Saya sarankan bagi anda para pembaca, setelah membaca artikel ini silahkan membuka akun Youtube anda dan membuka konten Skibidi Toilet, utamanya bagi para orangtua yang memiliki putra-putri berusia dini. Sehingga apabila setelah membaca ulasan artikel ini, bisa menjadi pembanding bagi anda untuk menilai konten Skibidi Toilet yang akan saya bahas kali ini.
Saya cantumkan disclaimer di atas, agar tulisan artikel ini tidak hanya sekedar baca sambil lalu saja, tetapi bagi para pembaca yang budiman, dapat melakukan riset sederhana seperti yang saya lakukan ini. Karena tayangan konten Skibidi Toilet bagi kami para pendidik, boleh dibilang cukup meresahkan untuk tumbuh kembang peserta didik usia dini.
Awal mulanya saya tidak begitu memperdulikan atau dalam bahasa Jawanya yaitu "ora ngagas" perilaku sebagian para peserta didik dari kelas 1 hingga kelas 4, yang melakukan bunyi-bunyian aneh sambil jongkok dan sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tapi hari demi hari, saya mulai memperhatikan diantara mereka yang membicarakan tokoh-tokoh yang ada dalam bunyi-bunyian dan gerakan-gerakan aneh mereka itu. Sekali lagi, saya pun hanya mengamati saja, tidak begitu menggubrisnya.
Hingga pada suatu saat, salah satu murid berjoget-joget, lalu saya menanyakan joget apa yang dilakukannya. Dia tidak menjawab secara langsung, tetapi dia membuat pernyataan bahwa dia ingin seperti Kameramen. Sepintas, saya pun hanya memahami, bahwa dia suatu saat ingin menjadi seorang juru kamera.
Tak lama kemudian segerombolan murid membicarakan bahwa Kameramen sanggup mengalahkan Skibidi Toilet dalam suatu pertempuran. Langsung saja, naluri intuisi saya sebagai pendidik pun bergidik dan merasa ada sesuatu yang salah dan janggal. Ternyata makna kameramen yang dimaksud bukanlah profesi, tetapi justru adalah tokoh animasi yang digandrungi anak-anak.
Sebenarnya bukanlah yang aneh, jika anak-anak mengidolakan tokoh animasi yang sedang viral, tetapi kita sebagai orangtua dan pendidik haruslah selalu 'aware' dengan karakter-karakter animasi yang baru bermunculan dan kebanyakan dari kita tidak mengetahuinya karena kemunculannya hanya di platform sosial media bukan di TV nasional.
Jika di era 90an, para orang tua bisa membersamai anak-anak menonton acara animasi pada TV Nasional, sehingga bisa mengontrol apa yang ditonton anaknya. Berbeda di era sekarang, dimana si anak rata-rata dapat menonton sepuasnya di platform sosial media  seperti YouTube dan orang tua agak kesulitan mengontrolnya walau pada smartphonenya sudah ada mode aman-nya.
Mau tak mau kita pun harus aktif juga melihat apa yang anak-anak tonton, mengingat kita meyakini konten-konten yang membanjiri informasi yang diterima oleh mereka, sudah pasti ada yang berdampak negatif terhadap perkembangannya.
Tak usah lama-lama, segeralah saya membuka smartphone saya dan mencari tahu apa itu Skibidi Toilet, apa itu Kameramen, apa itu Titan dan berbagai tokoh-tokoh animasi yang kerap menjadi topik pembicaraan para peserta didik.
Jujur ketika pertama kali melihat tayangan dari Konten Skibidi Toilet, saya merasa jijik dan keheranan. Karena sosok tokoh animasi ini jauh dari kata menarik untuk ditonton, tetapi kenapa anak-anak saya perhatikan sangat addicted dengan tayangan ini.
Ternyata fenomena ini tidak hanya terjadi pada beberapa murid kami, tetapi juga menjangkiti sebagian besar anak-anak usia kelas 2 hingga kelas 4 SD yang tentunya diberikan akses smartphone oleh orang tuanya baik yang di pedesaan maupun perkotaan.
Dilansir dari Wikipedia, Skibidi Toilet adalah serangkaian seri konten viral Youtube yang diunggah oleh konten kreator yang bernama DaFuq!?Boom! Serial ini menggambarkan perang antara Toilet Skibidi yaitu makhluk 'Kepala Tanpa Tubuh' di dalam Toilet bergerak atau bisa dikatakan Kepalanya Manusia sementara badannya Toilet melawan Faksi orang-orang yang memiliki perangkat keras di kepalanya seperti kamera (Cameraman), televisi (TV man), dan Titan, makhluk raksasa yang telanjang.
Skibidi Toilet dibuat oleh animator dari negara Georgia yaitu Alexey Gerasimov. Animasi ini menampilkan visual aneh, absurditas tingkat tinggi, tidak masuk akal dengan durasi yang singkat dan menjadi viral hanya beberapa bulan setelah debutnya.
Video pertamanya dirilis pada bulan Februari 2023 dan menjadi booming viral pada bulan Juni 2023 hingga kini. Hingga kini para pakar pun masih bertanya-tanya kenapa konten ini bisa sangat viral di kalangan anak-anak.
