Beliau memilih belajar ilmu kedokteran Sekolah Dokter Djawa atau School tot Opleiding Van Indicshe Artsen (STOVIA),  di dikarenakan  keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes, bahkan secara khusus belajar ilmu kandungan di mana saat itu banyak ibu-ibu yang meninggal karena melahirkan, hal tersebut cukup menarik, karena di jaman itu, jarang pria yang mempelajari ilmu kandungan. Beliau sendiri lulus dari STOVIA pada tahun 1898.
Pada tahun 1934 ia mengabdi di Dusun Dirgo, Desa Kauman, Kecamatan Widodaren, Ngawi dan sebagai dokter ahli penyakit pes, dikarenakan saat itu banyak warga Ngawi dilanda pandemi wabah penyakit tersebut.
Rumah kediamannya yang dulu dijadikan tempat pengobatan diabadikan oleh warga setempat sekarang  menjadi situs sejarah. Masyarakat Ngawi lebih mengenal kediaman dr. Radjiman dengan sebutan "Kanjengan". Saat ini kediaman tersebut menjadi situs dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dan masuk wilayah Dusun Paldaplang Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi. Dikisahkan Bung Karno kerap berkunjung kesana, saat masa perjuangan pergerakan.
Kontribusinya yang luar biasa dalam pengabdian di Ngawi, membuat raja besar pada masa itu ,Susuhunan Pakubuwana X di Kasunanan Surakarta, mengangkatnya sebagai dokter keraton, dan sempat berkarier serta mengabdikan diri di beberapa rumah sakit di Surakarta. Nama dr Radjiman sendiri diabadikan sebagai nama jalan protokol di Solo, untuk mengenang jasa-jasanya dalam bidang kesehatan di kota Solo.
Beliau berperan vital dalam pergerakan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia,  dimulai dari pembentukan Boedi Utomo sampai  BPUPKI. Kontribusi besarnya  pada saat memimpin Budi Utomo adalah pembentukan milisi rakyat di setiap daerah di Indonesia, hal tersebut membuat Hindia Belanda ketar ketir, hingga akhirnya pihak pemerintah Belanda memberikan kompensasi membentuk Volksraad, atau dewan perwakilan rakyat khusus pribumi dan dr. Radjiman pun masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.
Saat berlangsungnya sidang BPUPKI , beliau mengajukan pertanyaan "apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?" Pertanyaan ini lalu dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama tahun 1948.
Dalam era setelah kemerdekaan, Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP, dan kemudian tahun 1950, setelah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ia memimpin sidang pleno pertamanya. Dua tahun kemudian di tahun 1958 beliau wafat dan dimakamkan di Yogyakarta. Beliau selain dikenal sebagai inspirator para Lansia, kiprahnya di Volksraad dan DPR awal kemerdekaan tentang perpajakan, membuat dirinya juga dikenal sebagai Bapak Pajak Indonesia. Oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, beliau juga dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2013
Secara teknis, usia lansia diukur dari umur 60 tahun ke atas, kematangan dr Radjiman yang memimpin sidang BPUPKI saat usia 66 tahun, adalah bukti usia tua pun tak mengurangi semangat dalam memajukan bangsa, apalagi calon presiden kita, Pak Prabowo sudah memasuki usia lansia madya yaitu 72 tahun, seperti kata orang tua, raga boleh tua, tapi jiwa masih semangat 45. Selamat Hari Lansia Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H