Namun dibalik menjalani aktivitasnya dengan sabar dan berani, perjalanan itu tidaklah mudah bagi Nur. Tak dapat dipungkiri bahwa ia kerap mendapat cibiran dari lingkungannya. Masyarakat mengecam Nur karena perbuatannya itu dinilai melawan pria. Padahal niat Nur murni hanya untuk memperjuangkan keadilan satu sama lain tanpa memandang gender, dan tanpa ada yang paling berkuasa atas yang lain. Ia ingin dunia mengetahui bahwa sebenarnya Tuhan menciptakan dunia untuk perdamaian, bukan untuk kekerasan.
Kendati demikian kecaman tersebut tidak mematahkan semangat Nur. Ia tetap konsisten melakukan apa yang menjadi tujuannya. Ia melewati semua dengan keberanian besar.
Bersama dengan para wanita, Nur juga berhasil mendirikan sebuah organisasi bernama InSPIRASI (Institut Perempuan Untuk Perubahan Sosial) NTB. Organisasi ini juga menggaet banyak sekolah, untuk bersama-sama menyosialisasikan pendewasaan usia pernikahan, dan juga mencari solusi bagi anak usia sekolah yang kedapatan akan menikah untuk menunda pernikahan hingga sudah cukup umur.
Bersama warga desa ia membantu menata desa tempat tinggalnya agar menjadi desa percontohan yang akan mendukung segala upaya pemberantasan kekerasan.
Nur juga mengusulkan gerakan menanam dari rumah dalam upaya membangun ketahanan pangan keluarga. Adapun tanaman pangan yang mereka tanam ialah bayam, cabai, kangkung, kentang, tomat, dan tanaman pangan lainnya yang mudah ditanam di rumah.Â
Sejak dini, anak-anak di desa diajarkan untuk mencintai dan merawat lingkungan tempat tinggal mereka karena lingkungan adalah sumber kehidupan. Anak-anak juga diajarkan untuk saling menghargai antar sesama manusia tanpa adanya kekerasan. Karena sejatinya semua masalah dapat diselesaikan dengan kepala dingin tanpa perlu melakukan kekerasan. Â Â
   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H