Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghidupkan Kembali Majalah Anak

2 Desember 2023   11:31 Diperbarui: 2 Desember 2023   12:11 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Majalah Bobo Edisi Khusus 50 Tahun: Dokpri

Pada bulan agustus lalu, anak saya merengek untuk dibelikan Majalah Bobo edisi khusus 50 tahun, karena takut jika kehabisan. Setiap bulan saya memang berlangganan majalah Bobo untuk anak saya, sebuah majalah anak skala nasional yang satu-satunya masih eksis hingga kini.

Sungguh saya sangat berterima kasih untuk grup Kompas Gramedia yang masih berusaha menerbitkan majalah Bobo di tengah deru derapnya Tik Tok, YouTube dan aplikasi-aplikasi game yang menghantam anak-anak kita. Lewat tulisan ini pula, saya ucapkan selamat kepada Majalah Bobo yang sudah setia menemani anak-anak Indonesia selama 50 tahun, semoga tetap selalu eksis dan terdepan dalam perjuangan literasi anak.

Sekilas terkesan jadul, jika kita membelikan anak-anak bacaan majalah sesuai usia mereka dengan rentang harga belasan ribu di jaman sekarang, dibandingkan membeli kuota puluhan ribu yang bisa mengakses bermacam-macam informasi dan kegunaan.

Setahu saya dan terakhir saya meng-googling kalimat 'majalah anak yang masih eksis', yang keluar hanya majalah 'Bobo'. Dan memang jika ke kios-kios majalah yang jumlahnya juga mulai diambang kepunahan, pilihan yang ada tinggal majalah Bobo untuk pilihan anak. Kalaupun ada yang lain, itu rata-rata majalah anak lokal yang bernuansa islami, itupun jumlahnya masih sangat minim.

Majalah anak pernah pada masa jayanya pada era 90an hingga 2000an awal, puncaknya pada masa awal reformasi, sebagaimana media-media cetak bergenre lain seperti olahraga, fashion, infotainment, hobi dan lainnya, yaitu era dimana dimulainya kebebasan pers di negara kita.

Majalah seperti Bobo, Fantasi, Mentari, Ina dan puluhan majalah anak legendaris lainnya pernah merajai setiap kamar anak-anak Indonesia serta ruang perpustakaan sekolah di masa 90an.

Saya sendiri sewaktu kecil berlangganan majalah Bobo, sampai-sampai dijilid menjadi satu oleh ibu saya setiap edisinya. Menjadi gambaran bahwa bacaan majalah anak di jaman itu sangat berharga, dan tidak di-loak-an atau dibuang begitu saja

Masih ingat dalam ingatan, ketika ulasan serial Satria Baja Hitam menjadi hits pada majalah Fantasi selama berminggu-minggu dan hadiah posternya selalu saya tunggu tiap minggunya. Sungguh di jaman itu, majalah atau tabloid anak menjadi selalu yang dinanti baik bagi orang tua dan anaknya.

Sudah pasti majalah anak, selain memuat artikel-artikel yang bersifat hiburan, materinya juga banyak mengulas tentang ilmu pengetahuan, pembelajaran sekolah, cerpen, dan konten-konten edukatif lainnya. Semua rubrik disusun secara seksama oleh redaksi yang memang concern di bidang perkembangan anak, menjadikan para orang tua di jaman itu mau berlangganan majalah anak demi peningkatan literasi anaknya.

Namun, seiring berjalannya waktu, ketika mulai memasuki era informasi digital, mulailah masa dimana mulai berjatuhannya berbagai media cetak termasuk majalah bergenre anak. Majalah Bola yang legendaris saja, harus gulung tikar, apalagi majalah sekelas genre anak.

Orang-orang di jaman sekarang lebih memilih mencari informasi secara mandiri lewat smartphone-nya masing-masing. Tidak ada yang salah dengan hal itu, kebanyakan dari kita melakukannya karena informasi aktual di jaman sekarang sudah semacam kebutuhan primer.

Jika bagi genre orang dewasa, sebenarnya industri media hanyalah sekedar 'switching' saja seperti yang diutarakan Rhenald Khasali. Dari yang semula menggunakan media cetak kertas, kemudian berpindah ke platform digital, dengan konten yang sama dan lebih massif jangkauannya.

Tetapi untuk majalah genre anak, sebenarnya tidak perlu switching sebagaimana media-media cetak bergenre dewasa.  Karena dalam perkembangan usia dini, membaca adalah salah satu sarana terbaik untuk kemampuan literasi anak.

Memang smartphone bisa untuk membaca banyak artikel-artikel bertema anak, tetapi apakah anda bisa menjamin, anak-anak dengan tekun membaca konten-konten edukatif pada gawai mereka. Sudah pasti mereka lebih tertarik menonton konten-konten video yang bersifat hiburan, yang bisa saja banyak yang mengandung hal negatif jika tidak bisa diawasi langsung oleh orangtua.

Majalah anak mempunyai kelebihan tersendiri ketimbang gawai elektronik atau buku tebal. Karena isinya memang didesain selalu menarik untuk dibaca ketimbang buku tebal bagi anak-anak. Tentunya juga isinya jauh lebih terjamin layak dibaca ketimbang arus informasi dari platform digital smartphone yang sulit pengawasannya dari orang tua.

Berikut beberapa hal alasan majalah bergenre anak layak untuk dihidupkan lagi demi perkembangan literasi anak Indonesia.

Tidak Harus Aktual

Banyak media cetak bertumbangan karena alasan operasional yang tinggi, mereka memilih berubah menjadi platform digital yang jauh lebih efisien dan jauh sangat lebih aktual dari segi pemberitaan. Hal ini sangat dibenarkan dalam prinsip ekonomi, namun tidak serta merta untuk pangsa pasar majalah bergenre anak.

Majalah atau tabloid anak, sejatinya tidak membutuhkan informasi aktual yang sangat detail dan rinci. Platform seperti Kompas.Com memang sangat aktual, hampir setiap menitnya ada berita-berita baru yang bisa diakses, tapi untuk anak-anak, hal ini bukanlah konsumsi utama, malah harus dikendalikan, karena bisa saja informasi tersebut harus dicerna lagi oleh mereka dan pengawasan orang tua.

Jikapun memerlukan ulasan aktual, tim redaksi majalah anak bisa merangkum trending-trending penting selama  periode penerbitan, semisal mengulas kejadian-kejadian penting selama seminggu yang layak baca bagi anak.

Sebagai contoh, yang sedang trending adalah event Piala Dunia U 17, maka redaksi bisa mengulas berbagai macam artikel atau rubrik tentang event tersebut dengan bahasa 'layak' anak. Inilah kelebihan majalah anak ketimbang platform digital, dimana tim redaksi majalah akan jauh lebih hati-hati mengemas bahasa yang cocok bagi perkembangan anak.

Majalah anak bisa mengulas kejadian-kejadian masa lalu atau sejarah, yang mungkin tidak terpikir dalam benak mereka untuk mencarinya di platform digital.

Dikarenakan majalah anak tidak harus dituntut keaktualitasannya secara penuh, maka seharusnya tidak masalah bagi para penerbit untuk berlomba-lomba kembali menyajikan bacaan majalah atau tabloid anak.

Sangat Bisa Dikontrol

Majalah anak adalah satu-satunya media informasi menarik bagi anak yang bisa sangat dikontrol oleh orang tua. Berbeda dengan smartphone yang lebih sulit untuk diawasi penggunaannya oleh orang tua, karena aksesnya yang memang sangat terbuka dan anak tak bisa menyaring mana arus informasi yang tak layak bagi mereka.

Maka dari itu, keberadaan majalah anak akan membuat orang tua lebih nyaman dan tenang jika anak ditinggal sendirian ketimbang jika mereka hanya dipasrahkan memakai gawai smartphone.

Berbeda dengan platform digital, pada majalah anak, redaksi jauh lebih selektif dan mendalam ketika menyusun artikel atau rubriknya. Mulai dari tata bahasa hingga mem-filter sesuatu hal yang berkaitan perkembangan anak.

Memang Untuk Anak

Gawai Smartphone memang bisa memberikan alternatif arus informasi yang beragam, namun permasalahannya bauran segmen smartphone sangatlah luas, dalam artian bisa untuk berbagai tingkatan usia.

Dikarenakan dari satu gawai, tangan bisa mengetik apa saja informasi yang akan digali. Maka akan menjadi suatu kerawanan, jika anak yang masih dalam tumbuh kembang mendapatkan informasi atau konten dewasa.

Sementara media cetak, bisa langsung ditentukan siapa pembacanya, majalah bergenre anak sudah jelas isinya adalah bermaterikan tentang dunia anak.

Praktis memang untuk media cetak majalah atau tabloid, hanya genre anak-lah yang masih bisa dikembangkan. Karena anak dalam usia dini, mereka membutuhkan sesuatu yang 'tangible', sesuatu yang bisa dipegang dan dibaca, keberadaan majalah yang menarik tentunya bisa menjadi alternatif utama literasi bagi anak, selain buku.

Literasi Awal Anak

Buku yang tebal dan penuh dengan tulisan, bisa jadi momok bagi anak-anak usia dini dalam peningkatan literasinya. Sementara majalah atau tabloid anak yang penuh warna, karakter animasi serta rubrik-rubrik kreatif tentunya sangat menarik bagi anak-anak.

Kelebihan ini tentunya tidak dimiliki oleh gawai smartphone yang hanya berlayar inchi kecil. Majalah atau tabloid anak biasanya banyak infografis berwarna-warni kreasi yang sangat menarik bagi perkembangan anak.

Bentuk konten majalah atau tabloid anak yang menarik bisa menjadi pemantik awal ketertarikan anak terhadap kemampuan literasinya. Ketimbang mereka memulainya dengan melihat konten-konten video pada platform digital.

Majalah atau tabloid anak bisa menjadi gerbong utama dalam peningkatan literasi untuk anak usia dini. Bisa dibayangkan, jika setiap minggu ada belasan alternatif majalah anak yang terbit, tentunya orang tua tidak perlu khawatir dalam memberikan hiburan yang sifatnya informatif edukatif kepada anaknya, ketimbang diberikan gawai smartphone.

Semangat literasi bagi perkembangan anak usia dini harus selalu digaungkan, dan kita berharap pemerintah lewat kementerian pendidikan bisa mendukungnya dengan mensosialisasikan serta mempromosikan mengaungkan kembali penerbitan majalah atau tabloid anak ke sekolah-sekolah. Jika peserta didik sudah terbiasa membaca majalah bergenre anak, diharapkan hal tersebut bisa menjadi pembuka ketertarikan awal dalam peningkatan literasi bangsa kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun