Mohon tunggu...
Satria Zulfikar Rasyid
Satria Zulfikar Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang mahasiswa juara bertahan di kampus! Bertahan gak wisuda-wisuda.. mau wisuda malah didepak!! pindah lagi ke kampus lain.. Saat ini bekerja di Pers Kampus. Jabatan Pemred Justibelen 2015-2016 Forjust FH-Unram Blog pribadi: https://satriazr.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemajuan TIK dan Hujatan di Media Sosial

9 Februari 2016   02:51 Diperbarui: 9 Februari 2016   03:38 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi: www.shutterstock.com"][/caption]

Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ciptakan maraknya Pengamat Amatir pada Media Sosial. Pengamat Amatir yang muncul pada setiap postingan di media sosial bersifat masif, setiap pemberitaan tidak luput dari pengamatan masyarakat pengguna internet (Nitizen) yang berlomba-lomba untuk memberikan suara dan hipotesanya dalam setiap berita.

Ini merupakan suatu realitas bahwa masyarakat Indonesia semakin cerdas saat hadirnya TIK yang menyajikan setiap informasi yang berkembang, sehingga masyarakat akan semakin akrab dengan perkembangan peristiwa pada tingkat internasional, nasional maupun regional. Penyerapan informasi dengan cepat ini membantu masyarakat untuk tidak ketinggalan dalam menerima informasi yang terbaru.

Namun ditengah mudahnya mengakses informasi, terkadang memicu perselisihan di tengah masyarakat yang berujung pada masalah hukum, sebut saja yang pernah menghebohkan Indonesia, kasus Prita Mulyasari yang berseteru dengan RS Omni International hingga yang terbaru adalah kasus Antho yang memberikan komentar kasar di Instagram soal Deddy Corbuzier dan Chika Jessica. Masyarakat seakan tidak peduli terhadap ancaman undang-undang Informasi dan Transaksi Eletronik.

Masyarakat yang menjadi pengamat amatir di media sosial seakan mengalami degradasi sopan santun, perdebatan terkait suatu topik  relatifnya akan berujung pada hujatan, faktor yang berjauhan dan tidak bertemu secara langsung dalam berdiskusi ciptakan sikap masyarakat relatif kasar dengan lawan diskusinya, apalagi jika yang menjadi tema diskusi berujung perdebatan.

Kasus-kasus penghinaan (pencemaran nama baik) lewat media sosial yang berujung pada masalah hukum nampaknya tidak membuat jera masyarakat yang hobby saling hujat, dan relatifnya pelaku kebanyakan berusia remaja, fenomena ini sungguh memprihatinkan, di sela kampanye internet sehat oleh pemerintah, namun justru internet sehat hanya dikategorikan tidak menonton, mengunggah atau mendownload video maupun foto berlatar pornografi, bukan untuk tidak saling menghujat ketika berdebat.

Salah satu fenomena yang saat ini paling sering ditemukan adalah perdebatan simpatisan Presiden Joko Widodo dan simpatisan Prabowo Subianto, walaupun pilpres telah lama selesai namun hingga kini masih saja ada perdebatan antara simpatisan. Faktornya dipicu dari perdebatan panjang pra dan pasca pilpres kemarin, hal ini membuat masyarakat terbelah menjadi dua kubu dan terjadi adu argumen antara dua kubu, seakan-akan ketika yang dikritik adalah figur yang diidolakan sama saja mengkritisi dirinya, apalagi menghujat.

Dari hasil pengamatan saya selama menemukan perdebatan di media sosial, jarang sekali saya temukan ada yang berdebat secara bijak, artinya menyimak dan sungguh-sungguh menghayati substansi yang dilontarkan lawan debat, mereka justru mempersiapkan peluru untuk menangkis argumen lawan dibanding untuk menyimak dan merenungi substansi argumen lawan, masih ada yang beranggapan bahwa kekalahan dalam debat adalah hal yang memalukan dibanding memetik ilmu dari perdebatan tersebut.

[caption caption="perdebatan di media sosial facebook (dok.pribadi)"]

[/caption]

Perdebatan yang paling aktif dan masif saya temukan pada jejaring sosial facebook, dalam group maupun fanpage, banyak sekali anggota group atau halaman tersebut berdebat yang tidak substantif, apalagi ketika group atau fanpage tersebut bukan resmi milik perusahaan atau yang ada izinnya, namun juga tidak menutup kemungkinan hujatan-hujatan tersebut sering muncul pada fanpage berita online yang justru resmi, ditandai dengan verifikasi biru pada fanpage tersebut, seakan-akan ini merupakan suatu pembiaran agar suasana group menjadi rame, padahal dalam fitur group maupun fanpage terdapat pengaturan saringan kata kotor yang disediakan facebook untuk mengantisipasi hujatan, namun sangat jarang sekali diaktifkan untuk menjaga kenyaman anggota lainnya, entah apa yang melandasi hal tersebut sungguh sangat disayangkan.

[caption caption="fitur saringan kata kotor di facebook (dok.pribadi)"]

[/caption]

Dibutuhkan kesadaran yang baik untuk meminimalisir perdebatan yang berujung pada hujatan antara nitizen maupun pengamat amatir media sosial, sepertinya dibutuhkan suatu formula khusus untuk mengantisipasi hujatan-hujatan antara nitizen maupun pengamat amatir, misalnya suatu kampanye yang menganggap bahwa watak kekanak-kanakan adalah diskusi/debat yang berujung hujatan, dan itu terus dilakukan sehingga akan menjadi semacam doktrin yang tumbuh pada mindset masyarakat, ketika ditemukan masyarakat saling hujat di media sosial maka nitizen lainnya perlu membangkitkan suatu rasa malu pada pelaku, tentunya dengan kaidah kesopanan.

Yang kedua adalah pengawasan yang betul-betul ketat pada facebook itu sendiri, dimana facebook harus merespon dengan sungguh-sungguh setiap laporan yang dilaporkan nitizen, dan kepada yang terbukti saling hina, menyinggung SARA maka akan cepat dihapus atau diblokir, ciptakan suatu budaya melapor pada masyarakat sehingga menjadi pendidikan yang baik bagi masyarakat.

Yang ketiga pengelola fanpage ataupun group harus mempersiapkan fitur saringan kata kotor yang telah tersedia, sehingga meminimalisir anggota yang membandel dan saling hujat, bila perlu tidak segan-segan dikeluarkan dari facebook.

Dari penjelasan tersebut diharapkan dapat melahirkan kembali kaidah sopan santun pada masyarakat sehingga kemajuan TIK ini dapat menjadi dinamis dan humanis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun