Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang 76 Tahun Perjanjian Roem-Roijen, Simbol Awal Kedaulatan Indonesia

7 Mei 2024   12:04 Diperbarui: 7 Mei 2024   12:10 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perundingan Perjanjian Roem-Roijen 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta (sumber : inews.id )

76 Tahun yang lalu, di lobi Hotel Des Indes tampak asap rokok diplomat ulung Indonesia, Ali Sastroamidjojo mengepul dengan derasnya, seolah menggambarkan begitu kerasnya beliau berpikir dalam negoisasi alot dengan pihak Belanda tentang kedaulatan Republik Indonesia yang diobrak-abrik oleh sekutu selama agresi militer Belanda II.

Adalah Prof. Dr. Supomo, Ali Sastroamidjojo, Mohammad Roem, Leimena, A.K. Pringgodigdo,dan Latuharhary merupakan jajaran para diplomat Republik Indonesia awal yang mengadakan pertemuan diplomasi dengan pihak diplomat Belanda yang diketuai Herman Van Roijen pada 17 April 1949 hingga 7 Mei 1949. Rombongan Delegasi Indonesia diketuai Mohammad Roem, sehingga hasil dari pertemuan diplomasi ini dikenal dengan nama Perjanjian Roem-Roijen, yang diambil dari nama masing-masing ketua diplomat kedua Negara.

Pertemuan ini berlangsung cukup alot dari kedua pihak, hingga sampai harus memanggil wakil presiden Mohammad Hatta dari pengasingan pulau Bangka dan Sri Sultan Hamengkubowo IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap persatuan dari  diplomat Indonesia kepada Belanda

Pertemuan ini merupakan buah dari sengitnya pertempuran gerilya antara TNI  beserta milisi rakyat di berbagai tempat beberapa sebelumnya, yang puncaknya pada serangan umum 1 Maret 1949, membukakan pada dunia, bahwa Pemerintah Indonesia, memiliki kekuatan kedaulatan lewat TNI, hingga memaksa Belanda kembali ke meja perundingan.

Bisa dikatakan perjanjian Roem-Roijen adalah pertemuan 'pemanasan' sebelum diadakannya Konferensi  Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama, dimana perlu diadakannya gencatan senjata secara menyeluruh sebelum diadakan konferensi.

Pada perjanjian Roem-Roijen, pihak delegasi Indonesia memberikan poin-poin pernyataan sebagai berikut :

  • Mengeluarkan perintah kepada "pengikut Republik yang bersenjata" untuk menghentikan perang gerilya.
  • Bekerjasama mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
  • Turut serta dalam KMB di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat

Sementara dari pihak delegasi Pemerintah Kerajaan Belanda saat itu memberikan beberapa klausul pernyataan sebagai berikut :

  • Menyetujui kembalinya pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta.
  • Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
  • Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1949, dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik.
  • Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
  • Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan setelah pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.

Jika kita membaca poin-poin dari kedua belah pihak delegasi, posisi Indonesia bisa dikatakan memiliki kedudukan yang lebih baik. Hal ini merupakan titik balik diplomasi Republik Indonesia, dimana pada perundingan-perundingan sebelumnya seperti perjanjian Linggarjati dan Renville, posisi Indonesia selalu dirugikan dan lemah di mata Internasional.

Berikut beberapa hal imbas dari perjanjian Roem-Roijen pada tanggal 7 Mei 1949 yang merupakan simbol kedaulatan awal dari Republik Indonesia di mata Internasional

Titik Balik Mundur Agresi Militer Belanda

Serangan umum 1 Maret 1949 di kota Yogyakarta yang berlangsung beberapa jam, benar-benar membuat moral militer Belanda menjadi sangat jatuh, dan membuat posisi Indonesia menjadi lebih kuat. Walau tak menguasai sepenuhnya kota Yogyakarta yang pada saat itu menjadi ibukota Republik Indonesia, tetapi serangan semesta TNI dan milisi rakyat tersebut sudah cukup membuat memaksa Belanda untuk kembali ke meja perundingan, apalagi pada saat itu, kota Yogyakarta sedang didatangi perwakilan dari PBB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun