Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Takjil War, Bukti Konsep Rahmatan Lil Alamin

23 Maret 2024   04:13 Diperbarui: 23 Maret 2024   20:15 2596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah tinggal di kota Pontianak sewaktu masih duduk di sekolah dasar dan memori yang selalu teringat adalah suasana vibes Ramadan yang saya rasa nilai lebih semarak ketimbang di Jawa. 

Saya katakan demikian, karena seingat saya Ramadan di kota itu tidak hanya dirayakan oleh umat muslim suku melayu, tetapi juga disemarakkan oleh teman-teman saya etnis Hakka dan suku Dayak yang beragama non-muslim.

Etnis Tionghoa -- Teocheu dan Hakka terbilang jumlahnya sangat banyak di Kalimantan Barat, saya punya banyak teman dari etnis Hakka, di mana saat Ramadan tiba, mereka juga turut serta berjualan takjil di Pasar Juadah, yaitu area jualan takjil khas Kota Pontianak, ibu saya sering membeli 'aek tahu' dan 'chai kwe' dari mereka.

Jujur saya kangen kudapan 'chai kwe', saya rekomendasikan bagi Kompasianer yang berkunjung ke Pontianak untuk mencoba kudapan ini, kue tepung kanji kukus yang berisi berbagai macam isian kemudian dicocol sambal khas Pontianak, saya jamin Anda akan ketagihan.

Di Pontianak, saya juga memiliki saudara dari suku Dayak yang beragama Kristen, di mana mereka juga sering membawakan makanan untuk berbuka bagi keluarga saya, biasanya kue bingka dan makanan khas lainnya, dan sewaktu hari raya Natal tiba, keluarga saya juga membawakan kue-kue kering khas lebaran kepada mereka, sungguh pemandangan sejuk pada saat itu, entah apa tradisi itu masih terjaga hingga sekarang, karena saya sudah domisili di Jawa cukup lama.

Sepenggal kisah saya di atas, bisa dikatakan viralnya Takjil War sebenarnya sudah lama terjadi pada bangsa Nusantara yang berbudi luhur ini. Konsep gemar berbagi bukan sekadar domain umat muslim semata di Nusantara, tetapi memang sifat asli kearifan lokal nenek moyang kita. Fenomena takjil war dapat dikatakan jawaban keresahan bangsa ini dalam beberapa dekade terakhir terkotak-kotak karena politik identitas keagaamaan, bahwa sebenarnya umat muslim dan umat non-muslim di Indonesia memiliki jiwa toleransi yang amat tinggi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata takjil memiliki arti mempercepat dalam berbuka puasa. Terminologi tersebut berakar dari kata 'ajila dalam bahasa Arab yang memiliki arti menyegerakan, sehingga takjil bermakna perintah untuk menyegerakan untuk berbuka puasa.

Ilustrasi Takjil War (sumber : Media Indonesia)
Ilustrasi Takjil War (sumber : Media Indonesia)

Dari kacamata sejarah, takjil sebenarnya adalah salah satu media dakwah ulama Nusantara dalam syiar damainya. Mulanya, hidangan takjil hanya diperuntukkan para jemaah masjid untuk berbuka puasa pada masa awal dakwah di Nusantara pada saat bulan Ramadan.

Namun lama kelamaan, masyarakat sekitar yang belum memeluk Islam, juga kebagian takjil dari takmir masjid, hingga akhirnya banyak masyarakat masuk Islam dengan metode ini.

Namun, pada masa sekarang, makna takjil mulai bergeser, dari yang semula merupakan hidangan gratis bagi yang berbuka puasa di masjid, kini menjadi pasar jajanan dadakan menjelang berbuka puasa di bulan Ramadan. Sah-sah saja, toh pada akhirnya tradisi ini memberikan warna yang meriah menghiasi bulan Ramadan di Nusantara.

Bisa dikatakan, takjil menunjukkan konsep rahmatan lil alamin sesungguhnya, spirit Ramadan benar-benar terejawantahkan lewat takjil war. Lalu, hal-hal apa saja yang membuat tradisi takjil dapat dikatakan bentuk dari konsep rahmatan lil alamin, berikut keempat hal tersebut.

Konsep Berbagi

Spirit berbagi makanan dalam praktik takjil memang sangat luar biasa di bulan Ramadan, hal ini bisa dimaklumi, karena Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR. Tirmidzi)

Dari kutipan hadis tersebut, tercermin wajah Islam yang sesungguhnya, yaitu di mana ibadah puasa Ramadan tidak semata-mata ibadah individual, tetapi juga bisa menjadi ibadah komunal, lewat berbagi makanan gratis saat berbuka puasa.

Bahkan dalam perkembangannya di Nusantara, tradisi takjil berkembang menjadi meluas ke berbagai komunitas, termasuk kelompok non-muslim, yang juga bisa turut menikmati takjil, bahkan berkontribusi membagikan takjil kepada muslim yang hendak berbuka puasa.

Konsep Menyejahterakan

Sebagaimana yang saya terangkan di atas, fenomena takjil sudah bergeser maknanya, di mana yang semula hanya kegiatan berbuka puasa bersama di area masjid, tetapi berubah menjadi pasar jajanan dadakan menjelang berbuka, justru pada akhirnya memberikan banyak kesejahteraan bagi para pelaku kuliner musiman.

Fenomena ini berawal dari beberapa kelompok masyarakat 'mampu' yang hendak berbagi takjil kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah di luar area masjid, setelah melihat tradisi takjil di masjid. 

Dikarenakan keterbatasan tenaga untuk menyediakan hidangan takjil, maka muncullah jasa penyedia takjil alias catering dadakan untuk mengakomodasi hal tersebut.

Lama kelamaan, penyedia takjil ini berinisiatif menjual hidangannya di tempat-tempat umum, fenomena ini mulai terjadi sekitar tahun 80an, dan semakin massif pasca reformasi, di mana meledaknya para penyedia takjil musiman yang berlangsung hingga kini, pelakunya mulai dari ibu rumah tangga, jasa catering hingga perhotelan.

Artinya, secara langsung tradisi takjil memberikan kesejahteraan kepada banyak umat, baik muslim maupun non-muslim. Ada teman saya yang beretnis Tionghoa, mengatakan kepada saya, bahwa dia senang jika bulan Ramadan tiba, karena banyak kue-kue, jajanan hingga minuman segar aneka rasa tumpah ruah dijajakan di tempat umum.

Kekayaan Kuliner Lokal

Secara tidak langsung, fenomena tradisi takjil war memberikan kontribusi pada pengenalan betapa kayanya kuliner nusantara. Banyak jenis-jenis hidangan yang kadang tidak muncul pada saat hari-hari biasa, tetapi justru muncul pada saat bulan Ramadan tiba.

Sebagai contoh Bubur Pedas atau Bubur Rempah yang banyak disajikan oleh beberapa masjid di daerah Sumatera untuk dibagikan untuk masyarakat umum pada saat bulan Ramadan. Dan masih banyak kuliner lainnya yang justru muncul pada saat bulan Ramadan datang di daerah-daerah lainnya.

Belum lagi, terkadang banyak pelaku kuliner yang selalu berkreasi membuat sajian-sajian baru untuk menarik pelanggan khusus hanya pada saat bulan Ramadan, yang menambah khasanah kuliner nusantara.

Mempersatukan Umat Lintas Agama-Suku

Sebagaimana kisah saya di prolog artikel ini, takjil war justru mempersatukan umat lintas agama dan kesukuan. Saya meyakini bahwa di daerah lain pun terjadi hal yang demikian, umat agama lain juga riang gembira menyambut bulan Ramadan, karena takjil war yang mereka nantikan telah tiba.

Makan bersama telah lama menjadi alat pemersatu di berbagai bangsa, termasuk bangsa kita, maka dari itu keberadaan tradisi takjil yang positif ini harus selalu bisa dipertahankan, bahkan kalau bisa selalu ditingkatkan metode variasi pengaplikasiannya, seperti gerakan memborong bersama jajanan takjil di suatu tempat, lalu membagikannya secara gratis kepada masyarakat luas.

Dengan demikian konsep rahmatan lil alamin melalui media takjil secara gamblang dan jelas mempersatukan umat lintas agama dan kesukuan, seyogianya hal ini bisa menjadi renungan bagi kita yang terkadang bertengkar masalah debat keyakinan tak berujung.

Marilah para pembaca yang budiman, kita jadikan momentum takjil war sebagai spirit yang tak sekadar terjadi pada bulan Ramadan saja, tetapi bisa terjadi di sepanjang tahun, sehingga terciptalah masyarakat madani, masyarakat yang saling berbagi. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun