Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Anak Esde Outing Class ke Pengrajin Batu Bata Menuran Sukoharjo

5 Juli 2024   09:34 Diperbarui: 5 Juli 2024   09:34 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta didik mengamati bahan baku pembuatan batu bata (dokpri)

Beliau menuturkan kendala selanjutnya adalah jika sedang memasuki musim penghujan, dikarenakan proses pengeringan akan berlangsung lebih lama.

Ketika musim penghujan datang, proses pengeringan bisa berlangsung selama setengah bulan lamanya, padahal jika memasuki musim kemarau, proses dari pencetakan, pengeringan hingga pembakaran paling cepat cukup memakan waktu selama 1 pekan.

Proses pengeringan adalah fase yang paling penting dalam pembuatan batu bata, karena apabila tidak kering sempurna, maka akan mudah pecah jika sewaktu proses pembakaran.

Workshop seperti ini banyak ditemukan rumah warga Menuran (sumber : dokpri)
Workshop seperti ini banyak ditemukan rumah warga Menuran (sumber : dokpri)

Hal ini menyebabkan kebanyakan warga pengrajin batu bata, ketika musim penghujan tiba, memilih mengurangi produksi atau beralih profesi menjadi buruh tani atau buruh bangunan.

Sering Tak Laku

Terkadang ada masanya, para pengrajin mendapatkan suplai bahan baku tanah liat yang kurang bagus kualitasnya, mau tak mau demi dapur mengepul, mereka pun tetap memproduksinya.

Namun seringnya, produk batu bata yang dihasilkan dari bahan baku yang kurang baik kualitasnya, kurang diminati pembeli, bahkan sering tak laku, jika pun terbeli, itu biasanya dalam waktu yang lama.

Biasanya batu bata berkualitas rendah tersebut digunakan untuk bangunan yang sifatnya bukan konstruksi permanen, sehingga cukup sulit untuk mencari pembelinya.

Bergantung Pada Pemborong

Sebagian para pengrajin menggantungkan penjualan batu batanya kepada para juragan alias pemborong, dikarenakan mereka tak bisa mengandalkan penjualan secara konvensional yang tak tentu pembeliannya.

Modelnya adalah para pengrajin memproduksi batu bata cukup hingga proses pengeringan saja dalam keseharian, dan ketika para juragan mulai memesan batu bata kepada mereka, barulah para pengrajin melakukan proses pembakaran dengan jumlah pesanan batu bata dari pemborong.

Sulitnya mencari pembeli konvensional disebabkan ketatnya persaingan usaha pembuatan bata bata yang juga ada di daerah lain, sehingga hanya para pemboronglah yang bisa membeli dalam jumlah banyak, memang seharusnya mereka bisa mendapatkan pendampingan lebih intens dari dinas koperasi dan UMKM agar pemasarannya bisa lebih luas, sehingga penjualannya tidak terlalu bergantung pada pemborong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun