Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi; Negarawaran

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pelajaran Berharga Dari Pengkhianatan (Bagian Kedua)

20 Januari 2025   09:35 Diperbarui: 20 Januari 2025   09:43 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejanggalan itu berlanjut pada tahap persiapan kontrak. Personel yang ditawarkan saat seleksi tak kunjung dihadirkan, bahkan untuk sekedar bergabung di Whatsapp Group. Saya menduga manajemen konsultan dan personel yang ditugaskan tidak siap dengan gaya saya mengelola kontrak. 

Mereka seperti gelagapan ketika diminta foto selfie dengan KTP dikirim via Whatsapp Group. Saya pun menduga banyak di antara personel belum mencapai kesepakatan nilai fee dengan manajemen sebab belum adanya perikatan di antara mereka. Dokumen personel yang disampaikan pada saat seleksi kemungkinan besar berstatus 'pinjaman', hanya demi memenangkan seleksi.

Alhasil, saya memulai kontrak desain interior itu dengan setengah hati. Dalam pikiran saya, pekerjaan ini harus tetap dilaksanakan dengan segala risikonya dan saya adalah pihak yang harus menanggung risiko tersebut.

Setelah membuang waktu untuk menunggu semua personel bergabung dalam Whatsapp Group yang saya buat, saya pun mengundang mereka untuk rapat perdana. 

Di rapat tersebut-selain berbicara hal-hal yang bersifat teknis-saya berpesan kepada semua pihak yang hadir. "Jangan ada yang melakukan tindakan koruptif dalam pekerjaan ini. Serapat apapun kalian tutupi-insyaa Allah-saya pasti akan tahu." 

Pesan itu saya tujukan bukan hanya kepada konsultan terpilih, namun tim internal yang ada di belakang saya juga. Meski dunia pengadaan barang/jasa lekat dengan persepsi koruptif, tapi saya tidak ingin itu terjadi di pekerjaan yang saya pimpin. Siapapun yang menodai visi itu, pasti akan saya mintai pertanggungjawaban.

Lalu, pekerjaan pun dimulai. Personel ahli dan berpengalaman yang ditawarkan dalam dokumen penawaran tak lebih dari anggota Whatsapp Group. Kehadiran mereka di lokasi pekerjaan atau di dalam rapat bisa dihitung dengan jari. Saya lebih sering melihat anak-anak muda fresh graduate yang bekerja di lapangan. 

Hal itu berdampak pada kualitas desain yang dihasilkan. Memang, mereka bisa membuat desain interior. Tetapi yang saya butuhkan lebih dari sekedar tukang gambar, saya butuh tim konsultan.

Dua bulan lamanya setelah saya menghadapi kondisi tersebut. Tiba-tiba team leader dari konsultan menghubungi saya. "Tumben!". Kata saya dalam hati. Padahal sebelumnya, bicara di dalam rapat pun sangat jarang. "Mengapa tiba-tiba beliau menelepon?". Gumam saya.

Kabar tak sedap saya dapatkan darinya. Pengakuannya membuat saya naik pitam. Kecurigaan saya di awal terbukti benar. Dari mulut sang Team Leader saya mendapatkan informasi bahwa dokumen pribadinya dipalsukan oleh manajemen konsultan dalam proses seleksi, mereka juga tidak pernah melibatkannya dalam proses desain dan tidak membayar fee yang sudah dijanjikan.

Saya merekam percakapan telepon tersebut. Saya menyiapkan skenario untuk memberi konsultan sanksi yang setimpal. Dua surat peringatan (SP) saya layangkan dalam tenggat waktu yang sangat singkat. Saya manfaatkan ketidakmampuan manajemen konsultan untuk menghadirkan Team Leader sebagai dasar penerbitan SP. Kesempatan pun mereka tinggal satu kali. Jika SP ketiga saya terbitkan, maka tamat riwayat mereka di project ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun