Mohon tunggu...
Satria Lang
Satria Lang Mohon Tunggu... -

Lahir di Kampung Batu Balik, Pahang, Malaysia, berdomisili di Balik Papan Kaltim

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apa di Balik BPJS-Kesehatan?

16 Maret 2016   12:43 Diperbarui: 16 Maret 2016   15:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bagian II.

BPJS Kesehatan (Bukan JKN) dengan konsepnya  yang ada sekarang mungkin akan membawa Negeri ini menjadi Negara Kanibal

1.       Tiap-tiap warga Negara berhak memperoleh pelayana kesehatan (sala-satu Jaminan social).

Kalimat tersebut diatas adalah bahasa wayang yang mempunyai arti sangat luas, karena saya tidak menghafal UUD 1945, tapi pengertiannya itulah kira2 seperti yang tercantum dalam UUD 1945.

Berdasarkan UUD 1945 tersebut, jaminan sosial merupakan hak setiap orang dan tugas pemerintah dalam mengembangkan suatu sistem jaminan sosial

 

Telah sama-sama kita ketahui, bahwa Pemerintah akan memberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional [JKN] secara bertahap mulai 1 Januari 2014. Rencana ini ditegaskan di dalam Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dasarnya yang layak.
 Selengkapnya baca disini

SJSN Bidang Kesehatan: Amanah UUD 1945 yang Dipercepat

Pemerintah seharusnya menyusun UU kesejahteraan sosial terlebih dahulu sebelum menyusun UU jaminan sosial. Isi dari UU kesejahteraan sosial tersebut menyangkut tentang penanganan fakir miskin dan anak-anak terlantar, pengembangan sistem jaminan sosial, pemberdayaan masyarakat lemah dan tidak mampu, serta ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum. Setelah ada kepastian hukum terhadap kesejahteraan sosial bagi masyarakat, barulah pemerintah dapat merancang peraturan-peraturan selanjutnya seperti SJSN yang disusun berdasarkan undang-undang tentang kesejahteraan sosial tersebut.

Kenyataan selama 2 tahun JKN

BPJS Kesehatan (dulunya PT.Askes) jauh jauh sebelumnya sudah melakukan transformasi  diri dan sangat siap melaksanakan JKN.  Termasuk kesiapan SDM (Struktur Organisasi, Penggajian??) dan konsep system pelayanan Managecare(Primitif?), Besaran iuran (perhitungan aktuaria?), Kepesertaan   (Wajib Karena Undang2) serta  infra struktur lainnya.

Marilah kita lihat satu persatu apa yang tela terjadi di dalam BPJS Kesehatan sesuai kenyataan :

1.       SDM dan penggajian BPJS-Kes

Tidaklah mungkin SDM dan pengganjian PT.Askes dicomot begitu saja dan dipindahkan ke BPJS-Kesehatan, tentu ada penambahan kuantitaif . karena Jumla peserta sewaktu PT Askes kurang lebih 18 juta setelah menjadi BPJS-Kesehatan berjumlah 145 juta (target seluruh penduduk negeri ini??) Apakah beban kerja bertambah???,( ntar kita bahas ya-Red) , 

kalkulasi yan paling sederhana kalo dulunya penggajian PT Askes yag dapat dibawah pulang kerumah  sebesar 17-20 kali gaji bulanan dalam setahun, sekarang gaji karyawan BPJS kesehatan minimal menjadi 17-20 kali gaji bulanan (PT Askes) dalam setahun  dibagi 12 bulan. Itupun belum termasuk  tunjangan2. Dan biaya pegawai lainnya. 

Kurang etis kalau saya mengarang-ngarang jumlah riel yang pasti sesuai kenyataan kalo dulu (PT Akes) gaji terbesar dari seluru BUMN di Negeri ini , sekarang adalah gaji super fantastis di Negeri ini.  Sumber dananya dari mana?, salahkah kalau dikatakan penggajian ini bersumber dari iuran peserta??. .. kalau memang demikian , salahkah bila perbaikan system dulu baru mikirin gaji??, atau sebaliknya??.

 Beban Kerja BPJS Kesehatan.

Jumlah Penambahan SDM selama 2 taun terakhir kurang lebih 3000 orang(2 kali rekruitmen).
 Sesuai kenyataan sekarang dan dengan dukungan Teknologi , beban kerja BPJS Kesehatan jauh lebih ringan dan serba lebih gampang. Karena kepesertaan BPJS-Kes adalah ibarat hujan turun dan datang dengan sendirinya  dan wajib adanya sesuai Undang2, data datanya migrasikan data dari kependudukan atau scan kartu keluarga ..beres lah !!. 


 Dulu PT Askes bergelut mengendalikan Biaya Pelayanan dengan membuat macam2 prosedur, melakukan pembatasan pelayanan kesehatan, restriksi obat dan lain-lain seperti menyusun tariff pelayanan kesehatan kemudian dinegosiaskan ke PPK/RS,  yang pasti berdampak yang menyulitkan peserta atau PPK/RS, agar dapat menekan biaya pelayanan kesehatan , yang ujung-ujungnya menjadi profit / laba. Kalau sekarang masih ada seperti hal tersebut diatas bukankah itu berarti pelanggaran konstitusi??? (BPJS – Kes adalah nirlaba))

2.       Sistem Pelayanan Kesehatan.

Sadar atau tidak, BPJS –Kesehatan/JKN masih menerapkan system pelayanan Rujukan. Malah system ini masih merupakan senjata ampuh untuk mengendalikan pelayanan kesehatan lanjutan, menurutnya.

Sadar atau tidak system ini sudah ada sejak 1 abad lalu..,
 sadar atau tidak system ini mulai ditinggalkan oleh Negara berkembang dan tidak ada lagi di Negara maju.
 Sadar atau tidak system ini mungkin negeri ini saja yang melakukannya.
 Sadar atau tidak system ini adala pembatasan Hak peserta.
 Seoran penderita penyakit Jantung khronis ,ingin cabut gigi, tapi dokter gigi tidak berani mencabutnya, disarankan terlebih dahulu ke Ahli jantung dengan cara mengambil rujukan di Puskesmas. Dan seterusnya..
 Sadar atau tidak system ini tidak berlaku bagi penderita yang mempunyai Kartu Debet atau kartu kredit atau uang tunai , jadi hanya berlaku untuk kartu BPJS-Kesehatan.

Contoh kasus lainnya:

1.       Seoran penderita/peserta berdomisili dekat RS tiba2 sakit diwaktu tengah malam.. dan langsung ke RS yang terdekat tersebut tanpa membawa surat rujukan ternyata dapat dilayani (tidak mengikuti sitem Rujukan)

2.       Seperti contoh kasus 1 tetapi RS Tidak melayani.., hanya memberikan saran besok ke Puskesmas atau ke Poloklinik

3.       Seorang peserta (pendrita kronis) yang domisili di daerah / kota A, karena ada urusan di Kota B beberapa lama..obatnya habis, dan pergi ke RS di Kota B .. ternyata dilayani dan diberikan obat/resep seperti yang dikomsumsi selama ini

4.       Seperti kasus no 3 tersebut tetapi tidak dilayani.

5.       Seorang Penderita Kronis / Penyakit Jantung Kronis ingin mengontrol penyakitnya langsung ke RS/Poliklinik Jantung. Tanpa membawa surat rujukan/ control balik, ternya tidak dilayani.

6.       Seperti kasus no 5 , Penderita terebut ke Puskesmas terlebi daulu dan meminta surat rujukan . syukur dokternya membijaksanai memberikan surat rujukan.

7.       Seorang penderita akut langsung ke RS tanpa membawa surat rujukan , alasannya di Puskesmas tempat mereka terdaftar sangat lama dan pelayanannya kurang baik.

 Ketujuh kasus tersebut sering terjadi diera PT Askes maupun BPJS-Kes. Dan melihat kasus terbut bahwa system ini rada “Banci” dan dimana letak pengendaliannya???. Atau dimana letak manfaat?.

Selentingan terucap dari petugas BPJS-Kes, katanya agar supaya kunjungan RS tidak tidak membludak menyebabkan antrian panjang seperti di Puskesmas. Dan ada juga mengatakan bahwa agar tidak terjadi pelayanan berlebihan (Over Utilisasi) Ini mungkin jawaban spekulasi. Yang jelas system ini membatasi Hak Penderita atau Peserta dan bias saja menjadi  pelanggaran Hak Asasi.

Perlu diingat bahwa PT Akes pernah menerapkan system quota kepada PPK tingkat pertama tentang jumlah peserta yang perlu dirujuk setiap bulannya…

Over utilisasi kesalahannya hanya ada pada Pemberi Pelayanan kesehatan /PPK/RS/Dokter. Sedangkan antrian panjang di Puskesmas atau RS , kesalahannya ada pada institusi tersebut. Nah kalau demikian , jangan lah dibebankan kepada peserta/penderita dengan jalan mempreteli Haknya.

Saya pernah membaca tulisan (Dialog antar Pakar Asuransi Kesehatan dengan seorang pejabat Tinggi PT Askes, tapi lupa dimana dan kapan) dan sampai saat ini saya tidak mengerti apa maksud dialog tersebut.

Pakar Asuransi:
 “PT Askes membuat Prosedur Pura2 sakit lalu pura2 di rujuk , agar supaya pesertanya bias berobat di rumah sakit”

Pejabat Tinggi PT.Askes
 “Mudah2an kalau Bapak Mati , juga pura2 Mati”

Adakah konsersium /komite atau apalah namanya dinegeri ini yang dapat mengawasi ke-pura2an ini, Over utilisasi dan Antrian yang panjang..dan sekaligus melindungi Hak Peserta???, kayaknya belum ada yah!.., di Taiwan , penyelenggara seperti BPJS-Kes dinamai BNHI , dan ada semacam konsersium (Kerja sama dengan BNHI) yang memantau , mengawasi sekaligus memberikan sanksi (Teguran sampai pencabutan Izin ) kepada pemberi pelayanan . disana tidak ditemukan antrian panjang, over utilisasi dan tidak ada surat rujukan….dan tidak ada tunggakan Iuran.

Kembali kemasalah Sistem Rujukan, Apakah BPJS-Kes telah melakukan evaluasi??, dan sejauh mana hasil yang dicapai???, apakah ada dampak positif yang adil, nyaman dan aman bagi peserta??, seingat saya, sejak Namanya PHB, PT Askes dan Kini BPJS-Kes  ( 34 Tahun ) system rujukan ini begitu-begitu saja hanya formnya berganti-ganti dan keluhannya makin banyak malah makin meluas dan merocoki beberapa Puskemas, dan ada beberapa Puskesmas yang jumlah kunjungannya cukup besar yang hanya untuk memita rujukan ke RS.(Mudah2an waktu akan dating, tidak ada puskesmas yang membuka Poli khusus untuk melayani peera meminta rujukan, tetapi yang pasti pernah ada RS sengaja membuka Poliklinik Umum).

3.       Besaran Iuran

Besaran Iuran seharusnya ditetapkan berdasarkan Benefit yang akan diperoleh mengingat setiap individu mempunyai kesempatan sakit yang sama . besaran Iuran tidak semestinya berdasarkan prosentasi gaji , apalagi dikaitkan dengan kelompok peserta, sebagai contoh antara kelompok peserta PNS dengan penerima upah.  Begitu juga dalam kelompok peserta PNS golongan 3 dan golongan 4 Kalau sakit dan dirawat di RS pada Ruang Klas 1, kedua golongan ini mendapatkan benefit yang sama tetapi besaran mutlah iurannya tidak sama. Belum lagi kalau dibandingkan dengan peserta  Mandiri. Dan masyarakat Miskin (Penerima Bantuan Iuran)

Contoh Untuk benefit kls III : Iur PBI = Rp 23.000, sedangkan untuk Mandiri Rp. 23.500 dan akan menjadi Rp30.000 pada 1 April 2016…, Apakah ini adil???,

Sedangkan peserta Mandiri saja mempunyai masalah yang sangat pelik/ rumit. Khususnya kemampuan/kesempatan  untuk membayar iuran.
 Kelompok Mandiri sebenarnya terdiri dari 2 golongan.
 Golongan Pertama (peserta mandiri ini Hanya sejumah kecil), mereka ini adalah yang mampu membayar iuran terutama mereka yang mempunyai Usaha sendiri  atau mungkin konglomerat/jutawan bahkan millioner,atau anak ke4 dari PNS, tetapi  jumlah mayoritas dari kelompok mandiri yang lain (kedua) ini ialah yang  terbanyak ,mungkin jumlahnya puluhan  juta..

Kebanyakan mereka dalam kelompok ini adala pengangguran, atau anak umur >25 tahun yang masih mengannggur, atau PHK, atau Jamila (Jatu Miskin Lagi)..atau honorer PNS dan pembantu RT yang gajinya dibawah Upa Minimum, atau Pemulung (Bukan pemulung uang/ dollar), pedagang kaki lima yang pendapatannya cukup untuk dimakan saja, nah bagaimanakah nasib mereka ini??, untuk membayar premi bulanberjalan saja tidak mampu (bukan tidak mau) , apalagi membayar utang iuran kepada Negara yang tertunggak???? Karena pemberlakuannya sejak 1 Januari 2014.

Perlu diketahui  bahwa iuran JKN keseluruhan selama 2 tahun penyelenggaraan JKN  masih jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya pelayanan kesehatan(Pernyataan Dirut BPJS-Kes di Kompas), plus/termasuk  biaya pegawai /karyawan BPJS-Kes yang sudah sangat besar itu. Sisa Iuran ini Mungkin nominalnya Triliunan atau puluhan triliun rupiah bahkan ratusan triliunan..(Maaf kalau keliru mengenai jumlahnya).

Kesalahan Fatal ?
 Jangan pernah menghitung biaya pelayanan kesehatan bagi segmen atau kelompok peserta  mandiri yang nomor 2 terebut . karena kalau itu dilakukan dimana lagi unsur gotong royongnya???dan hakekat Asuransi/Jaminannya nya?? Program JKN ini, lagi pula penetapan iuran yang berbeda-beda ini sudah keliru dari awal. 


 Analogi Iuran yang berbeda-beda terhadap benefit yang sama.


 Kipas Agin (analognya Kelas perawatan Kls  III), Untuk Peserta PBI(Maskin) Rp.23.000, Untuk Peserta mandiri  Rp 30.000. Kalau kedua peserta ini dirawat di RS , apakah ada perbedaan ?? (Peserta PBI menggunakan Kipas angin Rusak, Sedangkan Peserta mandiri menggunakan Kipas Angin yang yang berfungsi walaupun lambat mutarnya, atau dianalogkan dengan Tindakan Operasi, Apakah peserta PBI jika dioperasi menggunakan Pisau Bedah yang berkarat?? 

Sedangkan peserta Mandiri menggunakn pisau bedah yang baru??). Kalau dibandingkan dengan Peserta kelompok PNS Golongan IIIa yang mempunyai anak 3 orang , Iuran adalah 4% dari Pokok Gaji plus Tunjangan keluarga..dibagi 5 orang (Suami, Isteri,Anak 3)  rata2 besarnya mungkin sekitar  Rp 20.000, tetapi Haknya di kelas II.

Penetapan Iuran yang keliru.

Seharusnya BPJS-Kes menetapkan terlebih dahulu besaran Iuran yang layak (adil bagi PPK dan Peserta secara keseluruan ) untuk perawatan Kelas 3 , Kelas 2 dan Kelas 1. Kemudian Lakukan penyesuaian iuran kepada semua peserta (PNS, Tenaga kerja, Khusus Masyarakat miskin sesuai kemampuan Pemerintah,dll), Kalau UU/Peraturannya nya belum ada , justru UU/peraturan ini yang harus dibuat dalam 2 tahun pertama JKN. Dan inipulalah yang dievaluasi.. , RS, Puskemas juga perlu distandarisasi minimal terhadap mutu pelayanannya JKN. Lakukan pembenahan sistem Antrian, Evaluasi kecukupan ruang perawatan dll. membuat RS bersaing.

Jadi bukan mengevalusi Biaya/Iuran kelompok masyarakat Mandiri, lalu menaikan preminya…Katanya deficit Rp 3 T (BPJS Kes ) atau Rp.6 T(Menkes), tidak tau mana yang benar atau kedua-duanya benar yang jelas memang ada deficit dan untuk menutupinya menggunakan dana talangan (Dananya dari mana???, kalau dananya dari Iuran kelompok yang lain maka itu namanya gotong royong  Sesuai dengan amanah Undang-Undang),
 Artinya kalau deficit ini menjadi dasar menaikan Iuran , apalagi karena adanya Peraturan Presiden yang memungkinkan menaikannya setiap 2 tahun.. wah…wah.. bias gawat… Negeri ini, Saya tidak ingin mengatakan menaikan Iuran dengan alasan ini adalah pelanggaran konstitusi , karena saya tidak terlalu mengerti maksud Gotong Royong


 Amannya ,  evaluasilah … kenapa kelompok mandiri banyak yang menunggak iuran. Mungkin Iuran dirasa sangat besar, dibandingkan mutu pelayanan.
 Evaluasilah , berapa sebenarnya harga jual pelayanan kesehatan di rumah sakit dengan standar mutu yang layak (antrian nyaman, ruang perawatan memadai dan cukup, dokter yang tepat waktu, Perawatan yan ramah..) dengan kata lain tetapkanlah dahulu besara Iuran yang layak dengan kondisi pelayanan di Rumah sakit yang ada sekarang (bukan pelayanan rekayasa).

Ditaiwan selama 20 tahun (1995-2016) , baru 2 kali terjadi kenaikan premi walaupun UU memungkinkan kenaikan setiap 2 tahun dan iurannya adalah iuran yang ideal layak dan adil untuk peserta, PPK.

Kalau menaikan premi karena deficit  , maka siapaun bisa Boss .... ujung2nya marak lagi pasien lari dari rumah sakit.., dan untuk mencegah ini .., RS memberlakukan uang muka kerja.. he…he… yang pusing kan Menkes..

Bersambung  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun