Tiba di sana, mereka meminta agar pernikahan ditunda. Pihak sekolah membantu menegaskan bahwa mereka hanyalah anak-anak yang belum memahami arti pernikahan yang sebenarnya. Bahwa pernikahan adalah tanggung jawab seumur hidup. Pernikahan memerlukan persiapan yang matang, baik dari segi finansial, mental, maupun tanggung jawab.Â
Di rumah Angga, Intan menangis sembari memohon kepada putrinya itu untuk pulang dan melupakan soal pernikahan. Pihak sekolah juga meminta agar Dinda dan Angga tetap bersekolah. Setelah berunding panjang lebar, akhirnya semua pihak sepakat untuk menunda pernikahan.
Tak lama setelah kejadian itu, takdir berkata lain. Meraih akhir yang bahagia ternyata tidak semudah itu. Kemalangan tak dapat dihindari. Sekali lagi, Intan harus menerima kenyataan yang menyakitkan. Dinda mengaku kalau ternyata ia telah hamil dan meminta untuk menikah. Dan dengan pasrah, Intan kembali menghubungi Nur. Ia memberitahu Nur tentang kabar itu sambil menangis tersedu-sedu.
Mendengar kabar itu, Nur bergegas mendatangi rumah Intan untuk berbicara dengan keluarga wanita tersebut. Seluruh keluarga sangat marah dan menolak menerima kenyataan bahwa Dinda harus segera menikah.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Dinda sudah hamil dan harus menikah. Dua hari kemudian, Dinda dan Angga terpaksa dinikahkan. Namun, pernikahan yang telah berlangsung itu dianggap tidak sah karena tidak dicatat oleh negara.
Dua bulan setelah menikah, Dinda dan Angga bercerai karena alasan yang hanya mereka yang tahu. Intan hanya bisa menerima keputusan mereka dengan tabah. Alhasil, sekarang ialah yang harus bertanggung jawab terhadap Dinda dan si calon bayi.Â
Kondisi ekonomi Intan semakin hari semakin tidak mendukung. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan anaknya yang tengah mengandung, memenuhi kebutuhannya sendiri pun ia tidak sanggup. Suami Intan yang tengah berada di Malaysia sudah berusaha membantu secara finansial namun tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya Intan menghubungi Nur sekali lagi. Mereka berdiskusi untuk mencari jalan keluar.Â
Setelah berdiskusi penuh pertimbangan, akhirnya mereka sepakat bahwa Dinda akan tinggal untuk sementara waktu di instansi pemerintah yang bersedia menanggung semua biaya hidup dan kesehatannya sampai ia melahirkan. Dinda pun tidak menolak.
Dua bulan setelah melahirkan, Dinda pulang dengan sehat. Bayi yang dilahirkannya juga sehat. Ia dan Intan saling menyemangati. Nur yang mendengar kabar itu juga turut bahagia.Â
Beberapa bulan berlalu, setelah mempertimbangkan banyak hal, dan anaknya itu sudah cukup besar, akhirnya Dinda memutuskan untuk kembali bersekolah dengan mengikuti ujian paket B.
Demikianlah sepenggal kisah menyentuh yang melibatkan Nur. Bersama keluarga korban, Nur berjuang untuk mencari jalan keluar. Dan masih banyak pula kasus serupa yang kerap terjadi di kampung halaman Nur. Baik kekerasan terhadap perempuan, pernikahan dini, dimana kedua hal itu harus segera dibenahi untuk menciptakan dunia yang lebih baik.