Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

God Save "Em Yu"

3 Januari 2024   05:06 Diperbarui: 3 Januari 2024   16:15 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tendangan bebas melengkung rendah indah diceploskan pemain favorit saya di Bayern Munchen yaitu Mario Basler ke gawang Peter Schmiechel pada Final Liga Champions pada tahun 1999 di Camp Nou, Barcelona.

Saya waktu itu berjingkrak kegirangan, karena Bayern Munchen berhasil unggul di menit-menit awal atas Manchester United pada laga final ikonik itu. 

Saya kegirangan dikarenakan waktu itu saya masih dalam masa Jahiliyah yaitu suka pasang taruhan pada pertandingan sepakbola, menjagokan Bayern Munchen pada laga final itu.

Namun rasa girang itu hancur hanya dalam 2 menit saja, karena punggawa Fergie berhasil membalikkan keadaaan pada masa injury time lewat gol-gol Sheringham dan Solksjaer. Seketika saya langsung membenci sekaligus mengagumi kebesaran klub Manchester United pada saat itu.

Semenjak laga final ikonik itu, Manchester United menjadi simbol sejati industri sepakbola di era awal 2000an. Sebelum masa itu, klub-klub Inggris masih sering disepelekan kiprahnya di laga-laga Eropa. Sir Alex Ferguson sukses besar membalikkan anggapan itu, dan tanpa disadari juga membangkitkan geliat sepakbola Eropa menjadi lebih kompetitif dan menjadi tontonan olahraga paling bermutu.

Pada era 90an, sepakbola Eropa masih berkiblat pada Seri A Italia, pada masa ini boleh dibilang masa-masa embrio kemunculan fans garis keras di tanah air, termasuk saya yang jatuh cinta kepada Nyonya Tua Juventus.

Sepanjang 90an, pembicaraan para remaja gandrung bola masih berkutat pada Del Piero, Bierhoff atau Ronaldo Botak yang gabung dengan Inter Milan. 

Namun ketika Manchester United menjuarai Liga Champions pada tahun 1999, dimulailah era terbaik menikmati sepakbola sepanjang sejarah umat manusia.

Man Utd ketika juara Champions League 1999 (sumber art photolimited)
Man Utd ketika juara Champions League 1999 (sumber art photolimited)

Pada era 2000an awal, industri sepakbola eropa langsung terhentak dengan kemenangan Manchester United pada laga final tersebut. Sepakbola eropa benar-benar mulai menglobal di masa itu, dan sangat terasa dampaknya hingga ke tanah air. 

Acara pundit sepakbola membanjir di televisi nasional, tabloid majalah bertema bola mewabah menjadi 'makanan' wajib para penggila bola, kartu-kartu pemain top menjadi koleksi anak-anak SD hingga SMP.

Belum lagi rental PS menjamur di setiap RT kampung-kampung dengan PES Winning Eleven sebagai game primadonanya. Era 2000an awal adalah memang masa-masa terbaik menikmati sepakbola, dan Manchester United adalah penyebab awal semua itu.

Manchester United mengubah wajah sepakbola dunia, dari sekedar bermain cantik di lapangan menjadi industri yang bisa dijual dari jersey hingga gosip-gosip murahan para WAGS. Para Fergie Fledglings benar-benar bukan sekedar mengubah wajah sepakbola eropa, tetapi ketertarikan dunia akan sepakbola yang penuh spirit yang digelorakan oleh warna merah berani mereka.

Namun apa yang terjadi di tahun 2013, ketika mbah Fergie harus pensiun menikmati hari tuanya. Apakah sepenuhnya Manchester United gagal total pasca kepergian beliau, kesimpulan awal saya untuk para fans Em Yu ada dua, yaitu masih belum move on -- nya para fans terhadap pasca kepergian Fergie dan ekspetasi tinggi terhadap prestasi klub.

Apakah David Moyes, Ryan Giggs, Louis Van Gaal, Jose Mourinho, Ole Gunnar Solksjaer, Michael Carrick, Ralf Rangnick hingga yang terakhir si botak Erik Ten Hag dianggap gagal semua, hanya karena dari kesemuanya belum mempersembahkan gelar Liga Inggris dan Liga Champios. Dalam hal ini fans Em Yu harus mau belajar sejarah lagi tentang klubnya.

Sir Alex datang ke Manchester United pada tahun 1986, kondisinya sangat parah,para  pemainnya suka mabuk-mabukan, merokok hingga kehidupan malam, tak jarang para pemain bermain sering dalam kondisi mabuk, benar-benar brutal dan bar-bar kondisi klub saat itu.

Sir Alex jatuh bangun membangun klub, bahkan di tahun 1989, Manchester United hampir saja terdegradasi. Intinya performa Fergie di tahun 80an bisa dinilai angin-anginan, jauh lebih buruk daripada era sekarang. 

Fans lokal sempat tak percaya dengannya, namun manajemen sangat percaya dengan proyek pemain muda Fergie, dan tetap mempertahankan kursi kepelatihannya.

Hasil yang dinanti-nanti datang pada tahun 1993, dimana Fergie berhasil mempersembahkan gelar liga Inggris untuk pertama kalinya untuk klub sejak musim 1966/1967. 

Ini artinya di masa itu, Manchester United harus puasa gelar liga Inggris selama 26 tahun, dan Fergie harus membutuhkan masa kepelatihan selama 7 tahun untuk meraih gelar itu.

Sungguh suatu kisah kesabaran yang luar biasa untuk sebuah klub legendaris. Hal ini harusnya menjadi pondasi yang kuat untuk para fans Man Utd untuk harus tetap setia mensupport klub kesayangannya.

Saya bukanlah fans berat Manchester United, namun saya prihatin dengan loyalitas fans MU beberapa waktu terakhir, dimana banyak diantara mereka yang sering posting mosi tidak percaya dengan performa klub. Seolah klub legendaris ini sudah dianggap tak layak untuk didukung.

Berikut ada beberapa poin penting untuk para fans manchester united harus tetap selalu setia mendukung klub nya

Simbol Awal Klub Modern

Sebagaimana yang saya jelaskan di atas, Manchester United adalah simbol awal klub modern yang mendobrak industri sepakbola di awal 2000an, sejarah ini jelas tidak akan bisa diulangi oleh klub-klub besar lain.

Kalaupun di pertengahan 2000an, Barcelona sempat mendominasi dengan Tiki Taka --nya Pep, tetapi tanpa opa Fergie yang membuka persaingan kompetitif di kompetisi Eropa, tidak akan ada Guardiola, Zidane atau Mourinho yang cukup sukses prestasi manajerialnya.

Sejarah inilah yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan bagi para fans Manchester United. Pada era 90an, para fans tanah air tahunya cuma Juventus, AC Milan dan Inter Milan, namun selepas 2000an, orang-orang mulai memperhitungkan Manchester United, Barcelona, Real Madrid, Arsenal, Liverpool, Bayern Munchen hingga Borussia Dortmund. Jadi, berbanggalah kalian Manchunian

Hargai Nilai Tradisi Klub

Ada hal yang kadang dilupakan oleh para fans klub, yaitu nilai-nilai yang dianut oleh sebuah klub. Saya adalah fans Juventus semenjak 90an, ada nilai tradisi unik dari Juventus ketimbang rivalnya AC Milan atau Inter Milan, yaitu klub besar Italia yang rekrutan pemainnya dominan asli Italia ketimbang klub besar Italia lainnya, makanya gaya mainnya Juventus selalu Italia banget.

Sementara Manchester United saya rasa juga memiliki nilai tradisi yang sangat bisa dibanggakan. Old Trafford yang ikonik, sebenar-benarnya Theatre of Dream, adalah stadion yang menurut saya termasuk legendaris, setara dengan Nou Camp, San Siro, Camp Nou atau Bernabeu. 

Desainnya yang sangat Inggris banget, sederhana, tapi entah mengapa vibes stadion ini yang terbaik di Britania Raya. Berbanggalah kalian Manchunian.

Klub ini memang pernah mengalami 2 kali fase keemasan, yaitu era kepelatihan Sir Matt Busby dan Sir Alex Ferguson, kedua pelatih ini sukses berat membawa Man Utd menjadi klub yang bergengsi di Britania Raya dan Eropa bahkan dunia. 

Bisa dikatakan kedua pelatih legendaris juga menanamkan spirit yang sama, yaitu semangat glory merah berani ala setan merah yang memang kesetanan jika para pemain sedang bertanding.

Gary Neville dikisahkan kerap mengkritik para pemain baru yang saja baru bergabung, dimana dia menuturkan bahwa kultur asli para pemain Man Utd adalah selalu aktif berkomunikasi  tanpa henti dengan lantang ketika di lapangan, entah itu memberikan arahan atau sekedar memberi semangat kepada rekan lainnya, makanya dia selalu menyesalkan jika pemain baru tak mau ikut dengan kultur ini. 

Kultur budaya ini jelas menggambarkan bahwa kesebelasan Man Utd adalah tim yang bermain dengan penuh spirit dan keinginan kuat untuk menang.

Warna merah berani, gaya main kesetanan ala setan merah, stadion yang ikonik, prestasi trofi yang berjibun dan masih banyak lagi yang bisa dibanggakan, adalah sebenarnya sesuatu yang bisa dibanggakan oleh Manchunian dan tak perlu berkecil hati, apabila saat ini sedang terpuruk prestasinya.

Klub Besar Legendaris Pasti Bisa Bangkit Kembali

Saya pernah melihat acara pundit luar negeri yang membahas siklus-siklus prestasi klub-klub legendaris. Dalam acara tersebut disebutkan beberapa klub besar yang dikategorikan legendaris yang masih eksis, dan Manchester United termasuk di dalamnya.

Tidak semua klub yang di jaman dulu sempat berprestasi bisa dikatakan klub besar legendaris sejati, contohnya Nottingham Forest yang sempat jaya di Eropa, ada memang kriteria-kriteria khususnya.

Di Inggris sendiri, memang banyak klub hebat dalam 2 dasawarsa terakhir, tetapi bagaimanapun secara jujur saya katakan klub besar legendaris dari negara ini adalah Manchester United dan Liverpool. 

Sementara Arsenal, Manchester City, Chelsea dan lainnya masih perlu waktu beberapa dasawarsa lagi untuk bisa dikatakan klub besar legendaris.

Klub besar legendaris jika diperhatikan mereka mempunyai siklus yang berulang dalam naik turunnya prestasinya. Ada kadang siklus dimana dalam satu dasawarsa prestasinya biasa-biasa saja, ada juga dalam satu dasawarsa prestasinya sangat sedikit trofinya, ada juga bisa dalam satu dasawarsa prestasinya bisa sangat luar biasa.

Kepada para Fans Em Yu, kalian bersabarlah, nikmati setiap pertandingan, nikmati setiap musimnya, Klub besar legendaris seperti Manchester United pasti akan datang momennya masa dimana prestasinya bisa bejibun.

Edukasi Fans Karbitan

Mungkin banyak para fans Em Yu yang baru bergabung sekitar satu dasawarsa terakhir, entah karena ikutan kakaknya atau bapaknya, karena  waktu kecilnya mungkin dibelikan baju jersey sama sang ayah waktu ada pasar malam.

Belum pernah melihat timnya secara langsung mengangkat trofi bergengsi, haruslah memahami bahwa apa yang diwariskan ayahmu atau kakakmu di masa lalu itu benar-benar sesuatu yang harus dibanggakan dan dipertahankan.

Sepakbola bukan sekedar menang kalah, tetapi ketika loyalitas klub sudah dipertautkan di dalam hati, janganlah berpindah ke lain hati, layaknya ijab kabul dalam pernikahan. 

Menjadi seorang supporter berat sebuah klub sepakbola adalah suatu keharusan bagi kalian yang mengaku gandrung bola, agar supaya dalam menonton pertandingan klub kesayangannya terasa gregetnya dan mengerti arti makna kemenangan dan kekalahan.

Jadilah fans klub sejati, jadilah Manchunian yang sejati. God Save Manchester United.

Glory... Glory Man United... and the reds go marching on..on.. on..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun