Namun, pada masa sekarang, makna takjil mulai bergeser, dari yang semula merupakan hidangan gratis bagi yang berbuka puasa di masjid, kini menjadi pasar jajanan dadakan menjelang berbuka puasa di bulan Ramadan. Sah-sah saja, toh pada akhirnya tradisi ini memberikan warna yang meriah menghiasi bulan Ramadan di Nusantara.
Bisa dikatakan, takjil menunjukkan konsep rahmatan lil alamin sesungguhnya, spirit Ramadan benar-benar terejawantahkan lewat takjil war. Lalu, hal-hal apa saja yang membuat tradisi takjil dapat dikatakan bentuk dari konsep rahmatan lil alamin, berikut keempat hal tersebut.
Konsep Berbagi
Spirit berbagi makanan dalam praktik takjil memang sangat luar biasa di bulan Ramadan, hal ini bisa dimaklumi, karena Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR. Tirmidzi)
Dari kutipan hadis tersebut, tercermin wajah Islam yang sesungguhnya, yaitu di mana ibadah puasa Ramadan tidak semata-mata ibadah individual, tetapi juga bisa menjadi ibadah komunal, lewat berbagi makanan gratis saat berbuka puasa.
Bahkan dalam perkembangannya di Nusantara, tradisi takjil berkembang menjadi meluas ke berbagai komunitas, termasuk kelompok non-muslim, yang juga bisa turut menikmati takjil, bahkan berkontribusi membagikan takjil kepada muslim yang hendak berbuka puasa.
Konsep Menyejahterakan
Sebagaimana yang saya terangkan di atas, fenomena takjil sudah bergeser maknanya, di mana yang semula hanya kegiatan berbuka puasa bersama di area masjid, tetapi berubah menjadi pasar jajanan dadakan menjelang berbuka, justru pada akhirnya memberikan banyak kesejahteraan bagi para pelaku kuliner musiman.
Fenomena ini berawal dari beberapa kelompok masyarakat 'mampu' yang hendak berbagi takjil kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah di luar area masjid, setelah melihat tradisi takjil di masjid.Â
Dikarenakan keterbatasan tenaga untuk menyediakan hidangan takjil, maka muncullah jasa penyedia takjil alias catering dadakan untuk mengakomodasi hal tersebut.
Lama kelamaan, penyedia takjil ini berinisiatif menjual hidangannya di tempat-tempat umum, fenomena ini mulai terjadi sekitar tahun 80an, dan semakin massif pasca reformasi, di mana meledaknya para penyedia takjil musiman yang berlangsung hingga kini, pelakunya mulai dari ibu rumah tangga, jasa catering hingga perhotelan.
Artinya, secara langsung tradisi takjil memberikan kesejahteraan kepada banyak umat, baik muslim maupun non-muslim. Ada teman saya yang beretnis Tionghoa, mengatakan kepada saya, bahwa dia senang jika bulan Ramadan tiba, karena banyak kue-kue, jajanan hingga minuman segar aneka rasa tumpah ruah dijajakan di tempat umum.
Kekayaan Kuliner Lokal
Secara tidak langsung, fenomena tradisi takjil war memberikan kontribusi pada pengenalan betapa kayanya kuliner nusantara. Banyak jenis-jenis hidangan yang kadang tidak muncul pada saat hari-hari biasa, tetapi justru muncul pada saat bulan Ramadan tiba.