Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Budayakan Bersepeda Dulu, Buat Jalurnya Kemudian

14 Mei 2024   06:18 Diperbarui: 14 Mei 2024   14:28 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Jokowi Bersepeda Ria (sumber : Republika News )

Bagi pembaca rutin artikel saya, mungkin ada beberapa yang masih ingat artikel saya berjudul “Ketika Guru Berangkat Sekolah Dengan Sepeda Listrik”, sekitar akhir tahun lalu. Artikel tersebut mendapat respons baik dari beberapa Kompasianer dan untuk sementara menjadi artikel saya yang terbanyak dibaca selama saya aktif di Kompasiana.

Artikel tersebut mengisahkan kisah pribadi saya yang terkadang berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda listrik dan berharap bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca Kompasiana untuk menggunakan moda transportasi ramah lingkungan ketika bepergian.

Sekiranya memang apa yang saya lakukan ternyata menginspirasi lingkungan sekitar saya, di mana semenjak saya agak sering menggunakan sepeda listrik, banyak orangtua wali murid yang pergi mengantar anaknya ke sekolah menggunakan sepeda listrik, begitu pula untuk peserta didik mulai bertambah yang pergi ke sekolah menggunakan sepeda manual.

Beberapa orangtua wali murid terkadang ada yang bertanya kepada saya, tentang harga sepeda listrik, perawatannya apa saja, bahkan ada yang mencoba test drive. Para peserta didik pun kadang saya pinjamkan sepeda listrik saya untuk bermain-main di lingkungan sekolah. Walhasil, mulai banyak orangtua wali murid yang memakai sepeda listrik ketika mengantar putra putrinya ke sekolah.

Pak Jokowi Bersepeda Ria (sumber : Republika News )
Pak Jokowi Bersepeda Ria (sumber : Republika News )

Topik Kompasiana tentang pembuatan jalur sepeda menarik perhatian saya, bahwa permasalahannya bukanlah pada penataan jalur sepedanya, tetapi kembali pada apakah masyarakat kita senang bersepeda. 

Pembuatan jalur sepeda juga tidak akan menjamin banyak orang mau bersepeda dalam kesehariannya, jika memang tidak ada budaya yang mengakar dalam masyarakat Indonesia.

Seperti halnya contoh kasus pada awal artikel ini, di mana harus ada trigger praktek nyata suatu perilaku positif, hingga akhirnya orang banyak meniru, kemudian akhirnya membudaya, dan dari budaya tersebut akhirnya berbuah penataan-penataan yang mengakomodir budaya itu. 

Bukankah aturan hukum dibuat, dikarenakan ada sesuatu yang membudaya di masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, maka problemnya bukan lagi infrastruktur, tetapi kembali masalah budaya masyarakat Indonesia dalam bersepeda.

Masalah paling utama dalam sulitnya membudayakan bersepeda di Indonesia ialah "iklim tropis", bukan infrastruktur atau mahalnya harga sepeda. Saya sendiri pun bersepeda listrik ke sekolah, hanya mampu 1-2 kali seminggu, karena jarak antara rumah ke sekolah sekitar lebih dari 10 KM dan kadang ada aktifitas luar sekolah yang harus menggunakan moda kendaraan bermotor.

Jika saya hidup di negara Belanda mungkin jarak 10-20 km bukan suatu masalah, karena suhu iklim di sana sejuk sepanjang hari, belum lagi negeri Kincir Angin itu relatif medannya datar-datar saja dan juga moda transportasi umum disana sangat menunjang dan terintegrasi dengan penggunaan moda sepeda manual ketika bepergian, di mana banyak lahan parkir aman untuk sepeda.

Selama bulan puasa saja kemarin, saya dilarang oleh istri saya untuk bepergian ke sekolah menggunakan sepeda listrik, karena khawatir suhu panas di siang hari atau kadang turun hujan deras. Maka disinilah tantangannya aktivitas bersepeda di negara beriklim tropis, di mana suhu terik di siang hari, dan juga sering hujan sangat deras.

Namun, tantangan itu sebenarnya janganlah menjadi penghalang bagi kita untuk membudayakan bersepeda dalam beraktifitas sehari-hari. Berikut beberapa hal yang kiranya dapat mendukung terciptanya budaya bersepeda di negara kita.

Kampanye Penggunaan Sepeda Manual/Listrik ke Kantor dan Sekolah

Dalam mendukung program mengurangi emisi karbon, maka pemerintah harus mengkampanyekan budaya bersepeda listrik / manual ke tempat kerja dan sekolah. 

Pemerintah bisa saja menetapkan aturan di mana 30% dari total karyawan di suatu kantor pemerintahan atau swasta, harus menggunakan moda transportasi sepeda listrik/manual ketika berangkat kerja. Di mana tiap dinas bisa menegur bahkan sanksi suatu unit kerja yang belum bisa memenuhi kuota karyawan yang berangkat kerja dengan sepeda.

Mengapa saya menetapkan angka di 30%, hal tersebut diasumsikan karena bisa saja tidak semua karyawan yang tempat tinggalnya dekat dengan kantornya, sehingga kebijakan ini lebih diutamakan kepada karyawan atau pegawai yang kediamannya berada cukup dekat dengan kantornya. Jadi, misal dalam satu unit kantor terdapat 10 karyawan, maka minim 3 diantaranya menggunakan sepeda ketika berangkat kerja.

Begitu pula dengan anak sekolah, paling minim dimulai dari peserta didik kelas 4 SD, juga diterapkan kebijakan demikian, di mana ditetapkan angka minimum jumlah peserta didik yang harus wajib berangkat sekolah menggunakan sepeda manual. Hal ini menjadi penting, agar membudayakan bersepeda untuk berpergian semenjak usia belia.

Subsidi Harga Sepeda Manual/Listrik

Sebagaimana halnya sepeda motor listrik yang harga jualnya disubsidi oleh pemerintah, maka penerapan yang sama bisa diaplikasikan pada pembelian sepeda manual/listrik, utamanya bagi keluarga yang berpenghasilan rendah.

Diharapkan harga sepeda manual/listrik yang terjangkau akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk memilikinya. Jika kita melihat harga sepeda manual baru untuk kualitas standar sekarang saja sudah membuat para guru bermimpi untuk memilikinya, karena harganya bisa saja melebihi gajinya sebulan. Maka dari itu perlu ada intervensi pemerintah untuk menurunkan harga jual sepeda manual/listrik untuk mendukung budaya bersepeda di masyarakat.

Integrasi Transportasi Umum – Jalur Sepeda – Parkir Sepeda

Jika kita melihat negara Belanda dan Jepang yang sukses membudayakan bersepeda pada masyarakat, itu bukan semata-mata iklim suhu yang mendukung, tetapi juga mereka sudah sadar cukup lama tentang pentingnya menjaga lingkungannya, dengan dimulai hal yang paling kecil, yaitu berpergian dengan moda transportasi yang rendah karbon, yaitu bersepeda.

Hingga akhirnya mereka menciptakan suatu sistem integrasi antara transportasi publik dan jalur sepeda. Karena mereka pun menyadari, tidak mungkin bisa menjangkau tempat kerja yang jauh dengan bersepeda. Sehingga kita bisa melihat banyak orang Jepang yang berangkat kerja dengan sepeda, lalu dititipkan di parkiran dekat subway, kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta bawah tanah.

Hal seperti inilah yang juga harus dibangun oleh pemerintah kita, jangan hanya membuat jalur sepeda saja, tetapi bingung jalurnya menuju kemana. Sebagai contoh di negara kita, setiap jalur sepeda harus saling berhubungan antara satu halte bus dengan halte bus lainnya, kemudian di halte bus tersebut disediakan tempat parkir yang ada penjaganya. Jika perlu pada halte bus tersebut ada warungnya, ada tempat bersantai khusus, sehingga para pesepeda bisa sejenak rehat memulihkan stamina.

Jika sudah ada sistem terintegrasi antara jalur transportasi umum, jalur sepeda dan parkirnya di setiap kota, maka jujur saya pun memilih bersepeda setiap hari untuk pergi berkerja, karena biaya perjalanan bisa terpangkas murah, badan jadi sehat, serta tentunya lebih santai dalam perjalanan.

Dalam membuat sistem transportasi terintegrasi ini tentunya harus dipikirkan oleh pemerintah pusat dan daerah, karena memang benar-benar harus terintegrasi dari satu kota ke kota lainnya yang saling berdekatan.

Role Model Publik Figur dan Pejabat Publik

Budaya muncul terkadang didorong oleh seseorang yang dianggap publik dapat mengajak masyarakat ke arah yang positif. Utamanya para pejabat publik yang juga harus memberikan contoh kepada masyarakat, di mana ia sering berangkat ke tempat kerjanya dengan bersepeda, perkara dia pergi daerah-daerah dengan mobil dinas, bukan masalah, yang terpenting ada politik ‘pencitraan’ dapat dilihat masyarakat secara langsung.

Begitu pula dengan artis-artis dan tokoh masyarakat, bisa diendorse oleh pemerintah setempat untuk mengkampanyekan budaya bersepeda kepada masyarakat, sehingga kepopuleran mereka bisa memacu para penggemarnya untuk meniru kebiasaan bersepeda dalam berpergian sehari-hari.

Membuat jalur sepeda itu penting, tetapi yang lebih penting bagaimana kita bisa membudayakan bersepeda di masyarakat sebagai suatu kebiasaan sehari-hari. Semoga Bermanfaat. Selamat Bergowes Ria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun