Contoh kasus lainnya:
1. Seoran penderita/peserta berdomisili dekat RS tiba2 sakit diwaktu tengah malam.. dan langsung ke RS yang terdekat tersebut tanpa membawa surat rujukan ternyata dapat dilayani (tidak mengikuti sitem Rujukan)
2. Seperti contoh kasus 1 tetapi RS Tidak melayani.., hanya memberikan saran besok ke Puskesmas atau ke Poloklinik
3. Seorang peserta (pendrita kronis) yang domisili di daerah / kota A, karena ada urusan di Kota B beberapa lama..obatnya habis, dan pergi ke RS di Kota B .. ternyata dilayani dan diberikan obat/resep seperti yang dikomsumsi selama ini
4. Seperti kasus no 3 tersebut tetapi tidak dilayani.
5. Seorang Penderita Kronis / Penyakit Jantung Kronis ingin mengontrol penyakitnya langsung ke RS/Poliklinik Jantung. Tanpa membawa surat rujukan/ control balik, ternya tidak dilayani.
6. Seperti kasus no 5 , Penderita terebut ke Puskesmas terlebi daulu dan meminta surat rujukan . syukur dokternya membijaksanai memberikan surat rujukan.
7. Seorang penderita akut langsung ke RS tanpa membawa surat rujukan , alasannya di Puskesmas tempat mereka terdaftar sangat lama dan pelayanannya kurang baik.
Ketujuh kasus tersebut sering terjadi diera PT Askes maupun BPJS-Kes. Dan melihat kasus terbut bahwa system ini rada “Banci” dan dimana letak pengendaliannya???. Atau dimana letak manfaat?.
Selentingan terucap dari petugas BPJS-Kes, katanya agar supaya kunjungan RS tidak tidak membludak menyebabkan antrian panjang seperti di Puskesmas. Dan ada juga mengatakan bahwa agar tidak terjadi pelayanan berlebihan (Over Utilisasi) Ini mungkin jawaban spekulasi. Yang jelas system ini membatasi Hak Penderita atau Peserta dan bias saja menjadi pelanggaran Hak Asasi.
Perlu diingat bahwa PT Akes pernah menerapkan system quota kepada PPK tingkat pertama tentang jumlah peserta yang perlu dirujuk setiap bulannya…