Kota Solo atau Surakarta memiliki sejarah yang cukup sentral dalam perjalanan bangsa ini, mulai dari jaman Mataram Islam, jaman Vorstenlanden, pasca kemerdekaan hingga ada beberapa presiden negara ini yang memiliki darah wong Solo.
Hal ini seolah membuat daerah Vorstenlanden (eks Mataram Islam Otonom) seperti Solo dan Yogya menjadi sentra budaya orang Jawa, sekaligus sentral dari pergerakan bangsa ini.
Pernah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa budayawan kota Solo, bahwa kota asalnya pak Jokowi ini adalah 'move'-nya bangsa ini.
Hal ini bisa ditilik dengan kisah geger Pecinan di jaman VOC, meledak ketika terjadi kekisruhan di keraton Kartasura yang akhirnya melebar ke kemana-mana. Hal yang unik pula, pergerakan Islam dan Komunis juga dimulai dari kota ini pada jaman kolonial.
Kemudian pada jaman reformasi, sebelum geger Mei 98 di Jakarta, kerusuhan massal di Solo sudah dimulai duluan. Artinya kalau di Solo terjadi geger, maka 'gegerlah' seluruh negeri ini.
Salah satu fase menarik di kota ini adalah pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono X, atau yang lebih dikenal PB X oleh warga Solo.
PB X menjadi raja di keraton Kasunanan Surakarta pada rentang tahun 1893-1939. Pada masanya ini, kota Solo sekitarnya mencapai puncaknya baik dari segi kebudayaan, kesejahteraan dan segala aspek sosial lainnya.
Kekayaannya sangat luar biasa tajir, berkat bisnis industri gula serta sumber daya lainnya yang dikelola langsung oleh Keraton. Saking luar biasa kayanya, hingga beliau dijuluki sebagai 'Kaisar Jawa'.
Beliau saya nilai sebenarnya bisa dikategorikan pahlawan bagi bangsa ini, tapi memang tidak terlihat kasat mata, karena beliau sangat menjalin baik hubungan dengan pemerintah Hindia Belanda, tapi itu semata-mata untuk menjaga keamanan pembangunan di wilayah kerajaannya serta pergerakan Islam. Dan memang pada tahun 2011 beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah atas jasa-jasanya.
Tak jarang beliau seringkali berkunjung ke berbagai tempat di seluruh pulau Jawa dengan membawa rombongan yang banyak, dan setiap tempat yang dikunjungi beliau selalu membagikan uang kepada rakyat jelata, bahkan membiayai beberapa pembangunan di tempat yang dikunjunginya.
Perilaku 'populis' beliau memang tak lazim untuk raja-raja di jaman itu, makanya tak heran beliau sampai dijuluki sebagai Kaisar Jawa. Kegiatan 'blusukan' ini bahkan sampai membuat pemerintah Hindia Belanda kewalahan, karena membludaknya rakyat yang ikut menyaksikan rombongan kirab sang Kaisar Jawa.
Dalam artikel saya akan menyoroti pembangunan yang dilakukan beliau. Banyak pembangunan yang dilakukan pada masa beliau di berbagai tempat di Solo Raya, dan biasanya objek yang dibangun pada masanya, terdapat logo PB X.
Kedepannya saya agak tertarik untuk mengulas beberapa 'hidden gem' objek sejarah di area Solo Raya. Saya menjadi tertarik pada topik artikel ini, setelah artikel saya yang berjudul "Mencari Jejak Mr Soepomo di Warung Makam Kodim Sukoharjo", ternyata mendapat respon yang positif dari kompasianer, dan kebetulan saya juga penyuka kisah sejarah lokal. Harapannya lewat artikel seperti ini, kita menjadi lebih peduli bahwa di sekitar terdapat napak tilas bernilai sejarah luar biasa, tetapi banyak diantara kita yang masih abai.
Baiklah kembali ke laptop, salah satu bangunan pada masa PB X yang saya kagumi adalah bangunan Gapura Kebesaran Keraton Kasunan Surakarta. Gapura yang dibangun pada masa beliau tercatat ada 11 buah, yang terletak di sekitaran jalan masuk Keraton dan perbatasan Vorstenlanden.
Saya sangat menyukai desain gapura PB X, yang mungkin terinspirasi landmark jalan masuk di Eropa yang besar-besar, tetapi desainnya memakai desain Kupu Tarung yang sangat khas Jawa banget.
Gapura sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "Gopuram" yang berarti jalan masuk menuju ke peradaban. Gapura berasal dari bahasa Arab, yaitu Ghofur yang maknanya "pengampunan". Namun bangunan Gapura sendiri merupakan sebuah bangunan khas yang jamak didirikan pada masa Hindu -- Buddha bagian dari komplek percandian.
Pada artikel ini saya mengupas salah satu gapura PB X yang terletak di Grogol, Sukoharjo. Sengaja saya ulas, dikarenakan saya sering melewatinya ketika hendak beraktivitas ke kota Solo dari arah Sukoharjo.
Gapura Grogol saya ulas, karena saya menilai gapura ini yang kondisinya kurang terawat serta terkesan diabaikan. Jika Gapura lainnya dicat dengan bagus serta terawat, maka Gapura Grogol tampak sudah lama tidak dicat, bahkan ada bagiannya yang berdempetan dengan warung atau pemukiman. Cukup mengherankan, karena pastinya dulu sekitaran Gapura adalah tanah yang tak boleh dibangun apapun.
Kondisi Gapura Grogol kurang terawat bisa saja disebabkan gapura ini terletak di perbatasan Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo. Secara administratif gapura ini masuk wilayah Kabupaten Sukoharjo, namun secara de facto gapura ini bagian dari kepengelolaaan bangunan cagar budaya Kota Surakarta.
Hal ini bisa terlihat terdapat 2 plakat tumpang tindih pada gapura. Pada gapura kita akan menemukan plakat dari Pemkab Sukoharjo yang menyatakan Gapura Grogol termasuk Bangunan Yang Diduga Cagar Budaya. Sementara plakat dari Pemkot Surakarta menyatakan Gapura ini termasuk Bangunan Cagar Budaya.
Menariknya untuk Pemkot Surakarta menamainya Gapura Grogol, sementara Pemkab Sukoharjo menamainya Gapura Madegondo, mengikuti nama kelurahannya.
Saya tidak tahu, hanya karena berbeda status cagar budayanya dari kedua pemerintah daerah ini, membuat Gapura ini kurang terawat ketimbang Gapura PB X lainnya. Lalu jika sudah demikian apa yang harus kita lakukan dalam menghargai bangunan bersejarah di sekitar kita, berikut ulasannya.
Penertiban dan Revitalisasi
Gapura Grogol sendiri dibangun pada tahun 1931-1932 yang berarti sudah tegak berdiri selama 92 tahun, tinggi bangunan ini sekitar 7 meter. Artinya jika bangunan bersejarah ini dipugar dicat dan dirapikan lagi, tentunya akan menambah keindahan kota.
Di sekitaran Gapura Grogol ada satu titik dimana gapura ini berdempetan langsung dengan bangunan warga sekitar, seharusnya hal ini bisa ditertibkan kenapa bisa demikian. Hal seperti jamak terjadi pada bangunan cagar budaya lainnya, yang sering diserobot oleh bangunan-bangunan modern.
Gapura PB X lainnya memang tampak hidup jika dicat dengan warna biru langit khas warna kebesaran keraton Kasunanan Surakarta. Sehingga apabila Gapura Grogol direvitalisasi lagi sebagaimana seperti dahulu, tentunya akan menghidupkan lagi nilai-nilai sejarah bangunan tersebut.
Kerjasama Kepengelolaaan
Saya memang belum menelusuri kenapa pada Gapura Grogol bisa ada 2 plakat cagar budaya dari 2 pemerintah daerah. Hal serupa terjadi juga pada Gapura Makamhaji yang terletak di kabupaten Sukoharjo, dimana kondisinya kurang begitu terawat. Berbeda gapura-gaoura PB X yang terletak langsung dalam Kota Surakarta.
Tapi yang pasti bisa terlihat kondisi Gapura yang kurang terawat, akibat lokasinya tidak terletak pada wilayah administrasi Kota Surakarta.
Diharapkan kedepannya ada tata kelola bersama antara pemerintah Kota Surakarta, pemerintah Kabupaten Sukoharjo serta warga masyarakat sekitar yang bersama 'nguri-nguri' atau memelihara bangunan bersejarah tersebut. Apalagi bangunan gapura tersebut memiliki nilai artistik yang tinggi, sungguh sangat disayangkan apabila tidak dirawat dengan baik.
Penambahan Infografis
Sebagaimana artikel saya sebelumnya tentang tempat bersejarah yang sifatnya 'hidden gems', dimana sebaiknya objek bersejarah tersebut dilengkapi papan infografis tentang bangunan bersejarah tersebut.
Anak-anak muda mungkin hanya menghiraukan saja ketika melewati gapura bersejarah tersebut, tak peduli itu bangunan sudah ada dari awal dia melihatnya.
Namun apabila pada Gapura Grogol dan juga gapura-gapura PB X lainnya dilengkapi papan infografis maka tentunya akan membuat masyarakat sekitar mengerti akan nilai sejarahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HSungguh teramat sayang jika gapura-gapura PB X yang gagah tersebut sampai tidak kita jaga dengan baik, maka romantisme kebesaran sang Kaisar Jawa di masa lalu pun bisa saja lenyap dimakan jaman, jangan sekali-kali lupakan sejarah. Semoga bermanfaat.