Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Antara Sainte Lague dan Konser Dangdut, Peta Persaingan Caleg Dalam Pemilu

11 Desember 2023   05:06 Diperbarui: 12 Desember 2023   01:41 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh jika masalah yang muncul ada jalan kampung yang kerap rusak di musim hujan, maka yang harus diberikan pemahaman oleh calegnya adalah memberikan solusi bagaimana jalan kampung tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu saluran drainasenya, sebelum memulai proyek perbaikan jalan. Sementara 'janji', yang diberikan hanyalah janji bahwa di jalan kampung akan mulus, tanpa memaparkan bagaimana solusi jalan yang kerap rusak di musim hujan.

Kampanye tidak Harus Mahal, Tapi Efektif

Sebagaimana yang diterangkan di atas, jika para caleg memahami betul konsep metode penghitungan Sainte Lague, maka para caleg memang harus fokus di kantung-kantung suara yang bisa dia masuki.

Sebagai contoh, bisa saja partai yang menaunginya memenangkan suara mayoritas pada dapilnya, namun bukan berarti si caleg serta merta bisa mendapatkan kursi. Karena dalam metode penghitungan Sainte Lague, suara yang diperoleh oleh partai lain juga bisa dihitung untuk mendapat kursi, dengan urutan pembagi angka ganjil.

Dalam artian, partainya boleh kondang dan mayoritas, bukan partai kecil gurem, tapi bukan menjadi jaminan si caleg yang bernaung di bawahnya bisa otomatis mendapatkan kursi. Maka dari itu, tingkat persaingan antar caleg dalam satu partai juga bisa berlangsung sengit.

Dalam hal ini, agar bisa menghemat tenaga dan biaya dalam berkampanye, para caleg harus bisa memetakan wilayah-wilayah mana saja yang bisa dia 'intervensi' suaranya, sehingga para pemilih benar-benar fokus memilih kepadanya, bukan ke suara partai atau caleg lainnya.

Wilayah dapil yang cukup luas, tentunya tidak bisa sepenuhnya dijangkau oleh caleg mengkampanyekan dirinya. Butuh biaya yang cukup besar untuk menyebar banner atau baliho ke seluruh wilayah dapil, sehingga yang muncul adalah sampah pemandangan di sepanjang jalan, karena hampir semua caleg melakukan hal yang sama.

Para caleg harus aktif mendatangi ke wilayah-wilayah kecil di dalam dapilnya dan membangun silaturahmi dengan komunitas di wilayah itu. 

Acara-acara seperti sarasehan sederhana atau urun rembug antar warga, dirasakan jauh lebih efektif ketimbang menggelar konser-konser dangdut massal yang dihiasi orasi-orasi janji muluk-muluk.

Sudah saatnya kita menuju pemilu yang bermartabat dan elegan, bukan lagi pemilu yang kampungan dan serampangan. Sudah saatnya para caleg mendidik para pemilih untuk memilih berdasarkan kemampuan para caleg dalam memberikan solusi permasalahan yang timbul. Mari kita menjadi pemilih yang cerdas. Semoga Bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun