Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Antara Pogba, Doping, dan Era Sepak Bola Tolak Pemain Tua

27 Juni 2024   05:07 Diperbarui: 27 Juni 2024   06:24 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai suatu industri tentunya para taipan-taipan tersebut menginginkan investasinya cepat kembali, walhasil pelatihnya dalam tekanan hebat, sehingga akhirnya klub-klub besar memainkan gaya sepakbola yang menekankan pada efisiensi orientasi kemenangan, sekilas enak ditonton, karena kita disuguhi sepakbola cepat yang dimainkan para pemain muda, tetapi jika semua klub besar bermain dengan gaya yang sama, maka vibes-nya terasa monoton dan membosankan.

Di era 90an dan awal 2000an awal, mengapa sepakbola pada titik puncak menariknya, itu dikarenakan masing-masing klub besar punya ciri khas tersendiri dalam strategi bermainnya.

Siapa sih yang tidak kangen gaya box to box Manchester United yang sangat khas, Juventus dan Inter Milan yang sangat catenaccio banget, Milan yang elegan santai di lini tengah, Liverpool yang kick and Rush banget, Real Madrid yang passingnya ‘nyeni’ banget, Barcelona yang selalu suguhkan pemain-pemain yang suka menari, Bayern Muenchen yang garang menyerang, dan masih banyak lagi dimana kesemuanya memainkan gaya khas tersebut selama bertahun-tahun, hingga akhirnya semua berubah di era ekspansi para taipan-taipan yang berinvestasi besar-besaran di klub-klub besar tersebut.

Gaya khas sepakbola klub-klub besar tersebut biasanya dimotori pemain-pemain senior berskill tinggi di semua lini, di jaman dulu pemain muda agak sulit tembus tim utama, itu bukan karena mereka tidak bagus, tetapi sepakbola jaman dulu lebih menekankan karakter ketimbang sekedar menang.

Itu terlihat bagaimana fans jaman dulu pun banyak yang mengidolakan tim-tim medioker, macam Sampdoria, Blackburn Rovers, Fiorentina dan lainnya, karena fans jaman dulu memang konsumsinya adalah sepakbola yang berkarakter.

Beda dengan fans jaman sekarang yang cenderung karbitan, ngefans dengan klub-klub yang sering juara saja.

Kasus yang menimpa Paul Pogba adalah bukti bahwa kejamnya sepakbola jaman sekarang, dimana jika kecepatan pemain sudah berkurang sekian detik saja, maka anda akan sulit untuk masuk line up skuad utama.

Paul Pogba menyatakan karirnya telah berakhir setelah dia divonis bersalah karena terbukti menggunakan doping penguat testosteron yang dilarang Federasi sepakbola Italia. Klubnya Juventus pun menyalahkan Paul Pogba yang telah sengaja mengkonsumsi suplemen yang dilarang tersebut.

Paul Pogba pun berkoar, bahwa sepakbola jaman sekarang memang sangat kejam, dimana hari ini anda bisa dipuja-puja akan keberhasilan, maka besoknya bisa saja karir sepakbolanya bisa hilang seketika.

Bisa dimengerti kenapa Paul Pogba harus menggunakan doping testosteron, lihat saja statistik Paul Pogba semenjak kepindahannya dari Manchester United ke Juventus pada tahun 2022. Dimana dia hanya bermain 6 kali saja dalam partai reguler hingga Desember 2023 ketika kasus doping menjeratnya.

Itu artinya dia mengalami kesulitan bersaing dengan para pemain muda Juventus, padahal usia Pogba belum tua-tua amat saat itu yaitu tentang usia 29-30 tahun, usia dimana justru di jaman dulu merupakan usia emas seorang pesepakbola. Mungkin terbersit dalam benaknya untuk menggunakan suplemen doping agar dapat bersaing dengan para pemain muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun