglurah, kaki gunung Lawu untuk beribadah mendekatkan diri pada Sang Hyang Widhi. Dari lakunya ini, kata Menggung-“melengake marang Gusti Kang Maha Agung” artinya memusatkan segala perhatian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Namun kisah ini pun masih belum bisa menjadi acuan karena masih sebatas folklore cerita lisan warga setempat. Sementara jaman Airlangga sudah sangat terlampau jauh. Di sekitaran situs pun belum ditemukan ..... yang kiranya menunjukkan tahun kapan didirikannya
Keterkaitan Upacara Adat
Sudah bisa dipastikan upacara adat Dhukutan merupakan akulturasi budaya warga sekitar dengan situs Menggung. Tidak bisa dipastikan keterkaitan antara upacara adat dengan situs yang mengandung unsur Hindu di dalamnya.
Upacara adat sesembahan ini tentunya merupakan wujud dari penghormatan warga setempat yang menganut kepercayaan lokal terhadap situs dari leluhur mereka.
Namun alangkah baiknya, jika ada riset yang mendalami prosesi upacara adat Dhukutan dalam keterkaitannya dengan situs Menggung tersebut.
Minim Informasi
Hal yang paling jelas membuat makin misterinya situs ini adalah belum ada riset atau penelitian yang mendalami keberadaan situs Menggung ini. Sebenarnya cukup banyak situs-situs yang seperti ini di berbagai tempat di Jawa Tengah, namun belum begitu banyak yang bisa menguak masa lalunya. Beda halnya dengan situs Candi yang lebih mudah dalam pengungkapannya.
Walaupun situs hanya berupa tumpukan batu tersusun dan kumpulan arca, tetaplah harus kita gali informasi di masa lalunya. Apalagi di situs Menggung, tidak ditemukan infografis yang menerangkan keberadaan situs ini, seperti kapan ditemukannya, fungsinya sebagai apa, dibangun di jaman apa, sehingga terkesan tidak ada usaha serius dalam mengungkap sejarah masa lalu bangsa kita.
Kebanyakan situs-situs bangsa ini dari jaman Hindu-Budha tidak tergali sepenuhnya tentang informasi masa lalunya secara tertulis, sehingga yang berkembang kebanyakan adalah cerita-cerita folklore masyarakat setempat, diharapkan kedepannya bisa dikembangkan lagi pengungkapan sejarah situs bersejarah bangsa ini. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H