Saya pernah berkelakar dengan rekan yang bekerja di BPS, bahwa untuk menghitung kepadatan penduduk cukup bisa dilihat dengan banyaknya jumlah kios penjual Es Teh Jumbo pada satu ruas jalan, artinya apabila dalam satu ruas pinggir jalan terdapat lebih dari satu Booth penjual Es Teh Jumbo, maka bisa dipastikan daerah tersebut merupakan daerah padat penduduk.
Bagaimana tidak, di daerah Solo Raya, dalam satu ruas jalan saja, bisa ada 3-4 Booth penjual Es Teh Jumbo yang berbeda brand waralaba, bahkan tak jarang letaknya saling berhadapan dan adapula sampai berjejer, mirip persaingan lokasi antara Alfamart dan Indomaret. Belakangan saya dengar di daerah lain juga mengalami trend bisnis yang sama, yaitu booming bisnis waralaba Es The Jumbo Khas Solo.
Saya mengecek aplikasi Go Food saya, untuk wilayah Jakarta saja, penjual Es Teh Jumbo Khas Solo, mungkin jumlahnya sudah melebihi ratusan, bukan tidak mungkin di kota besar lainnya juga mengalami fenomena yang sama. Saya sebagai warga Solo Raya merasa bangga racikan Wasgitel (Wangi, Panas, Legi lan Kentel) teh khas Solo bisa diterima oleh masyarakat Indonesia.
Hal yang menarik perhatian saya adalah pola persebaran bisnis ini yang menggunakan sistem franchise atau waralaba.Di daerah Sukoharjo ada brand Es Teh Jumbo yang menjamur dimana-mana, bisa dikatakan hampir setiap ruas jalan di Sukoharjo dan sekitarnya selalu ada 2 hingga 3 outlet dari brand ini.
Begitu pula di tiap kota lainnya di Solo Raya, selalu ada brand waralaba Es Teh yang menjadi pemimpin pasar, artinya sistem franchise atau waralaba UMKM yang dijalankan  berjalan cukup baik dan pesat.
Pada saat awal bisnis ini berkembang, saya berpikir agak skeptis, karena hampir rata-rata keluarga asli Solo, mempunyai kebiasaan 'gawe wedang' alias membuat teh wasgitel setiap harinya untuk diminum seharian, belum lagi di Hik Angkringan Solo, selalu juga menyediakan wedang teh wasgitel yang luar biasa nikmat racikannya.
Namun dalam 4 tahun terakhir, saya melihat belum ada tanda-tanda trend penurunan, malah terjadi peningkatan pesat, bahkan juga merebak hingga ke luar daerah Solo Raya.
Berbeda dengan fenomena trend booming "Boba Tea" atau "Thai Tea" yang memiliki niche hampir sama, dimana saya lihat hanya kuat 1-2 tahun boomingnya, dan sekarang hanya menyisakan pemain yang bermodal besar saja.
Lalu hal apa saja yang membuat trend bisnis ini masih terus berkembang pesat dan bisa diterima di berbagai tempat di Indonesia, berikut ulasannya.
Cita Rasa
Mungkin sama halnya dengan Rumah Makan Padang , faktor cita rasa-lah akhirnya yang bisa diterima oleh seluruh setiap kota di Indonesia.
Namun kasus sajian Teh Khas Solo agak berbeda kasusnya dengan masakan Padang, karena sajian teh setiap daerah memiliki cita rasanya sendiri, namun menurut penelusuran saya racikan Teh Khas Solo memang bercita rasa tinggi, dan itu diakui oleh banyak pendatang dari luar Solo jika merasakan teh khas solo di Hik Angkringan.
Saya dan keluarga yang juga wong solo, juga punya resep racikan dari perpaduan merek teh yang diturunkan oleh simbah leluhur.
Memang ada takaran oplosannya, ada merek teh yang menekankan pada wangi melatinya, ada yang merek teh yang bisa memberikan warna pekat, ada merek teh yang memberikan rasa 'sepet' khas, ada pula yang memberikan aroma rempah.
Semua merek tersebut dioplos dengan takaran yang tepat, kemudian diseduh juga dengan teknik yang tepat pula, kemudian baru disajikan dengan gula pasir yang tak pelit tapi diusahakan tidak kemanisan, serta kadang diberikan 'kemampul' potongan irisan  jeruk
Setiap keluarga di Solo, punya jenis racikan tehnya masing-masing, begitu pula para penjual Hik Angkringan tradisional juga memiliki ciri khas racikannya yang melegenda.
Contoh kasus, setiap kali saya bertandang ke daerah Jakarta, dan mampir ke warung makan, jika memesan minuman teh, maka yang datang ke saya adalah teh tawar tanpa gula, dan warnanya pun tidak terlalu pekat.
Kemudian apabila ke rumah makan Masakan Padang, teh yang disajikan cenderung wangi tapi tidak pekat dan sepet. Sebagai wong Solo, kadang merasa 'jetlag' ketika menyeruput teh dengan citarasa seperti itu.
Bukannya membanggakan citarasa teh daerah sendiri, tapi ternyata peminat Es Teh Jumbo Khas Solo ternyata bisa viral di luar daerah Solo, yang artinya lidah wong Solo akan citarasa Teh tak pernah salah.
Waktu dulu ada Simbah dari keluarga istri saya, dimana beliau bisa menilai kualitas teh mirip seperti orang Perancis yang sedang menilai kualitas Wine, seperti mencium aromanya terlebih dahulu, kemudian diseruput sedikit untuk mengecapny apakah sudah tepatkah citarasa perpaduan Wasgitelnya.
Intinya sajian teh khas Solo adalah berusaha untuk 'perfeksionis' dari sisi aroma melatinya, sepetnya, warnanya dapat serta manisnya pas. Mungkin inilah akhirnya yang membuat brand Teh Khas Solo bisa diterima dimana-mana.
Iklim Tropis
Tak pelak, yang membuat bisnis ini tetap bertahan, karena kebiasaan orang Indonesia yang suka minuman dingin di sepanjang tahun, tak kenal musim. Walau seandainya memasuki penghujan, di Indonesia hawanya tak sepenuhnya sejuk sepanjang hari, masih lembab dan kadang terik di jam tertentu, hal inilah yang membuat sajian minuman dingin seperti tak ada matinya untuk dijual ke konsumen.
Lalu apa bedanya Es Teh Khas Solo dengan minuman dingin lainnya, disini ada empat faktor yang menonjol membuat produk ini lebih laku dengan yang lain.Â
Pertama, harga yang relatif sangat murah yaitu sekitaran Rp 3.000 -- Rp 4.000 per cup.
Kedua, produk dibuat fresh alias diracik saat itu juga sehingga rasanya dijamin berbeda dengan teh kemasan.
Ketiga, packagingnya yang menggunakan sistem sealed, membuat produk ini sangat diburu para bikers sepeda motor yang kepanasan di siang bolong, karena sistem sealed dijamin lebih aman dan praktis ketika dibawa kemana-mana.
Keempat, namanya juga Es Teh Jumbo, sudah pasti volumenya lebih besar dari teh yang disajikan pada gelas pada umumnya, dimana dengan harga semurah itu, anda bisa mendapatkan teh yang volumenya bisa lebih dari 500 ml, bahasa wong Solo namanya 'cucok'.
Sistem Franchise Yang Terjangkau
Untuk area Solo Raya, biaya yang dikeluarkan untuk menjalin kerjasama franchise atau waralaba pada brand yang sudah punya nama rata-rata berkisar antara 4 juta hingga 7 juta, tergantung jenis booth yang diinginkan. Semua sudah lengkap dari boothnya, alat sealernya, termos dan perlengkapan lainnya, plus paket oplosan awalan racikan tehnya.
Untuk es batunya biasanya kondisional menyesuaikan supplier es batu lokasinya, terkadang pada musim kemarau, sering terjadi 'war es batu' diantara para penjual Es Teh Jumbo.
Jika sudah bisnis sudah jalan, si penjual tinggal kulakan racikan tehnya saja dengan penyedia waralaba, sementara promosi sudah dilakukan oleh pemilik Franchise.
Hal yang unik, untuk wilayah Solo Raya, agak jarang brand yang memakai nama 'Solo', namun ketika keluar wilayah Solo Raya, banyak penjual yang menggunakan brand 'Khas Solo' di dalam pemasarannya, tak terkecuali di wilayah Jabodetabek. Bahkan artis Nasional Nagita Slavina juga turut mengibarkan bisnisnya ke lini usaha Es Teh Khas Solo di berbagai kota besar.
Pada wilayah Jabodetabek, biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalin kerjasama franchise berada di kisaran rata-rata 7juta hingga 8 juta tergantung jenis boothnya yang dikehendaki. Nilai tersebut bisa dikatakan masih cukup terjangkau bagi pebisnisi pemula, mengingat pangsa pasar masih cukup terbuka untuk di luar wilayah Solo Raya.
Varian Produk
Hal lain yang membuat bisnis ini bertahan, dimana selain menjual teh, kadang ada brand Es Teh Khas Solo yang juga menjual minuman 'rasa-rasa' yang lainnya seperti sirup, macha, greentea, cokelat dan lainnya, walau tentunya dengan harga yang agak sedikit di atas produk teh. Tentunya membuat lini bisnis ini mempunyai daya jual yang tinggi, dimana tak sekedar jual teh seperti Hik Angkringan atau warung makan biasa.
Di sisi lain, terkadang para penjual Es Teh Khas Solo yang laris, mendapat titipan produk makanan dari tetangganya, seperti snack-snack bahkan ada yang gorengan. Sehingga kadang ada kasus, dengan adanya satu booth lapak Es Teh yang laris manis, justru bisa menghidupkan ekonomi masyarakat menengah ke bawah sekitarnya yang mencoba menitipkan produk makanan rumahannya pada booth lapak Es Teh.
Maka ketika seorang konsumen datang ke booth lapak Es Teh, bisa mendapatkan berbagai varian produk tidak hanya es teh, tetapi juga bisa membeli minuman dingin rasa lain yang dibuat fresh kemudian juga bisa membeli snack-snack kearifan lokal setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HTerkadang saya berpikir apa karena ada dua presiden Indonesia yang berasal dari Solo, yaitu Pak Soeharto dan Pak Jokowi, membuat produk-produk kuliner merakyatnya seperti mulai dari Bakso, Mie Ayam, Bakmi Jowo hingga sekarang Teh Khasnya bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, sampai-sampai saya yang asli orang Kalimantan bisa mendapat istri seorang Putri Solo, seperti kata Mas Gibran saja, "From Solo For Indonesia". Semoga Bermanfaat.