Menelusuri lorong malam, lelaki itu berjibaku melepas haru, kekasihnya kini berpeluk senja, tak akan menatap pagi bersamanya lagi, hanyalah khayalan sebelum terlelap mimpi, kekasihnya kini hanyalah khayalan, sebuah ilusi yang terputus oleh realita zaman, bahwa ternyata cinta bukan lagi soal memiliki, ternyata cinta juga bermekar melalui mimpi, walau tak akan lagi bertutur sapa.
Tanggal 10, bulan 10 tahun 2010, saksi perpisahan cinta, yang hanya terucap lewat goresan tinta, tanpa wajah, tanpa tutur kata perpisahan, begitu kejamkah manusia sehingga perpisahan pun terkekang, hanya lewat bait puisi perpisahan gambarkan bahwa cinta tak selamanya memiliki, sial..!! terlalu kejam akhiri masa lalu lewat sebuah puisi haru.
Lelaki itu terjebak melalui lorong khayalan, imajinasinya melayang menembus batas waktu, berharap tak lahir sebagai seorang tanpa gelar kemuliaan, agar mampu merajut mimpi bersama sang kekasih. Namun khayalan hanyalah khayalan setinggi apapun imajinasimu tak akan merubah kenyataan, lalaki itu kini terpenjara oleh khayalan, tak akan mampu membayar mimpi lewat janji, tak akan pernah bertemu sang kekasih, cintanya hanya kekal melalui imajinasi, melalui khayalan bahwa cinta itu bisa terekat kembali, selamat jalan mimpi.
*****
(tiga tahun setelahnya)
Lelaki itu kini memperoleh sentuhan tangan Tuhan, sehingga mampu bangkit melepas masa lalu itu, merasakan kesejukan hatinya kembali, walaupun masih berisi hati yang hampa, tanpa terisi sentuhan kekasih barunya.
Kakinya kembali melangkah, menelusuri jalanan pinggir trotoar kota Mataram, melihat lautan keramaian kota, tanpa terasa kakinya terhenti samping trotoar jalanan, menatap wanita yang begitu ia kenal, Tuhan ternyata menyimpan rangkain cerita untuk lelaki itu lakoni, wanita mantan kekasihnya itu tersentak kaget melihat cinta lamanya, namun sayang buah hati hiasi kebersamaan wanita itu. Lelaki malang hanya mampu tersenyum, sembari melihat wanita itu berjalan ke arahnya, hingga jelas 30 cm jarak antara wajah mereka.
“Maaf hanya melalui puisi lewat secarik kertas aku ucapkan salam perpisahan, karena norma buatan manusia membatasi untuk memelukmu sekejap”
Lelaki itu hanya memberi tatapan haru, tak ingin ingatkan mantan kekasihnya kenangan yang terangkai lama, bibirnya bergetar, tak mampu berbicara apa-apa, namun ia tak ingin terlihat haru menyesali rangkaian cerita Tuhan.
“Aku memafkanmu jauh sebelum kau ucapkan maaf ini”
Ucapan itu membuat hancurnya hati wanita itu, kebesaran hati mantan kekasihnya justru membuatnya semakin terluka, menyesali jalan berakhirnya cinta mereka. Mata wanita itu berkaca-kaca, ingin rasanya memeluk mantan kekasihnya itu, cinta korban strata sosial memang berujung haru yang nyaris kekal.