Sepintas saya menontonnya, animasi pada serial Skibidi Toilet, benar-benar didesain bentuk tokoh-tokohnya dibuat seabsurd mungkin, sehingga mungkin anak-anak di bawah 10 tahun, yang imajinasinya masih liar, sangat mudah untuk dimasuki ruang hiperbolik khayalannya. Dan lambat laun hal ini menimbulkan adiksi untuk menontonnya terus.
Lalu percakapan dialog antar tokohnya pun tidak begitu jelas apa maksud dan bahasanya. Kemudian latar musiknya agak seperti pengulangan-pengulangan aneh. Sekali lagi hal-hal absurd seperti ini menimbulkan adiksi penasaran yang tinggi buat anak-anak di bawah 10 tahun. Parahnya lagi, sudah ada juga dalam format game aplikasi di PlayStore.
Bagi sebagian besar orang dewasa, tayangan ini sama sekali tidak menarik dan menjijikkan, tapi tidak untuk anak di bawah 10 tahun, utamanya yang laki-laki yang daya imajinasinya masih belum terbentuk dengan baik.
Saya menilai hal-hal seperti ini jika dibiarkan terus dan dianggap hal yang biasa, akan dapat membahayakan perkembangan kognitif dan logikanya. Memang anak-anak harus dipacu daya imajinasi dan kreasinya, tetapi tetap harus sesuai kaedah norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pada sesi parenting class di kelas saya, saya sudah mengultimatum kepada para orangtua walimurid untuk memblacklist beberapa konten-konten yang viral pada anak-anak. Saya meminta kepada mereka untuk melarang anak-anak membuka konten-konten tersebut, dan kami pun sepakat berkomitmen untuk menyelamatkan anak-anak dari konten-konten berbahaya, termasuk Skibidi Toilet.
Berikut kiranya tips-tips agar kita bisa menghindarkan dan mencegah anak-anak kita terpapar konten-konten negatif yang berseliweran di platform smartphone.
Tunjukkan Minat Terhadap Apa yang Anak Tonton
Anda harus mau menyelami dunia mereka, mau sejenak menjadi teman seusia mereka. Jika mereka menonton konten tertentu yang menarik perhatian mereka, maka kita pun terkadang luangkan waktu juga menonton bersama.
Biarkan mereka bercerita tentang mengapa mereka sangat menyukai konten-konten yang viral tersebut. Pancing terus mereka dengan pertanyaan-pertanyaan kenapa mereka mau menontonnya terus menerus.
Dengan demikian tanpa disadari kita membuka kotak 'pandora' dunia anak yang kadang kita tidak ketahui dan mengerti, karena kita orang dewasa terlalu sibuk dengan urusan-urusan pekerjaan hingga mengabaikan hak anak untuk dimengerti dunianya.
Menilai Kelayakan Apa yang Anak Tonton
Setelah kita mengetahui apa saja konten-konten viral yang mereka tonton. Segeralah kita membuat list atau daftar mana saja konten yang layak tonton dan mana konten yang sangat berbahaya jika ditonton anak-anak.
Dikarenakan kita pada awalnya sudah mau menyelami dunia anak, maka akan cukup mudah bagi kita untuk melarang mereka untuk menonton konten-konten viral yang sudah kita blacklist sebelumnya.
Terangkan dengan sejelas-sejelasnya kepada mereka, kenapa ada konten yang boleh ditonton dan ada yang tak boleh ditonton. Agar mereka pun mengerti maksud dan tujuan anda di dalam menilai kelayakan konten-konten tersebut.
Mengatur Format Pengaturan Gadget
Jika sudah disepakati konten mana saja yang boleh dan tidak boleh untuk ditonton. Langkah selanjutnya adalah membuat kesepakatan antara anda dengan anak untuk mengatur format pengaturan gadget.
Bisa saja dengan mensetting dalam format 'orang tua', atau mengatur jenis-jenis konten yang boleh ditonton dan lain sebagainya
Hal ini penting sebagai antisipasi awal secara sistematis agar anak tida di luar kendali dalam menggunakan gawainya. Dikarenakan kesibukan orang tua yang tidak bisa terus menerus mengawasi apa yang ditonton sang anak.
Memilih Konten yang Baik Untuk Pembelajaran
Sebagai orangtua kita pun harus tegas bisa menentukan sendiri konten apa saja yang layak ditonton sang anak. Kita juga harus bisa mencari-cari konten-konten yang dirasa edukatif dan baik untuk perkembangan anak.
Tidak harus anak sendiri yang mencari sendiri apa yang mereka suka, tetapi orang tua pun bisa tegas memilihkan konten-konten yang memang diperuntukkan oleh seusianya.
Sudah pasti jika orang dewasa yang menentukan apa yang cocok untuk sang anak, kita pun sebagai orangtua akan jauh lebih tenang, jika si anak menonton konten yang sudah ditentukan sendiri oleh orangtuanya.
Skibidi Toilet hanyalah satu dari sekian banyak konten-konten yang sangat negatif mengadiksi anak-anak kita di berbagai platform sosial media. Kita sebagai orang dewasa harus 'melek' konten anak-anak, agar benar-benar bisa menyelami realita dunia anak jaman sekarang. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H