Di berbagai sosial media, ada beberapa contoh hujatan-hujatan yang tak layak disampaikan di ranah publik, seperti "pemain egois, ga layak di timnas, mending maen tarkam sono", "pemain kocak lu, ngoper kagak jelas", itu hanya beberapa contoh saja, bahkan ada yang lebih parah dimana makian kata kasar pun banyak ditujukan kepada para pemain timnas. Kadang saya merenung, apakah ini karakter asli orang Nusantara yang katanya menjunjung tinggi adab ketimuran.
Sudah jelas itu bukanlah kritik yang membangun, membuat framing kepada pemain timnas dengan sebutan sifat tertentu bukanlah jenis analisa kritik dalam dunia sepakbola. Biasanya para komentator bola profesional dalam mengkritik kinerja pemain cenderung dengan kata-kata teknis, ketimbang kata sifat, contoh "kurang efektif", "terlalu melebar", "faktor kelelahan", "kurang konsentrasi" dan lainnya dimana kata-kata tersebut terasa lebih sopan ketimbang menggunakan kata sifat seperti "egois", "pemalas", "goblok" dan lainnya.
Performa Pemain Tak Selalu Bagus
Bagi penikmat bola sejati, sudah sangat memahami bahwa pemain sepakbola tidak mungkin dalam kondisi prima dalam setiap pertandingan. Sehingga kita pun paham bahwa performa pemain pasti naik turun dalam setiap pertandingannya.
Namun saat ini, banyak penggemar timnas dadakan yang tidak memahami hal tersebut, sehingga ketika sang pemain bermain kurang apik, dihujat habis-habisan, seolah lupa pada pertandingan sebelumnya sang pemain bermain sangat baik.
Kasus yang terkini terjadi pada Marselino Ferdinand, dimana pada pertandingan saat melawan Australia, Yordania dan Korea Selatan, dia bermain sangat brilian. Namun ketika kalah melawan Uzbekistan, Iraq dan Guinea, Marselino dihujat habis-habisan oleh supporter dadakan ini, yang kerap dihujat sebagai pemain egois. Padahal statistik pada ketiga pertandingan terakhir tersebut, nilai passing dan challenge dari Marselino termasuk tertinggi ketimbang rekan-rekannya. Hanya kesalahan-kesalahan kecil dari Marselino, diungkit dan dihujat oleh netizen tak bertanggung jawab, padahal mereka tak sadar pasti melukai perasaan sang pemain yang sedang berkembang permainannya di timnas.
Sepakbola Tak Lebih Dari Sekedar Permainan
Hal inilah yang sering kita lupakan, bahwa sepakbola tak lebih dari sekedar senda gurau belaka seperti kata pak Ustad. Ini cuma permainan saja, ada menang dan ada yang kalah, itu adalah hal yang biasa. Menonton sepakbola kata coach Justin adalah bagian dari entertainment, jadi harus dinikmati sewajarnya saja, jangan sampai baper dimasukkan ke dalam hati, jika tim kesayangan harus kalah.
Saya sendiri adalah fans berat Juventus dari tahun 1994, dari jamannya Gianluca Vialli, sempat bahagia di tahun 1996 juara Champions, namun tetap bangga dengan Juve di tahun 97', 98' gagal terus di final Champions, sempat redup di awal 2000an, bangkit lagi di 2010 ke atas, hingga sekarang sudah lama tak juara Serie A pun tetap setia dan selalu mengucapkan "Finno alla Fine" di laman sosmed Juventus pada setiap pertandingannya, yang artinya "tetap berjuang hingga akhir", itulah fans sejati, tak masalah kalah atau menang, yang penting konsisten mendukung.
Kepada para pendukung timnas yang kerap menghujat para pemain timnas kita, mulai sadarlah bahwa dunia sepakbola tidaklah semudah itu untuk dijalani oleh para pemain timnas, mereka harus latihan super berat di usia muda, gizi makanan diatur, terpisah dari keluarga, kemudian di usia 30an gaji mulai sedikit, tidak ada pesangon. Dengan kondisi seperti itu, apakah layak para pemain timnas yang berjuang demi negaranya dihujat seolah mereka harus dituntut selalu sempurna setiap langkahnya.
Marilah kita menjadi supporter sejati timnas yang bermartabat dan menjunjung tinggi adab etika sopan santun dalam mendukung para punggawa garuda. Jadikan garuda di dadamu benar-benar bisa meneriakkan lantang kepada Timnas untuk selalu berjuang hingga penghabisan. Semoga Bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H