Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pekerjaan yang Kurang Kerjaan di Tempat Kerja

2 Juli 2024   20:10 Diperbarui: 2 Juli 2024   20:20 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah suatu kali saya melihat video podcast Tantowi Yahya yang menerangkan pengalamannya sewaktu menjabat sebagai duta besar di Selandia Baru. 

Salah satu poin dalam podcast tersebut adalah mengungkapkan situasi budaya kerja di Selandia Baru, dan mungkin tentunya budaya kerja Barat pada umumnya.

Dimana beliau menjelaskan bahwa budaya kerja multitasking di Selandia Baru dan Barat pada umumnya adalah justru hal yang tak baik bahkan menjurus ketidakprofesionalan. 

Sangat kontras dengan budaya kerja di Indonesia, dimana jika seorang karyawan terlihat rajin bisa mengerjakan banyak hal, bahkan di luar job desc-nya maka karyawan tersebut dinilai sangat luar biasa kinerjanya.

Hal tersebut sangat berbeda dalam sudut pandang budaya kerja Barat dimana jika seseorang sudah tandatangan kontrak pekerjaan, maka dia hanya boleh mengerjakan pekerjaan yang hanya tertera pada surat kontrak kerjanya. 

Semisal kontraknya hanya sebagai pencuci piring di restoran, maka pekerjaannya hanyalah mencuci piring saja, tidak boleh inisiatif membantu membuang sampah makanan, walau terlihat 'relate'.

Bagi budaya kerja Barat, hal inisiatif tersebut adalah sesuatu hal tidak profesional atau istilah kita dinamakan 'kurang kerjaan'. Bagi budaya kerja Barat bahkan Jepang, fokus pada pekerjaan adalah harga mati. 

Seorang karyawan dituntut fokus hanya pada pekerjaan yang dijalani saja, baik secara individu atau pekerjaan kelompok unit kerja.

Pada artikel kali ini, kita akan fokus pada budaya kerja di Indonesia saja, utamanya hal-hal apa saja kiranya sesuatu yang tampak seperti suatu kesibukan pekerjaan, tapi hal tersebut ternyata adalah sesuatu yang tidak efisien alias 'kurang Kerjaan'.

Kita tidak membahas hal-hal yang memang jelas wasting time ketika berkerja seperti berlama-lama makan siang, atau mencuri waktu saat jam kerja, tetapi membahas beberapa tipikal beberapa perilaku yang sekilas seperti kesibukan pekerjaan produktif, namun ternyata jika dikaji lebih lanjut, tidak memiliki kefektifan dan keefisienan dalam mencapai goal kerja, berikut ulasannya.

Ghibah Masalah Pekerjaan

Diskusi dengan rekan kerja tentang masalah pekerjaan di tempat kerja sebenarnya sah-sah saja, tetapi jika sudah mengarah berlebihan dalam mengkritisi kebijakan perusahaan atau ghibah rekan kerja yang lain, tentunya hal tersebut bisa dikatakan hal yang sia-sia alias kurang kerjaan.

Apabila arah diskusi tentang mengenai bagaimana sistem kerjasama dalam satu unit kerja atau mencari solusi terhadap permasalahan suatu pekerjaan, tentunya itu adalah hal yang positif, tetapi apabila arah diskusi justru mengarah kepada hanya mengeluh pada kondisi pekerjaan atau suasana kantor, tentunya hal ini kontraproduktif dengan semangat kerja itu sendiri.

Diskusi ghibah di tempat kerja memang tak begitu terlihat sebagai gangguan dalam suatu proses kerja, namun sebenarnya itu adalah kesia-siaan saja, karena kita harus sadar akan posisi, apabila seorang karyawan tingkat bawah, tentunya dia tidak bisa sering-sering mengeluh kondisi pekerjaannya, dikarenakan dia berada di posisi end user dalam suatu sistem kerja, artinya dia hanya tinggal menjalankan tugasnya saja, apabila dia ingin merubah sistem kerja yang dirasa kurang baik, maka dia harus berkerja keras demi karirnya, hingga akhirnya ia meraih posisi manajer, dan mengubah apa yang dirasa kurang baik tersebut dengan kewenangannya, bukan hanya terus-menerus mengeluh, yang pada akhirnya bisa saja berpengaruh pada produktivitas kerja.

Membaca SOP

Sekilas tak ada yang salah dengan membaca buku atau modul Standard Operating Procedure (SOP), karena jelas itu sangat dianjurkan oleh Perusahaan bagi karyawannya agar mereka tahu apa yang harus dilakukan.

Namun disarankan ketika mempelajari buku atau manual SOP itu sebaiknya dilakukan pada saat di luar jam kerja atau saat pelatihan diklat yang diselenggarakan perusahaan.

Jika karyawan terlalu sering membaca buku SOP saat kondisi jam kerja produktif, maka akan mengesankan ketidak profesionalan dari karyawan tersebut, apalagi jika pekerjaannya berkaitan dengan public service.

Poin ini saya masukkan, dikarenakan pengalaman pribadi ketika pernah berurusan dengan instansi pemerintahan, dimana ketika itu ada permasalahan dalam suatu kepengurusan, pegawai ASN yang melayani saya, entah apa dalam pikirannya, malah menunjukkan buku SOP manualnya kepada saya yang memang ada kaitannya dengan masalah administrasi saya, tetapi itu justru blunder baginya, karena buku SOP itu sebenarnya hanya untuk kepentingan internal instansinya, bukan untuk konsumsi eksternal.

Ibaratnya seorang dokter bedah yang sedang melakukan operasi bedah, apakah mungkin saat itu dia sempat-sempatnya membaca buku manual perbedahan, hanya karena dia lupa cara membedah pasien.

Intinya adalah saat jam kerja produktif, karyawan memang dituntut on fire langsung mengerjakan tugasnya, bukan lagi sedang belajar.

Rapat Di Saat Tak Tepat

Banyak sekolah yang sering memulangkan peserta didiknya lebih awal, hanya karena para gurunya hendak melakukan rapat. Sekilas mungkin itu hal yang produktif bagi pihak sekolah, tetapi ketahuilah betapa meruginya para peserta didik yang seharusnya mendapatkan hak jam belajarnya. 

Bentuk dari pelayanan pendidikan adalah jam pembelajaran, artinya no lesson no service. Rapat para guru seharusnya dilaksanakan di luar jam pembelajaran, agar tak menganggu jam belajar peserta didik.

Hal yang serupa juga terjadi pada kebanyakan instansi pemerintahan atau perusahaan. 

Pernah suatu kali saya melihat suatu kantor pemerintahan mengadakan apel pagi hingga lebih dari jam 8 pagi, padahal sudah banyak warga masyarakat yang sudah menunggu untuk pelayanan kantor pemerintahan tersebut.

Rapat koordinasi sejatinya memang harus selalu dilakukan oleh suatu organisasi agar dapat menyelaraskan antara perencanaan dengan kondisi di lapangan, namun sekali lagi waktu yang digunakan untuk rapat diusahakan tidak pada saat jam kerja produktif.

Terlalu Sering Lembur

Karyawan yang sering lembur atau overtime saat berkerja mungkin terlihat sebagai pribadi yang luar biasa rajin kinerjanya, tetapi ketahuilah pada faktanya hal tersebut sebenarnya tidaklah sehebat yang dibayangkan.

Ada seorang senior berkata, jika seorang karyawan itu terlalu sering lembur bisa jadi dikarenakan dua hal. Pertama, bisa jadi memang ada yang salah dengan sistem kerja pada perusahaan tersebut, hingga mengakibatkan karyawannya terpaksa sering lembur. 

Kedua, si karyawan memang tidak bisa kerja.

Sebenarnya perusahaan sudah mendesain sistem kerja yang disesuaikan dengan jam kerjanya, jadi apabila ada karyawan yang justru sering lembur atau overtime, maka bisa jadi ada sesuatu yang 'kurang kerjaan' padanya.

Sesuatu yang terlihat produktif belum tentu merupakan aktivitas padat karya, maka dari itu kita perlu introspeksi diri, apakah kita sepenuhnya produktif setiap harinya. Semoga Bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun