Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Anak Esde Outing Class ke Pengrajin Batu Bata Menuran Sukoharjo

5 Juli 2024   09:34 Diperbarui: 5 Juli 2024   09:34 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para peserta didik mengamati proses pembuatan batu bata tradisional (sumber : dokpri)

Sebenarnya artikel ini tidak aktual, karena peristiwa dalam artikel ini terjadi pada pembelajaran tahun lalu. Tak sengaja mengulik draft-draft tulisan yang belum selesai, saya menemukan draft tulisan ini, dan akhirnya saya selesaikan sekarang.

Hari Jumat ceria, kami sekelas berencana hendak mengunjungi sentra pengrajin penghasil batu bata yang tak jauh dari sekolah kami, tidak menggunakan kendaraan, kami semua berjalan kaki menuju ke sana, karena lokasi yang dituju sekitar 1 km jauhnya, masih memungkinkan ditempuh dengan jalan santai.

Semua murid tampak ceria membawa perbekalan secukupnya dan alat tulis. Sesampainya disana, kami tidak langsung menuju ke lokasi, tetapi bermain bola sebentar di lapangan yang bersebelahan tempat sentra batu bata tersebut.

Pada artikel ini sebenarnya lebih menitikberatkan pada permasalahan-permasalahan yang dihadapi para pengrajin batu bata di daerah Menuran, Baki Sukoharjo. Daerah ini terkenal sebagai salah satu sentra batu bata di Kabupaten Sukoharjo.

Para peserta didik mengamati bahan baku pembuatan batu bata (dokpri)
Para peserta didik mengamati bahan baku pembuatan batu bata (dokpri)

Sekilas para pengrajin batu bata di daerah ini menjadikan pekerjaan tersebut sebagai sampingan, karena pekerjaan utamanya adalah buruh tani, utamanya apabila terjadi musim kemarau, dimana sambil menunggu masa panen yang agak lama, serta didukung panas matahari maksimal, maka biasanya memproduksi batu bata lebih intens pada musim kemarau.

Namun, industri rumahan tentunya tak lepas dari berbagai hambatan dalam menjalankannya, berikut penelusuran saya beserta para murid yang melakukan observasi di sentra kerajinan batu bata Menuran, Baki, Sukoharjo.

Sulit Dapatkan Bahan Baku

Adalah pak Nugroho, narasumber kami, salah satu pengrajin batu bata di daerah Menuran menuturkan kendala utama dalam pembuatan kerajinan batu bata merah adalah kesulitan mencari bahan baku tanah liat.

Jika waktu dulu masih banyak pengrajin bisa mendapatkan tanah liat di sekitar desa Menuran, namun saat ini, agak sulit mencari tanah yang boleh dieksploitasi diambil untuk digunakan sebagai bahan baku, dikarenakan sekarang tanah di Menuran telah banyak alih fungsi atau berganti kepemilikan, sedikit informasi daerah Menuran bisa dikatakan wilayah pinggiran kota Solo, jadi sebagian tanahnya sekarang menjadi naik harganya seiring pertumbuhan pembangunan.

Pak Nugroho melanjutkan, sekarang kebanyakan pengrajin harus membeli bahan baku tanah liat dari luar wilayah, dimana biasanya untuk dapatkan bahan baku tanah liat 1 colt pick up, dia harus membeli Rp 180.000 hingga Rp 200.000 tergantung kualitas tanah liatnya. Dari bahan baku tanah liat sebanyak 1 colt pick up tersebut bisa menghasilkan sekitar 1000 -- 1500 bata, dan harga jual 1 batu bata sekitar Rp. 500,-

Kendala Musim Penghujan

Beliau menuturkan kendala selanjutnya adalah jika sedang memasuki musim penghujan, dikarenakan proses pengeringan akan berlangsung lebih lama.

Ketika musim penghujan datang, proses pengeringan bisa berlangsung selama setengah bulan lamanya, padahal jika memasuki musim kemarau, proses dari pencetakan, pengeringan hingga pembakaran paling cepat cukup memakan waktu selama 1 pekan.

Proses pengeringan adalah fase yang paling penting dalam pembuatan batu bata, karena apabila tidak kering sempurna, maka akan mudah pecah jika sewaktu proses pembakaran.

Workshop seperti ini banyak ditemukan rumah warga Menuran (sumber : dokpri)
Workshop seperti ini banyak ditemukan rumah warga Menuran (sumber : dokpri)

Hal ini menyebabkan kebanyakan warga pengrajin batu bata, ketika musim penghujan tiba, memilih mengurangi produksi atau beralih profesi menjadi buruh tani atau buruh bangunan.

Sering Tak Laku

Terkadang ada masanya, para pengrajin mendapatkan suplai bahan baku tanah liat yang kurang bagus kualitasnya, mau tak mau demi dapur mengepul, mereka pun tetap memproduksinya.

Namun seringnya, produk batu bata yang dihasilkan dari bahan baku yang kurang baik kualitasnya, kurang diminati pembeli, bahkan sering tak laku, jika pun terbeli, itu biasanya dalam waktu yang lama.

Biasanya batu bata berkualitas rendah tersebut digunakan untuk bangunan yang sifatnya bukan konstruksi permanen, sehingga cukup sulit untuk mencari pembelinya.

Bergantung Pada Pemborong

Sebagian para pengrajin menggantungkan penjualan batu batanya kepada para juragan alias pemborong, dikarenakan mereka tak bisa mengandalkan penjualan secara konvensional yang tak tentu pembeliannya.

Modelnya adalah para pengrajin memproduksi batu bata cukup hingga proses pengeringan saja dalam keseharian, dan ketika para juragan mulai memesan batu bata kepada mereka, barulah para pengrajin melakukan proses pembakaran dengan jumlah pesanan batu bata dari pemborong.

Sulitnya mencari pembeli konvensional disebabkan ketatnya persaingan usaha pembuatan bata bata yang juga ada di daerah lain, sehingga hanya para pemboronglah yang bisa membeli dalam jumlah banyak, memang seharusnya mereka bisa mendapatkan pendampingan lebih intens dari dinas koperasi dan UMKM agar pemasarannya bisa lebih luas, sehingga penjualannya tidak terlalu bergantung pada pemborong.

Itulah sekilas observasi kami bersama peserta didik tentang sentra pengrajin batu bata di desa Menuran, Baki, Sukoharjo yang kiranya butuh bantuan pendampingan usaha dari Pemerintah, agar dapat meningkatkan kesejahteraan warga sekitarnya. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun