Suatu kali saya hendak menjemput putri saya yang sedang mengikuti kelas Pramuka di sore hari, dikarenakan ternyata saya menjemput agak lebih cepat, maka saya pun harus menunggu, daripada ‘gabut’, saya pun meluncur ke masjid yang tak jauh dari sekolah anak saya.
Selepas menjalankan ibadah shalat Ashar, saya melihat ada stop kontak, kipas angin semilir dan meja kecil di serambi masjid, tanpa berpikir panjang saya pun membuka laptop yang kebetulan saya bawa, dan mulai menulis artikel untuk dibuat di Kompasiana dan sambil mengerjakan beberapa RPP. Vibes serambi masjid memang cocok buat ketik-mengetik.
Situasi demikian seolah menyiratkan bahwa serambi masjid sebenarnya bisa digunakan sebagai Co-Working Space bernuansa kearifan lokal, karena sambil lesehan dan tetap selalu ingat ibadah ketika waktu shalat tiba.
Memang Masjid adalah rumah ibadah, namun kenyataannya di Indonesia, masjid di kampung tidak hanya sekedar menjadi tempat shalat, bisa menjadi tempat acara sosial masyarakat hingga tempat istirahat bagi para musafir yang sedang melakukan perjalanan. Intinya keberadaan masjid di Indonesia bisa multifungsi dalam dinamika masyarakat selama untuk hal yang positif dan tidak melanggar syariat.
Tak menutup kemungkinan serambi masjid pun bisa saja digunakan sebagian ruangannya sebagai Co-Working Space. Pada jaman Rasulullah, proses negosiasi dengan berbagai suku dan catat mencatat berbagai perjanjian justru banyak dilakukan di masjid Nabawi, artinya secara syariat tidak ada masalah untuk menggunakan sebagian ‘space’ untuk ruang kerja jemaahnya, dengan catatan pekerjaan yang dilakukan bersifat klerikal atau tulis menulis serta mendapat ijin dari takmir masjid, jika kita menggunakan sebagian ruangan dalam waktu lama.
Di Indonesia sebenarnya sudah ada beberapa masjid besar seperti Istiqlal dan masjid Jamik lainnya yang menyediakan Co-Working Space lengkap dengan meja kerja, stop kontak, Kopi / teh gratis hingga WiFi gratis hingga ruang rapat. Namun sayang fasilitas tersebut belum banyak dimiliki di masjid-masjid kampung.
Padahal jika masjid kampung pada bagian sebagian serambinya bisa digunakan Co-Working Space, maka tentunya akan bermanfaat besar bagi kemakmuran masjid serta kemudahan bagi warganya untuk cari suasana baru untuk bekerja maupun belajar.
Atau mungkin jika masjid tersebut memiliki lahan yang luas, bisa saja dibuatkan ruangan khusus lengkap dengan layar proyektornya serta sound system untuk mengadakan seminar kecil, rapat atau presentasi bagi siapa saja yang hendak menggunakannya, layaknya Co-Working Space lainnya.
Keberadaan Co-Working Space di serambi masjid, memiliki manfaat seperti para pengunjung Co-Working Space dapat melaksanakan ibadah shalat tepat waktu di tengah kesibukan mengerjakan tugasnya, kemudian menambah ramainya jemaah yang melaksanakan shalat tepat waktu, lalu suasana serambi Masjid yang semilir memang sangat cocok menjadi ruang kerja dengan tentunya mentaati adab di masjid.
Lalu bagaimana cara mendesain masjid kampung menjadi Co-Working Space yang bermanfaat bagi warga sekitar namun tetap dapat menjaga adab dan marwah masjid, berikut ulasannya.
Kepengurusan Co-Working Space Masjid
Jika pengurus takmir masjid telah menyetujui untuk dibuatkan sebagian space serambi masjid diperuntukkan sebagai area Co-Working Space, maka langkah awalnya adalah membentuk kepengurusannya.
Pengurus Co-Working Space Masjid harus dibentuk secara serius dikelola semi-profesional, dikarenakan pihak-pihak yang akan menggunakan space kerja tersebut pastinya akan membuat masjid selalu ramai walau tidak saat waktu shalat, maka diperlukan SDM yang selalu standby di area tersebut mengatur hilir mudik administrasinya sekaligus mengawasinya.
Para pengurus yang ditunjuk akan mengemban aturan-aturan yang telah disepakati oleh takmir masjid, yang kiranya dapat menjaga kondusifitas lingkungan masjid.
Layout Co-Working Space Serambi Masjid
Untuk masjid yang ukurannya tak terlalu luas, pilihlah sudut serambi masjid yang kiranya jarang untuk lalu lalang jemaah sebagai area Co-Working Space, agar suasana area tetap kondusif.
Masjid-masjid kampung biasanya memiliki area serambi atau beranda yang cukup luas, ada beberapa titik sudut serambi yang kiranya bisa dimanfaatkan untuk 5-10 orang untuk beraktivitas berkerja atau belajar, bahkan jika perlu jika masjid memiliki ruang serbaguna yang bisa digunakan sebagai tempat rapat kecil.
Fasilitas yang diberikan memang tak semewah pada Co-Working Space yang sudah profesional, namun apabila di masjid tersebut tersedia karpet nyaman, minuman gratis, WiFi, meja lipat kecil, stop kontak banyak serta loker saya rasa sudah cukup. Bisa saja ditambahkan alat sandaran, perpustakaan kecil atau printer jika memang memungkinkan.
Adab, Membership dan Aturan Layanan Co-Working Space Masjid
Karena ini adalah masjid, maka adab adalah sesuatu yang harus ditegakkan, area Co-Working Space untuk pria dan wanita harus terpisah, tentunya harus berpakaian sopan tidak memakai celana pendek, menjaga kesopanan tata bicara, menjaga kebersihan, serta tentunya harus mengikuti ibadah shalat ketika waktu tiba.
Para pengguna Co-Working Space Masjid wajib mendaftar sebagai member dan akan diberi kartu anggota beserta catatan iuran membership. Setelah mereka menjadi member, mereka berhak mendapatkan akses WiFi, meja lipat yang bisa digunakan, stop kontak, free minuman hingga gratis mengeprint hasil kerja, namun dengan syarat membawa kertas sendiri serta aturan batasan cetak.
Tentunya untuk mendapatkan member tersebut mereka harus membayar iuran atau sejumlah infaq yang sudah ditetapkan oleh takmir masjid. Diusahakan nominalnya masih terjangkau oleh warga setempat, karena ‘nawaitu’ dari hal ini adalah untuk membantu warga setempat untuk kerja dan belajar.
Bisa saja dimungkinkan saudara non-muslim pun bisa menggunakan area Co-Working Space tersebut, tetapi dengan catatan semua itu tergantung norma yang dianut oleh takmir masjid apakah mengijinkannya atau tidak.
Waktu Operasional
Penentuan waktu operasional harus dipertimbangkan dari awal oleh takmir masjid agar kondusifitas masjid tetap terjaga.
Untuk masjid, sebenarnya dari jam 7 pagi pun Co-Working Space-nya sudah bisa beroperasional, beda dengan Co-Working Space lainnya yang kadang baru buka agak siang, dikarenakan saat itulah kondisi masjid cukup tenang. Saat memasuki jam shalat, semua pengguna tetap wajib ikut shalat jemaah, sementara barang-barangnya bisa dijaga petugas masjid atau dititipkan di loker.
Untuk operasional malam, itu kembali kepada kebijakan takmir masjid, apakah bisa hingga jam 10 malam atau cukup setelah jam shalat Isya. Semua kembali kepada kondisi lingkungan masjid, jika memungkinkan ada marbot piket jaga menunggu masjid, bisa saja operasionalnya 24 jam. Sekali lagi kembali kepada pertimbangan lingkungan area masjid.
Sebenarnya fasilitas umum kampung yang bisa digunakan Co-Working Space itu tidak hanya masjid, bisa saja kantor kelurahan, kantor kecamatan atau fasilitas umum lainnya, selama sarana dan prasarana menunjang. Semua itu kembali kepada niat untuk memudahkan warga untuk berkerja dan belajar dengan suasana nyaman serta fasilitas menunjang. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H