Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Asymmetric Information Memicu Tuduhan Persekongkolan

29 Januari 2025   10:31 Diperbarui: 29 Januari 2025   10:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabar Mengejutkan

Di penghujung tahun 2024, jagad pengadaan barang/jasa pemerintah kembali dikejutkan oleh kabar dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Salah satu perkara persekongkolan tender yang ditangani oleh instansi tersebut berhasil diputus sebelum cuti bersama natal dan tahun baru.

Melalui putusan perkara yang saya peroleh dari laman KPPU, Majelis Komisi memutus para terlapor melanggar ketentuan pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kali ini, salah satu terlapornya bukan orang sembarangan.

Di kalangan kami---Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (PPBJ)---namanya sangat dikenal. Ia adalah ketua dari asosiasi jabatan fungsional kami saat ini. Kompetensi dan pengalamannya sudah tidak diragukan. Tapi kompetensi dan pengalaman itu tidak cukup untuk mempertahankan argumennya ketika berperkara. 

Pada tahun anggaran 2022, ia bersama beberapa rekan PPBJ lainnya dipercaya untuk menjadi Kelompok Kerja Pemilihan (Pokmil) Penyedia untuk pengadaan seperangkat peralatan laboratorium. Anggaran pengadaannya bersumber dari APBN dengan nilai yang cukup besar---Rp300 miliar. Tingginya nilai pengadaan tersebut diduga karena barang yang dibeli tergolong berteknologi tinggi dan produsennya berasal dari luar negeri. BRIN---yang saat itu baru saja mengalami penggabungan dari berbagai instansi---bermaksud untuk mendukung kinerja organisasi barunya dengan penyediaan alat-alat laboratorium yang canggih.

Terus terang, saya tidak memperhatikan dengan serius proses pemeriksaan dan persidangannya sejak awal. Yang saya tahu, ia dan beberapa rekan PPBJ lain yang saya kenal sedang berperkara di KPPU sejak awal 2024. Saya yakin, KPPU akan berhasil mengungkap kasus ini dengan baik sebagaimana saya yakin Pokmil juga tidak akan dinyatakan bersalah. Keyakinan itu didasarkan pada kredibilitas sang ketua asosiasi, bukan karena saya memahami kasusnya.

Perhatian saya mulai muncul ketika salah seorang Advisor Pengadaan mengungkapkan kekecewaannya melalui Whatsapp Group. Menurut ceritanya, ia baru saja menghadiri persidangan perkara a quo di KPPU sebagai seorang saksi ahli. Sayangnya, Majelis Komisi menolak untuk mendengarkan kesaksiannya. Di sana, ia merasa direndahkan. Reputasi baik yang ia bangun selama ini seperti tidak dihormati di hadapan Majelis Komisi. Barangkali, Majelis Komisi menerima asymmetric information tentang sang advisor.

Terlepas dari alasan Majelis Komisi menolak mendengar kesaksian sang advisor---setelah mendengar cerita itu---saya berusaha mencari tahu. Belakangan, saya baru benar-benar memahami konstruksi kasusnya setelah membaca putusan perkara tersebut. Ada beberapa bagian dari putusan yang saya sepakati, namun beberapa bagian lainnya---menurut saya---masih janggal.

Asymmetric Information dan Post Bidding

Majelis Komisi menilai Pokmil bersalah karena menggugurkan penawaran peserta tender dengan harga penawaran terendah. Harga penawarannya terpaut Rp5 miliar dengan harga penawaran pada urutan berikutnya. Pokmil menggugurkan penawaran dengan harga terendah tersebut dengan alasan dukungan resmi dari agen tunggal untuk yang bersangkutan telah dicabut. 

Pencabutan dukungan resmi tersebut terjadi setelah Pokmil melakukan klarifikasi/pembuktian kepada agen tunggal. Sebenarnya, praktik ini lazim dilakukan dalam proses tender. Tujuannya adalah untuk memastikan kebenaran dan keabsahan surat dukungan kepada penerbitnya. Sayangnya, Pokmil bertindak selangkah lebih maju. 

Pada saat klarifikasi/pembuktian tersebut, agen tunggal membenarkan bahwa telah menerbitkan surat dukungan untuk seluruh peserta tender, namun agen tunggal mengklaim harga penawaran terendah berada di bawah harga yang wajar. Oleh karena itu, agen tunggal menyatakan mencabut dukungan kepada peserta dengan harga penawaran terendah.

Berbekal informasi itu, Pokmil memutuskan untuk menggugurkan peserta tender dengan harga penawaran terendah dan menetapkan peserta tender dengan penawaran yang lebih tinggi sebagai pemenang. Yang digugurkan pun menyanggah. Menurutnya, Pokmil telah melakukan post bidding. Merasa yang dilakukannya sudah benar, Pokmil pun menolak sanggahan tersebut.

Berdasarkan Lampiran Peraturan LKPP No 12/2021 halaman 72, post bidding adalah tindakan menambah, mengurangi, mengganti dan/atau mengubah kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan dan/atau substansi dokumen penawaran setelah batas akhir penyampaian dokumen penawaran. Bersandar pada definisi ini, Pokmil dianggap mengurangi substansi dokumen penawaran---yakni, menganggap surat dukungan dari agen tunggal untuk peserta tender dengan harga penawaran terendah tidak sah/tidak berlaku----meskipun yang bersangkutan sudah menyampaikannya di dalam dokumen penawaran.

Sebagian ahli pengadaan yang dihadirkan dalam persidangan berpendapat bahwa tindakan Pokmil 'menganulir' surat dukungan dari agen resmi bukanlah post bidding. Akan tetapi, sebagian yang lain berpendapat sebaliknya. Menurut saya, klarifikasi/pembuktian perlu dilakukan sebatas untuk mengetahui kebenaran dan keabsahan surat dukungan dari penerbitnya. Jika penerbit surat dukungan---sang agen tunggal---telah membenarkan surat dukungan tersebut, maka pemilik surat dukungan dianggap memenuhi syarat. Sementara itu---pada perkara a quo----penerbit surat dukungan mencabut dukungan kepada salah satu peserta tender dengan alasan yang belum tentu benar, sehingga seolah-olah dukungan terhadapnya tidak pernah ada dan gugurnya penawaran peserta tender dimaksud.

Pada bagian ini, saya sepakat dengan Majelis Komisi. Seharusnya, Pokmil tidak perlu menggugurkan penawaran peserta tender dimaksud. Risiko kegagalan kontrak yang diakibatkan karena ketiadaan dukungan resmi dari agen tunggal dapat dialihkan pada tahapan pelaksanaan kontrak. Jika yang bersangkutan tidak mampu menyediakan barang, maka mekanisme kontrak dengan sendirinya akan memberinya denda dan sanksi. 

Pokmil pun seharusnya tidak lekas percaya informasi dari agen tunggal bahwa nilai penawaran harga terendah tersebut tidak wajar. Sebab, informasi itu hanya datang dari agen tunggal. Pokmil tidak pernah mengetahui real cost dari pengadaan dimaksud. Terlebih, barang yang dibutuhkan hanya mampu disediakan oleh agen tunggal. Pada kondisi pasar yang demikian, agen tunggal dapat bertindak sebagai penentu harga tanpa mekanisme pasar yang kompetitif (price maker) dan informasi harga yang diberikan olehnya adalah asymmetric information.

Unsur Bersekongkol

Saya menduga, Majelis Komisi menyatakan Pokmil bersalah karena menilai tindakan Pokmil masuk dalam definisi menentukan pemenang tender yang tercantum dalam Perka KPPU No. 3/2023. Dalam aturan tersebut yang dimaksud dengan mengatur dan/atau menentukan pemenang tender adalah, "merancang, mempersiapkan, merencanakan, memfasilitasi suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses Tender secara bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau untuk memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara". 

Akan tetapi, saya tidak menemukan bukti bahwa Pokmil telah merancang, mempersiapkan, dan merencanakan persekongkolan tender di dalam putusan. Meskipun, saya memahami sepenuhnya bahwa bukti langsung sulit ditemukan pada perkara persekongkolan tender. Investigator dan Majelis Komisi harus memanfaatkan bukti-bukti tidak langsung untuk mengungkap kebenaran. Menurut saya, semua tindakan yang dilakukan Pokmil sudah sesuai dengan prosedur, kecuali tindakan post bidding yang telah dijelaskan di atas. 

Post bidding tersebut mungkin dianggap bentuk tindakan memfasilitasi pihak yang bersekongkol di dalam tender. Padahal, bisa jadi Pokmil sendiri tak punya maksud untuk bersekongkol. Bisa jadi, Pokmil hanya terlalu percaya pada asymmetric information yang disampaikan oleh agen tunggal. Sehingga, mereka berupaya memitigasi risiko terjadinya kegagalan kontrak dengan merekomendasikan pemenang tender yang dianggap memberikan penawaran harga wajar. Dalam hal ini, Pokmil hanyalah korban dari asymmetric information tersebut.

Terlepas dari fakta lain yang telah diungkap dalam persidangan, putusan Majelis Komisi terhadap Pokmil perlu dikaji kembali. Sebab, indirect evidence yang dihadirkan dalam persidangan tidak cukup menguatkan dugaan keterlibatan Pokmil dalam persekongkolan tender. Pokmil perlu mengajukan keberatan kepada Majelis Komisi dan memperjuangkan bahwa tindakannya tidak memenuhi unsur bersekongkol.

Justru, upaya merancang, mempersiapkan, merencanakan, dan memfasilitasi persekongkolan tender seharusnya diinvestigasi secara lebih mendalam kepada pihak lain. Pihak lain tersebut lah---yang di tahap perencanaan pengadaan/anggaran---telah menyepakati spesifikasi dan harga barang dengan agen tunggal dan kemudian menugaskan bawahannya untuk menyusun spesifikasi teknis jauh sebelum proses tender dimulai. Pihak lain itu lah yang paling berwenang memutuskan dimulainya proses pengadaan tersebut dimulai. 

Sayangnya---dalam proses persidangan---yang bersangkutan hanya berstatus sebagai saksi. Akan tetapi, Majelis Komisi telah memberikan rekomendasi kepada Aparat Penegak hukum untuk memeriksa yang bersangkutan atas dugaan ketidakefisienan dalam perencanaan pengadaan/anggaran. 

Perkara ini memberikan pelajaran yang penting bagi saya. Bahwa kompetensi dan pengalaman yang saya miliki, tidak selamanya menuntun saya pada hasil pekerjaan yang bebas dari tuntutan hukum. Bahwa tidak selamanya reputasi yang baik membuat kita selalu mendapat perlakuan yang terhormat. Bahwa dunia penuh dengan  asymmetric information, maka sudah seharusnya kita lebih hati-hati dalam mengambil keputusan.

Semoga para pihak yang berperkara dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum dengan seadil-adilnya. Semoga yang merasa dirugikan mendapat ganti yang baik dari Tuhan Yang Maha Adil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun