Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Pilu Ibu Lansia Pengais Beras Sisa Gabah

29 Juni 2024   19:10 Diperbarui: 30 Juni 2024   11:49 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bu Payem dan Bu Paimi mengais bulir padi | Dokumentasi pribadi

Bu Payem dan Bu Paimi adalah gambaran betapa kemiskinan masih menjadi sesuatu yang nyata ada di sekitar kita, tetapi pemerintah masih tutup mata untuk segera menyelesaikannya.

Seharusnya kita tidak mendengar lagi kisah-kisah para lansia yang hidup dalam kemelaratan yang amat pelik, hingga sampai untuk makan saja, harus mengais beras gabah sisa.

Bu Payem dan Bu Paimi mengais bulir padi | Dokumentasi pribadi
Bu Payem dan Bu Paimi mengais bulir padi | Dokumentasi pribadi

Saya yakin pemerintah sebenarnya sudah tahu banyak masalah ini, dan menjalankan program-program bantuan sosial namun kita melihatnya masih belum efektif tepat sasaran.

Bansos Belum Tepat Sasaran

Menurut Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC) Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Hempri Suyatna yang diungkapkan kepada Kompas TV (22/11/2021), mengungkapkan terdapat 3 faktor mengapa Bantuan Sosial (bansos) yang dilakukan Pemerintah masih belum tepat sasaran.

Faktor pertama adalah masih banyaknya masyarakat yang sebetulnya tidak dikategorikan miskin, namun mereka turut mendaftar sebagai kelompok yang bisa diberikan bansos. Mereka ini disebut sebagai masyarakat bermental miskin.


Akibatnya beberapa kelompok masyarakat miskin yang seharusnya mendapatkan haknya justru tidak mendapat jatah bansos sebagaimana mestinya, data base menjadi kacau dan lain sebagainya.

Masalah mental gratisan memang sesuatu yang pelik pada masyarakat kita, karena perihal ini terjadi di berbagai lini masyarakat, dimana untuk level elit pun maunya gratisan dengan cara perilaku koruptif.

Faktor kedua yaitu verifikasi dan validasi data kemiskinan atau data terpadu kesejahteraan sosial yang tidak terintegrasi dan terupdate dengan baik sehingga banyak warga yang berkategori mampu masih terdata sebagai penerima bantuan. 

Pembaruan data di tingkat pemerintah daerah atau desa seharusnya selalu di-update secara berkala, bukan baru diambil datanya ketika ada program bansos tiba.

Hal ini teramat penting karena kebermanfaatannya juga tidak hanya untuk keperluan bansos, tetapi juga untuk hal administratif lainnya seperti DPT pemilu dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun