Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Belajar Dari Sirup Marjan dan Getuk Lindri

20 Januari 2025   08:23 Diperbarui: 20 Januari 2025   08:23 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Inovasi Ala Sirup Marjan

Menjelang bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, layar kaca akan diramaikan berbagai iklan produk makanan dan minuman pelengkap kebahagiaan di momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh segenap umat muslim. Salah satu iklan produk makanan/minuman yang cukup fenomenal tersebut adalah iklan Sirup Marjan.

Sudah bertahun-tahun Marjan selalu memberikan suguhan baru dalam mempromosikan produknya yang justru relatif tidak menawarkan varians baru. Agaknya Marjan menyadari, jika dari sisi inovasi, mereka tidak bisa memberikan sesuatu yang berbeda pada produknya, mereka masih punya hal lain yang bisa ditawarkan kepada konsumen setia dan calon konsumen barunya.

Masih lekat dalam ingatan, bagaimana beberapa iklan Sirup Marjan terakhir cukup membuat saya berdecak kagum. Nuansa iklan yang tidak kalah apik dari film-film besutan Marvel Cinematic Universe atau DC Comics seolah menebus dahaga kami yang bukan hanya ingin minum sirup tapi juga ingin sesuatu yang baru dari sirup kesayangannya.

Iklan sirup marjan memberi kita pesan yang sangat bijak. Terlepas dari ada atau tidaknya misi terselubung yang diselipkan oleh pembuat iklan dan manajemen sirup marjan-menurut pendapat saya pribadi-saya lebih suka menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh iklan itu adalah tentang bagaimana kita berusaha mencintai profesi yang tengah kita geluti.

Sebab, pekerjaan bukan barang yang mudah dicari di negeri ini. Bagi kita yang sudah memilih bekerja pada profesi tertentu, tentu bukan hal yang mudah untuk berhenti bekerja hanya karena alasan bosan, pendapatan tidak sesuai ekspektasi atau bahkan tidak sesuai passion yang kita miliki. Meskipun tidak jarang banyak pekerja yang berhenti bekerja dan beralih ke profesi lainnya. Ada yang berhasil namun ada pula yang gagal.

Saya termasuk orang-orang yang berusaha bertahan ditengah kejemuan, pertentangan idealisme dan menjelma jadi sesuatu yang jauh berbeda dari apa yang saya cita-citakan sejak masa kecil dulu. Selain itu saya pun khawatir sulit dengan segera mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang lebih baik jika saya harus resign. Pemikiran rasional ini didesak oleh kewajiban saya sebagai Kepala Keluarga dan besarnya jumlah tanggungan. Alih-alih mencari jati diri seperti petualang profesi lainnya, akhirnya saya setengah mati mencari kenyamanan di profesi saya saat ini.

Bosan Jadi PNS

Menjadi PNS saja sudah cukup membosankan. Bukan hanya bosan dengan rutinitas yang cenderung monoton, namun ditambah juga bosan dengan stigma netizen terhadap kami. Stigma itu melekat, karena saya adalah seorang pengelola pengadaan barang dan jasa. Menjadi PNS yang bertugas di bidang ini, punya tantangan bosan yang lebih dahsyat.

Bosan yang pertama adalah melaksanakan proses pengadaan yang berulang. Bosan yang kedua adalah bosan menyampaikan rekomendasi strategi pemaketan, konsolidasi dan kontrak tapi tak didengar. Bosan yang ketiga adalah bosan melihat perilaku oknum PNS yang tidak bosan-bosan melakukan korupsi. Dan bosan yang terakhir adalah bosan mendengar nada-nada sinis netizen yang mengeneralisir semua oknum Pengelola Pengadaan dengan korupsi.

Berbagai cara saya coba untuk mengusir bosan. Mulai dari bikin sosialisasi aturan pengadaan dengan kemasan talkshow, bikin film tentang pengadaan, bikin Amazing Race versi pengadaan, bikin podcast tentang pengadaan, juga bikin lagu tentang korupsi di pengadaan. Saya melakukan apa yang Sirup Marjan lakukan dalam iklannya, dan berhasil. Akan tetapi, meskipun, semuanya terbilang yang paling "perdana" di pengadaan dan sukses, bosan itu tetap muncul lagi. Saya belum menemukan akar masalah yang sesungguhnya. Sampai akhirnya saya mendapatkan pelajaran yang berharga lainnya dari seorang tukang getuk lindri.

Mencintai Profesi Yang Kita Geluti

Saat itu, saya tengah berjalan ke luar rumah untuk sebuah keperluan. Di perjalanan saya berpapasan dengan seorang Ibu yang tertawa sendiri. Dari penampilan dan cara tertawanya saya yakin Ibu ini bukan ODGJ. Merasa perlu menyampaikan klarifikasi, si Ibu segera memberitahu bahwa dirinya tertawa geli melihat kelakuan tukang getuk lindri yang berjoget lucu mengikuti irama lagu campursari dari speaker di gerobaknya, sambil menunjukan sekantong getuk lindri.

Tak jauh dari situ, sang penjual getuk yang lihai berjoget itu masih berada pada "mode getar" nya. Saya yang kebetulan lagi suntuk pun, seketika menjadi terhibur. Dia pun tersenyum kepada saya dan segera berlalu. Masyaa Allah, Tuhan selalu punya cara untuk menghibur hamba-Nya. Namun ini tidak hanya soal hiburan, ini pesan yang sangat mendalam.

Pesan pertama yang saya dapatkan dari seorang penjual getuk lindri tersebut adalah apapun profesi kita, cintai. Kalau kita sudah memilih menjadi penjual getuk lindri, maka kita harus menyukai musik campursari. Karena penjual getuk lindri keliling selalu menjajakan dagangannya dengan iringan musik campursari. Itu sudah kodrat tukang getuk lindri. Dan oleh karena itu pun, saya yang sudah memilih menjadi Pengelola Pengadaan harus mencintai semua hal yang hadir di dalam pengadaan, termasuk tantangannya.

Yang kedua, syukuri dan berikan apa yang lebih dari sekedar jasa yang kita jual kepada konsumen kita. Bisa saja secara fisik, kita cuma berprofesi sebagai penjual getuk tapi praktiknya kita bisa memberikan hiburan gratis bagi para pembeli getuk. Beberapa mungkin hanya butuh hiburan, tidak butuh getuknya. Tapi bisa jadi yang tidak ingin beli getuk malah jadi tertarik beli getuk gegara hiburan yang sudah kita pertontonkan.

Dari Iklan Sirup Marjan dan Penjual Getuk Lindri keliling saya pun mendapatkan pesan, bisa jadi label Sirup Marjan dan Penjual Getuk Lindri keliling itu hanyalah sebuah kedok, padahal profesi mereka sebenarnya adalah pemberi hiburan dan inspirasi bagi kita semua. 

Begitu hal nya kita, bisa jadi kita hanya bekerja di tempat yang membosankan, tapi pada praktiknya Tuhan menghendaki kita menjadi pembawa pesan berharga bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kita hanya perlu mempertontonkan perilaku yang bermakna dan terpuji sehingga dapat memberi pesan/nasihat yang bijaksana kepada semua stakeholder.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun